30. Ungkapan Rasa

122 42 102
                                    

❝Ungkapan rasa yang memilukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Ungkapan rasa yang memilukan. Tak bisa mengubah dan menghapus masa lalu. Yang terjadi, biarlah terjadi. Sebagai insan, harus menerima, mengakui, dan memaafkan. Aku berterima kasih karena dirimu sudah tak sesakit itu lagi.❞

Song Recommended
Sunjae - I'm missing you

HAPPY READING ♡

Selang beberapa menit kemudian, semua murid anak 12 siap berangkat naik bus. Mengambil tempat duduk yang sudah ditentukan, aku duduk di barisan tengah dekat jendela. Ya, ampun, aku jadi canggung kalau duduk sejajar dengan Nadira Jaemin dalam satu bus.

Kemudian, tepat ketika Leviano Jeno naik dan berjalan menelusuri karpet bus, kornea matanya sempat bergulir ke arahku yang tengah duduk tenang, kini mata kami berdua saling bertemu. Kulihat air muka Jeno tampak murung menatapku, entah kenapa. Beberapa detiknya, Jaemin datang mengambil tempat duduk di sebelahku, sontak membuatku menoleh cepat ke arahnya dan beralih henti menatap Jeno.

Dia tersenyum semringah melihatku. Langsungku alihkan pandanganku ke arah jendela, wajahku seketika memanas menatap Nadira Jaemin yang kalau tersenyum tampak lebar, sempat membuat jantungku berdebar.

Melihat momen Jaemin dan sahabat perempuannya itu, Jeno hanya menghela napas samar. Entah mengapa dadanya begitu sesak melihat dia duduk sejajar dengan Jaemin, padahal dirinya ini ingin duduk dengan gadis itu. Tapi, ya sudahlah. Biarkan saja.

Menghabiskan waktu 4 jam selama perjalanan jauh. Beberapa anak-anak di dalam bus bersenandung riang gembira saat lagu dalam sound bus diputar, membuat mereka mengikuti irama lirik lagu tersebut. Melihat pemandangan dibalik jendela bus, dari kejauhan sana, ada sebuah lautan biru yang tampak sangat elok dan indah, lengkap dengan beberapa pohon kelapa yang tumbuh di tepi pantai. Sungguh indah anugerah Tuhan.

"Mau roti?"

Aku tersentak kecil dan menoleh cepat ke arah Jaemin saat ia menyodorkanku sebungkus roti rasa cokelat. Kepala Jaemin sedikit maju ke arahku, lengkap dengan senyum yang tersungging manis di wajahnya. Hei, please! Jantungku jangan berkoser dulu.

Menghela napas samar, lalu aku menggeleng kecil. "Enggak. Terima kasih."

Bahu Jaemin melengos mendengar kata elakan itu. Kemudian, dia mengeluarkan keresek putih berlogo minimarket dari ransel hitamnya. Isi di dalam keresek itu penuh dengan makanan ringan, vitamin, dan 1 botol minuman mineral. "Buat kamu. Terima, ya? Aku udah beliin buat kamu tadi di minimarket. Jangan nolak."

"Eh, tapi?"

"Ambil." Tanpa nunggu lama, Jaemin langsung meraih tanganku untuk menerima bungkusan snack itu.

"Enggak. Udah, itu buat kamu aja, gak usah maksa dong, Jaem." Aku mendengus kesal seraya menyodorkan keresek itu kembali pada Jaemin, lalu sedikit berinsut ke tepi jendela dan mengalihkan pandanganku ke samping—enggan untuk mengurusi laki-laki itu. Ya, aku masih kesal dengannya. Lagipula, kenapa aku harus satu tempat duduk sama dia? Menyebalkan.

Poetry Love For JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang