HAPPY READING ♡
Di hari pekan ini. Etta mengajakku ke tokoh kesehatan dan kecantikan yang berada di dalam mall. Kita hanya pergi berdua, sedangkan Winter tak ikut, dia ada urusan, 'katanya'.
Entahlah, tumben sekali Etta pergi ke tokoh tersebut. Biasanya, anak itu jarang sekali berdandan, bahkan ke mana pun ia pergi, selalu berpenampilan apa adanya. Sudahlah, biarkan saja.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" kata wanita cantik itu yang berdiri menatap kami, seraya tersenyum lebar. Mungkin itu pegawai tokoh.
"Saya mau cari skincare, mbak," jawab Etta kemudian.
"Ada di sebelah sana." Tangan pegawai wanita itu menengadah ke arah depan.
Etta mengangguk paham, lalu menarik lenganku mengikuti arah langkahnya. Mata kami berdua membola ke tempat rak yang berisi berbagai produk kecantikan.
"Ra. Lo nggak beli make up juga? Atau skincare, apalah. Nanti malem kan mau ke pestanya Karina," ucap Etta saat matanya masih fokus mengamati produk kecantikan di bagian rak.
Aku menggeleng senyum saja mendengar kalimat dia.
"Ohiya, lo kan tanpa dandan juga cantik," katanya, memuji. Lagi-lagi temannya itu hanya tersenyum. "Eh, Tiara. Ada yang aneh nggak?" bisiknya.
"Hmm? Apa?" tanyaku lirih.
"Mbak itu dari tadi ikuti kita aja, pake liatin kita lagi. Kan, jadi nggak enak kalo kita milih barang. Pindah yuk." Merasa tidak nyaman diperhatikan oleh pegawai wanita cantik itu. Etta akhirnya menyeretku menjauh, menuju ke rak berikutnya.
Tapi ... tetap sama saja. Pegawai wanita itu terus mengikuti kami berdua. Aku dan Etta menoleh ke arah wanita itu, sesekali kami memaksa senyum ramah. Kami berdua yang mencoba melihat-lihat barang lainnya jadi merasa canggung.
Bayangkan saja, pelanggan yang lagi memilih dan melihat-lihat produk lainnya, tapi malah dipantau oleh pegawai tokoh. Dikira kita mau mencuri?
Akhirnya, aku dan Etta melangkah pergi menuju rak lainnya, sedangkan pegawai wanita itu terus mengikuti kami berdua. Etta menarik lenganku, berjalan ke tempat lain, dan hasilnya sama saja. Wanita itu terus mengikuti langkah kita sembari memantau dengan sepasang mata legamnya yang lebar itu. Dan begitu saja seterusnya sampai Etta lelah mondar-mandir ke rak demi rak lainnya.
"Hish, ngeselin," gumam Etta, mendecak kesal.
Pegawai wanita itu selalu tersenyum menatap dua anak itu. "Ada yang bisa saya ban—"
"Mbak, bisa nggak, sih?! Jangan ngikutin kita terus?! Kita mau lihat-lihat, ama milih barang jadi nggak enak nih, dari tadi mbak ngikutin kita mulu! Plus mata mbak yang gede tuh gak usah melotot segala! Dikira kita mau maling apa di sini?!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Poetry Love For Jaemin
Fanfiction[TELAH DIBUKUKAN] pemesanan bisa melalui shopee @metabookstore.id ❝Sampaikan puisiku ini untuknya, Jaemin.❞ Aku suka menuliskan segala bait-bait puisi. Apalagi mengirimkan puisi cinta kepada seseorang yang sekian lama kusukai. Nadira Jaemin, namany...