Kenyataan

104 10 4
                                    

Perempuan termenung melihat ke arah depannya, darah yang lumayan banyak mengotori tubuh gadis kecil yang sedang terbaring di brankar dengan keadaan sedikit mengenaskan.

2 suster sedang menganti pakaian Allura menyibakkan beberapa pakaian hingga perempuan itu telanjang bulat bagian bawahnya lalu di selimuti karena Gamma telah masuk untuk ikut menemani penanganan istri sahabatnya itu. 

"Gue tau semuanya ini dalang lo kan. Jul?"

Jule tersenyum getir menitihkan air matanya,  lalu menatap kedua bola mata sendu Gamma sahabat laki laki setelah Saskara dalam hidupnya,  "sok tau."

"Kita bertiga udah sahabatan lama,  bukan 1 tahun atau 2 tahun,  tapi dari umur kita 16 tahun."

Gamma menggertak Jule dengan menceka pergelangan perempuan itu untuk berhadapan dan menatap wajahnya karena cowok itu mengetahui sejak pertama kali Gamma memasuki ruangan, Jule menghindar bertatapan dengannya.

"Apasih Gam!"

Gamma menghela napas pelan menatap Jule, menggenggam tangannya,  "sampai kapan hati lo tertutup sama satu laki laki yang jelas dari dulu lo nggak bisa milikin."

Perempuan itu menunduk melihat tautan tangan besar laki laki yang tidak pernah menyentuhnya kecuali urgent, Jule melepas tautan tangan mereka. Gamma tersentak seraya mengangguk, memakluminya.

"Jule,  gue kenal kalian berdua.  Sekalipun di rahasiakan,  gue tau lo cemburu dari dulu Saska nikah sama Almarhumah Laras.

"Tapi,  gue mohon.  Sikap lo sekarang bener keterlaluan,  gegabah lo yang penuh emosi buat Allura yang sedang mengandung kecelakaan."

Jule terperangkap dengan kalimat yang di ucapkan oleh Gamma,  darahnya berdesir deras dengan cengkraman tangan menguat,  Gamma menghela napas melihat reaksi Jule.

"Gam,  sok tau."

"Gue spesialis kandungan Jul,  apa yang gue liat benar adanya.  Lo liat dan bisa langsung periksa darah itu dari jalan lahir."

Jule menggeleng hingga tanpa sadar cairan bening di kelopak matanya menetes,  Gamma mendekat menghapus dengan tangan kekarnya dengan senyuman hangat,  Jule mematung.

"Saska udah mempercayakan kita untuk menangani istrinya,  padahal kalau dia tau dalang dari semuanya adalah lo.  Kalau Saska sampai tau terus kita melakukan penanganannnya lama dan bisa membahayakan kondisi Allura dan janinnya mungkin Saska tidak akan mau menerima kita sebagai sahabatnya lagi."

Jule dengan seksama mendengarkan penuturan dari Gamma, entah kenapa matanya seakan berbicara dengan jujur dan damai.  Perasaannya kini sungguh sangat nyaman,  lantas pandangannya beralih menatap gadis malang yang sedang di tangani dua orang suster yang sepertinya sudah mengkode dirinya untuk melakukan penanganan cepat untuk menghentikan perdarahannya.

Lalu pandangannya kembali menatap mata penuh harap dari sosok Gamma yang tengah menatapnya. Entah jenis tatapan apa itu,  "Gam."

"Kalau lo menyelamatkan Allura dan janinya,   gue akan memulai lembaran sama lo. Jule,  gue cinta sama lo,  ayok kita menikah."

Kedua bola mata Jule membulat sempurna dengan keringat dingin membasahi seraya menatap kedua mata Gamma mencari kebohongan di dalam sana karena Gamma type orang yang suka bercanda tidak seperti Saskara yang selalu serius.

Sedangkan di hati Gamma,  pria tersebut terus berdoa agar Jule bisa menerimanya dan melupakan Saskara. Gue ingin belajar mencintai lo Jul, gue nggak mau persahabatan kita hancur.

Ya,  Gamma belum sepenuhnya mencintai Jule karena selama ini memang dirinya dan Saskara menganggap Jule sebagai adik mereka karena paling muda dan merupakan perempuan yang harus di jaga. 

Namun,  tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan persahabatan mereka dengan mengungkapkan perasaan suka padahal dirinya masih menganggap gadis itu seperti adiknya. 

Maafin gue,  tapi gue janji akan berusaha mencintai lo dengan perasaan sebagai suami bukan adik bagi kehidupan gue.

Jule terdiam membuat laki laki yang berada di hadapannya mengerutkan dahinya serata mengangkat satu alisnya, "Jule,  mau tidak? Selamatkan Allura dan janinnya dengan status kita sebagai Dokter setelah itu kita menikah."

"Baiklah."

Gamma tersenyum bahagia dengan raut wajah tidak bisa di deskripsikan seraya langsung mendekap tubuh gadis di hadapannya membuat Jule yang tiba tiba merasakan ada yang memeluknya terdiam kaku terhipnotis dengan pergerakan Gamma dan parfume yang sangat menyeruak indra penciumannya. 

Jule pun langsung memerintahkan kedua suster untuk memasang alat alat ultrasonografi, partus setapd lengkap,  infus set,  cairan neorobion serta beberaa obat obatan dan peralatan lainnya untuk mencegah perdarahan semakin hebat.

Sedangkan Gamma memang berinisiatif tidak seruangan tindakan tetapi cowok itu lebih memilih untuk menyiapkan segala tindakan medis lanjutan atau rujukan jika Jule tidak bisa menangani Allura.

Di luar pintu UGD seorang pria hampir berkepala 3 sedang duduk tergulai lemas di kursi panjang besi dengan jari tangan besarnya saling bertautan,  rahang yang semakin memperjelas kemarahannya,  kilatan mata dengan sorotan tajam,  peluh keringat membanjiri wajah lelahnya, rambut yang sudab tidak tertata rapi dan tidak lupa kemeja yang di kenakannya sudah berlumuran darah. 

Sesekali Saskara menghela napas saat pintu kotak besar putih tersebut sama sekali tidak terbuka,  namun tidak lama kemudian muncul seseorang di balik ruangan tersebut. Gamma menghampiri sahabatnya yang terlihat sangat kacau seraya menepuk pundaknya pelan.

"Doa aja,  Jule lagi nanganin di dalam."

Saskara menghela napas kasar,  "coba aja kalau lo pada nggak gegabah. Gue udah dobrak biar gue aja yang tanganin."

Gamma berdecak dan menggelengkan kepalanya merespone betapa keras kepalanya sosok Saskara.

"Lo tau kan,  peraturan Rumah Sakit ini,  kalau seorang Dokter tidak boleh menangani istrinya kecuali kerabatnya baru boleh."

"Itu terlalu aneh."

"Menurut gue logis."

"Apanya Gam!" Ucap Saskara sedikit meninggi.

"Sas,  dengerin gue baik-baik.  Keputusan Rumah Sakit sudah benar,  coba lo bayangin kalau lo yang nanganin istri lo dalam keadaan khawatir.  Gue jamin,  istri lo nggak akan selamat."

Bugh!

Kepalan tangan Saskara berhasil meninju lengan kanan Gamma membuat cowok itu mengaduh kesakitan,  "apa-apansih lo sakit tau."

"Makanya ngomong jangan ngawur.  Mana ada kayak gitu. Opini lo salah besar."

"Lo nggak tau istri lo dehidrasi tadi padahal lagi perdarahan, saking paniknya lo sampe nggak bisa infus istri lo kan.  Sas,  coba bayangin kalau lo yang nanganin,  keadaan istri lo kritis tambah kritis."

Saskara terdiam menunduk membenarkan,  Gamma tersenyum kecil,  "Sas,  nggak ada yang kuat melihat seseorang yang kita sayang terbaring lemah.  Dan,  sefokus apapun pekerjaan kita sebagai Dokter nggak akan bisa fokus kalau pasiennya menyangkut istri kita,  orang yang berarti dalam hidup kita."

Gamma menatap mata sendu Saskara,  " Sas,  jangan seperti ini.  Lo harus bisa hilangin semuanya.  Terutama trauma lo.  Jangan gegabah dan membuat keputusan saat emosi,  semuanya bisa fatal. Lo bisa liat tindakan lo barusan hampir membuat istri lo celaka. Gue sebagai sahabat hanya bisa dukung lo,  semangat Abi Saska yang mau punya anak lagi."

"Maksudnya?"

...

Bekasi,  18.21

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

20.42 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang