❝Mungkin aku memang lupa dengan segala hal. Namun, ada beberapa memori yang membekas dalam benakku, akan terlihat, secercah ingatanku tentangmu.❞
HAPPY READING ♡
Sorot mata Jaemin yang begitu teduh. Kini, menatap samar wajah gadis itu yang datang kemari, kemudian tatapannya beralih ke arah sesosok pria remaja bertubuh jangkung yang berdiri dekat dengan gadis tersebut. "Kalian ... siapa, ya?"
Pertanyaan yang meluncur dari mulut Jaemin, sempat membuatku bergeming dan tercekat. Pertanyaan macam apa itu?
Apa dia lupa padaku?
"Dek? Dia waras nggak, sih?" Kak Arzesa berbisik tepat di telingaku dan sorotnya matanya pun melirik aneh ke arah Jaemin yang membeo. "Kok dia nggak kenal kamu?"
Memasang raut wajah sedih. Aku hanya menggeleng kecil-tak tahu. Jaemin kenapa?
"Jaemin. Ini aku, Tiara. Teman sekelasmu."
Mendengar kalimat gadis itu, kedua alis Jaemin menyatu bingung dan berpikir keras. "Siapa?"
Kamu itu pura-pura tidak tahu, apa tidak tahu beneran, Jaemin?!
Pusing memikirkan dia. Kedua bahuku merosot resah bersamaan mendengus kesal.
Detik kemudian, pintu kamar terbuka hingga membuat orang di dalamnya beralih ke arah tersebut. Sosok wanita cantik itu datang dengan tatapan tanda tanya, terpusat padaku dan kakak. Siapa wanita itu? Apa itu ibunya? Aku tak pernah berjumpa wanita itu sama sekali ketika pertama mampir ke rumahnya Jaemin.
"Kalian temannya Jaemin, ya?" tanya wanita itu dengan senyum yang tersungging lebar.
"I-iya, Tante," jawabku memaksakan diri untuk tersenyum, "saya teman sekelasnya, dan ini kakak saya." Sisi tanganku menengadah ke arah kakak yang berdiri di sampingku dengan senyum tipisnya.
Wanita itu manggut-manggut saja. Detiknya, ada seorang perawat wanita masuk ke kamar ini, membuat kami menoleh bersamaan ke arah perawat itu yang datang mendorong kursi roda.
"Permisi, untuk pasien yang bernama Nadira Jaemin. Waktunya untuk ke ruangan radiasi," pinta sang beliau. Membuat pasien itu bangun dari tidurnya.
Perawat wanita itu membantu Jaemin bangkit berdiri, sembari mengambil cairan infus itu dari tiang yang menjulang tinggi itu di dekat bangsal, bersama Yoona yang menuntun anak putranya untuk duduk di kursi roda, memapahnya dengan benar dan menaruh cairan infus itu di atas pangkuannya Jaemin. Setelah itu, perawat tersebut menggiring pasiennya keluar kamar. Yoona memintaku dan Kak Arzesa untuk ikut dengannya, pergi ke ruang radiasi.
Sedari tadi, pikiranku tak bisa berhenti memikirkan laki-laki itu. Hatiku berdesir tak karuan. Sungguh.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poetry Love For Jaemin
Fanfiction[TELAH DIBUKUKAN] pemesanan bisa melalui shopee @metabookstore.id ❝Sampaikan puisiku ini untuknya, Jaemin.❞ Aku suka menuliskan segala bait-bait puisi. Apalagi mengirimkan puisi cinta kepada seseorang yang sekian lama kusukai. Nadira Jaemin, namany...