Semesta

888 108 48
                                    

🕊Aku memang baru melangkah, belum ada di pertengahan apalagi di ujung. Tapi bolehkan aku meminta ke adilan dari semua yang sudah aku taruhkan? Demi mereka?🕊

Pukul 05.00 subuh tepatnya saat matahari masih malu-malu menunjukkan senyuman kuningnya pada hari kamis yang mendebarkan jika mengingat keesokan harinya.

Beberapa orang berlalu lalang di bandara hanya untuk sekedar check-in juga ada yang berbincang-bincang dengan topik yang sama sekali membuat perempuan tengah terduduk dengan gamis berwarna coklat muda dengan pashmina menutup dadanya berwarna mocca setia mendengaran murottal surah favoritnya Al-mulk yang di bawakan oleh Ustadz Hanan Attakki.

Bangku panjang berwarna abu-abu muda membuat sandarannya sangat nyaman seraya memejamkan matanya untuk menikmati suara lembut suara alunan yang tengah di dengar, sampai tanpa sadar jika sudah ada seorang laki-laki sedang memperhatikan perempuan itu seraya menyunggingkan senyum tipisnya miring karena tidak pernah dalam benaknya bahwa besok adalah hari dimana akan mengubah segalanya, laki-laki itu akan menjadi suami dari perempuan dengan tubuh mungil serta umur yang berbeda 10 tahun darinya.

Telinganya berdegung bersautan dari dalam earphone dan di luar membuat bola mata sipit yang sempat terpejam membuka lalu matanya melihat Leena mengatakan bahwa perempuan itu harus segera bergegas karena sudah mulai masuk ke dalam pesawat. Allura merutuki dirinya yang terlalu berleha-leha hingga membuat dirinya hampir tertinggal pesawat, langkah kaki kecilnya berlari untuk bergegas menyusuli kedua orang tua dan adik perempuannya.

Setelah tiba di dalam pesawat ia melirik kesana kemari untuk mencari tempat duduknya serta keberadaan kedua orang tua dan adiknya, perempuan itu bernapas lega ternyata tempat duduknya berada di samping Aira dan kedua orang tuanya walaupun terpisah bangku.

"Ka, Mas Saska di belakang kita. Aira senang berasa di lindungi."

Tangannya berhenti ketika sedang mencari tissue di dalam tas kecilnya setelah mendengar setiap kata yang di ucap sang adik perempuan yang berada di jendela pesawat, wajahnya seketika langsung berubah masam seraya mendengus sebal kenapa harus berdekatan dengan sosok yang akan menjadi halalnya besok. Sungguh seketika tubuhnya merinding hingga menimbulkan keringat dingin di seluruh tubuhnya ketika harus mengingat bahwa dirinya besok sudah berubah status menjadi seorang istri dari sosok dosen otoriter itu.

Setengah dalam perjalanan telinga di balik hijabnya menangkap tidak jauh dari tempat duduknya seorang anak kecil tengah menangis dengan seorang perempuan paruh baya yang sudah berulang kali menenangkannya namun nihil anak kecil itu tetap nangis, namun perempuan itu seperti tidak asing dengan suara lembut paruh baya itu, seperti sudah pernah ketemu sebelumnya.

"Oma... Ndak au Cala, Cala au ulang Oma!"

Kelemahan Allura adalah ketika melihat seseorang menangis siapapun itu bayi sampai nenekpun. Perasaannya melemah sungguh lemah kayak teriris hatinya, mata sipitnya melirik sang adik yang tidurnya terusik lalu melihat kesekelilingnya banyak sekali yang terusik namun ada satu sosok yang sangat tenang dengan wajah datarnya, tepat di belakangnya. Dia adalah dosen otoriternya.

"Tante." Ceysa mendengakkan pandangannya dengan berusaha menahan rontaan sang cucu yang berumur hampir 3 tahun itu. Ceysa tersenyum, "panggil Bunda ya sayang." Allura mengangguk kikuk lalu beralih menatap seorang balita kecil yang berada dalam dekapan Ceysa tengah meronta-ronta. Perempuan itu duduk di bangku kosong di samping Ceysa yang kebetulan Kana berada di samping Saskara.

Allura melirik sosok di sampingnya yang tengah tenang tertidur, perempuan itu tertawa miring bisa-bisanya dia tidak perduli dengan anaknya sama sekali yang tengah menangis. Bagaimana perempuan itu bisa tau? Karena ia wajah tegas nan tampan balita itu mirip sekali dengan sosok yang akan menjadi suaminya hanya berbeda balita laki-laki ini memiliki bola mata berwarna abu-abu juga balita laki-laki itu memanggil Ceysa dengan sebutan Oma.

20.42 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang