Kenyataan pahit

772 96 31
                                    

🕊Aku kalau di bagian novel mungkin hanya selalu jadi prolog di dalam alur kamu,  tapi berkenankah kamu menjadikan aku sebagai kisah kehidupanmu sampai ending?🕊

Setelah menempuh beberapa jam duduk di dalam pesawat dan pastinya keadaan yang sangat canggung karena sang Adik bernama Aira terus mengusiknya dengan bercengkrama kepada sosok yang tepat berada di belakangnya, membuat darah dalam tubuhnya mendidih.

Untung saja sekarang perempuan perasaannya sedikit lebih tenang dan tersenyum bahagia saat melihat wajah polos tidur Semesta yang akan menjadi anak sambungnya nanti.  Hatinya menghangat saat kedua tangan mungil itu melingkar di badannya yang mungil dan kepalanya bersandar di dadanya. 

Seketika senyumnya terbit saat balita yang berada dalam dekapannya memanggil "Buna" untuk pertemuan pertama kali melihatnya,  entah kenapa sejak saat itu Allura telah jatuh cinta pada balita bermata abu-abu ini.  Bayangannya sekilas meringis saat kemaren dirinya tidak bisa menerima status barunya nanti menjadi istri muda dan ibu sambung untuk anaknya,  sekarang Allura merasa siap untuk menjadi istri muda dan ibu muda untuk anak sambungnya yang sudah membuatnya jatuh cinta sejak kali pertama bertemu. 

Di tengah-tengah memandang wajah Semesta yang tertidur munafik jika Allura mengatakan tidak bosan,  namun nyatanya kini perempuan hijab itu di landa kebosanan. 

Doam-diam Allura sempat tertarik dengan pembahasannya karena berkaitan mengenai agama serta sedikit kagum karena ternyata sosok dosen otoriter itu tidak hanya seorang dokter saja tetapi juga mengerti perihal agama apalagi beberapa ayat suci al-quran dan hadis yang membuatnya sempat ingin ikutan membahasnya.

Allura bernapas lega karena pesawat sudah mendarat setelah beberapa menit terdengar adzan zuhur, jangan tanyakan bagaimana kondisi nya sangat lelah banget apalagi mengingat jika besok adalah hari sakral untuknya.

Nazia dan Leena pun mengajak keluarga Saskara dan dirinya serta Aira untuk melakukan shalat terlebih dahulu sebelum makan siang seraya memberikan beberapa koper kepada petugas hotel untuk di letakkan di kamar masing-masing.

"Sini Sala sama Oma yuk," Semesta menggeleng saat sudah berada di tempat penginapan hotel,  namun sedari tadi balita laki laki itu enggan melepaskan dirinya dengan perempuan cantik nan mungil bernama Allura. 

"Masya Allah,  ternyata anak Umma hebat juga.  Sala langsung nyaman loh." Allura tersenyum kikuk memandang wajah Leena lalu menatap gemas Sala yang dengan mata berkaca-kaca dengan tangan mungilnya mencengkram pelukannya.

"Cala nda au Oma.  Cala au ama Buna. Titik!"

"Kalau Sala terus sama Buna,  nanti nggak tinggal sama Sala terus dong.  Bisa-bisa nggak jadi nikah besok karena kecapean gendong Sala,  hm?"

Allura meringis,  perempuan itu baru sadar sosok balita laki laki ternyata pikirannya sangat dewasa,  Allura baru mengetahuinya karena saat di pesawat sebelum turun sempat memberikan murottal kepada Semesta yang ternyata anak itu bisa mengikutinya padahal apa yang perempuan itu lutar surah An-Naba. 

Ternyata fakta yang baru di ketahui dari mulut Ceysa,  Semesta menurunkan otak sang Ayah,  Saskara.  Saskara mahir membaca Al-Quran dan berpikir dengan otak dewasa pada umumnya di mulai dari sejak umur 3 tahun, maka dari itu Ceysa berpesan kepadanya jika nanti sudah menikah dengan Saskara terus mengasa sang Cucu.

Semesta mengangguk setuju,  "baiklah,  Cala nurut peyintah Oma karena ini Abi ama Buna nikah teyus tinggal bareng cama Cala. Janji ya Buna,  Oma?"

"Janji." Ucap Allura dan Ceysa berbarengan membuat pasang mata bangga.  Namun ada satu orang yang sama sekali tidak bahagia melihatnya yaitu Saskara.

20.42 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang