Bahagia selalu meskipun karena hal kecil sekali pun.
Permintaan juga doa yang Jisung pinta saat mereka sekeluarga berdoa di klenteng pusat kota tempo hari yang lalu. Gak pernah terpikir sekali pun, kalau permintaannya akan terkabul tapi dengan keadaan tubuhnya yang tertukar dengan kembarannya itu.
Di pandangan Jisung, Felix memang terlihat begitu bahagia di matanya. Kembarannya itu mudah tersenyum, tertawa, bahkan terharu meskipun oleh hal sekecil apapun. Meskipun terkadang dirinya juga mendapati Felix tengah menangis pilu di bawah selimut hangatnya, berada di titik terendah hidup pasti semua orang pernah mengalaminya, Jisung paham akan rasanya bagaimana. Hanya bisa menangis meskipun sama sekali gak membantu apapun, namun mampu menghilangkan perasaan sesak yang begitu terasa di dadanya.
Yang membuatnya salut, keesokan harinya pasti kembarannya itu akan kembali tersenyum. Meskipun dengan kedua mata juga wajahnya yang membengkak lucu. Bibir itu tetap melengkungkan senyum yang gak kalah hangatnya dengan mentari pagi.
"Yolo,"
"Hah?"
"You only live once. Lakuin apa yang lo pengen, asal jangan ngelanggar norma dan hukum." Felix mengedikan bahunya cuek, ketika melihat Jisung yang begitu terpaku pada selembaran pengumuman lomba seni sewaktu mereka masih kelas satu SMP.
Sebuah saran yang merubah sedikit pola pikirnya sejak saat itu. Meskipun kadang moto hidup andalan Felix itu gak selalu bisa untuk di pakai setiap saat. Kepribadiannya yang pemikir berat juga bukan orang yang spontan, moto itu terkadang berbanding terbalik dengan keadaannya.
"Emang gue se-bahagia itu di mata lo?"
Wajah bulat miliknya yang sekarang Felix pakai itu mengernyit. Menatap heran pada Jisung yang begitu fokus menyetir di balik kemudi.
"Di mata gue iya." Jawabnya cepat. Tangannya memutar kemudi untuk membawa mobil hitam itu masuk ke daerah komplek perumahan yang telah mereka tempati sejak lahir.
"Lo gak nikmatin hidup lo sendiri, ya? Saking gak menikmatinya, lo sampe minjem tubuh gue biar tau rasanya itu kaya gimana."
Menohok. Ucapan Felix barusan seperti belati yang menusuk langsung kearah jantungnya. Nafasnya perlahan tersendat namun dengan cepat Jisung menguasai kontrol dirinya kembali. Bibir bawahnya dia kulum, alisnya sedikit menukik sambil berkata;
"Ya," meskipun berat hati, Jisung enggan untuk membohongi dirinya, lagi. "Makanya kita ke tuker."
"Tapi lo hebat, udah punya pacar duluan ketimbang gue."
Yang mana membuat Jisung mendengus geli mendengarnya. Keduanya belum pernah berpacaran hingga usia mereka yang sekarang menginjak duapuluh satu, permasalahan internal yang sering kali menghambat keduanya untuk menjalin hubungan romantis sejak dulu.
Salah satunya adalah Ayah mereka. Di bilang strict juga bukan, namun beliau terkadang mengangkat pembicaraan yang menyinggung kedua anak kembarnya itu untuk jangan dulu berpacaran sampai umur keduanya siap. Seperti ada tembok tak kasat mata untuk orang asing yang mencoba mendekati kedua anaknya, memaksa mereka untuk mundur atau jika memaksa maju maka konsekuensinya berhadapan langsung dengan beliau.
Yang akhirnya malah membuat Felix juga Jisung malas duluan, dan berakhir dengan keduanya tetap berada di status single hingga mereka sendiri gak tau sampai kapan.
"Ayah tau gak, lo punya pacar?"
"Lo aja gak tau, gimana Ayah." Cengiran yang menampilkan deretan gigi rapih itu terlihat, Felix ikut nyengir sampai akhirnya mobil hitam itu berhenti di samping teras rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?