Felix membayangkan sebuah reaksi dari Changbin berupa tamparan atau setidaknya umpatan karena secara tidak langsung Felix --juga Jisung, telah menipu pemuda itu hampir beberapa hari ke kebelakang.
Namun bukan umpatan atau tamparan yang malah Felix terima, melainkan sebuah anggukan beberapa kali dengan tatapan yang tidak bisa Felix pahami.
Changbin hanya merespon seadanya dengan lirikan mata yang entah, tidak bisa Felix baca. Pemuda itu sempat memandangnya beberapa saat, sebelum akhirnya berjalan ketepian pagar pembatas. Dan berdiri di belakang pagar dengan tatapan lurus menghadap jurang juga kelap-kelip lampu di depannya.
"Gue udah gak ada lagi hubungan sama lo abis ini." Felix melirik Changbin melalui ujung matanya. Tubuhnya kembali berbalik menghadap ke tepian jurang dengan tatapan kosong.
Dia membayangkan kalau Changbin akan meninggalkannya sendirian di sini karena mengatakan perkara tadi.
"Kenapa?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Changbin membuat Felix sedikit tersentak. "Apa?"
"Kenapa lo mau jalanin semuanya?"
"Maksud lo apa?"
"Jisung --dari awal emang gue nyadar gak akan bisa bikin dia liat gue, sewaktu nembak dia gue juga gak nyangka bakal dia terima." Felix tidak bisa melihat kesepuluh jemari Changbin yang meremat kuat pagar pembatas di depannya.
"Dua bulan pacaran kita kaya orang gak kenal, gue bodoh emang, malah milih egois buat terus ada di sisi dia. Dengan alesan dia bakal liat gue kalo gue gak nyerah gitu aja, padahal di kenyataannya cuman gue doang yang berjuang di sini."
Helaan napasnya terdengar cepat. Felix yakin kalau pemuda itu tengah menetralkan emosi perasaannya sekarang juga. Membuatnya tidak berani untuk menyela apalagi memotong pembicaraan pemuda itu.
"Tapi sewaktu gue nyusulin dia, dan meluk dia --atau mungkin itu lo?" Changbin sempat terkekeh sinis. "Gue ngerasa ada yang beda, dari tatapannya itu sama sekali bukan Jisung. Trus gue ajak dia bicara --yang gue yakin juga kalo itu lo, responnya sama sekali bukan Jisung."
Felix memberanikan diri untuk berbalik, sehingga kini tubuhnya menyamping dan memandangi langsung Changbin yang berdiri di sampingnya. "Lo tau Jisung lebih dari gue."
"Sulit buat tau Jisung gimana. Orangnya tertutup parah. Dia kaya secara gak langsung memblokade orang-orang di sekitarnya biar ga masuk ke area pribadinya."
"Lo cinta banget sama Jisung, sampe detail terkecil yang gue gak tau bisa lo hafal." Dadanya sesak ketika mengatakan itu, Felix tidak tahu kenapa.
"Gue rasa, gue bukan cinta sama dia." Changbin ikut mengalihkan pandangannya. Kini keduanya bertatapan, saling bertukar afeksi yang keduanya tidak bisa saling memahami. "Gue terobsesi sama dia. Dan gue nyadar kalo itu salah, perasaan gue ke dia itu gak tulus."
Felix tidak bisa menjawab apapun ketika obsidian berbeda warna itu bertemu. Tatapan putus asa yang akhirnya bisa Felix pahami. Tidak ada bola mata yang berkaca-kaca, melainkan raut lelah, penyesalan juga kekecewaan terlihat jelas di sana.
Tanpa sadar Felix meremat ujung hoodie yang di kenakannya detik itu juga. Bibirnya sama sekali tidak mampu bergerak untuk menjawab penjelasan dari Changbin yang menurutnya terlalu banyak. Felix bahkan ragu kalau dia berhak mendengar hal ini secara langsung dari Changbin, dia merasa kalau Jisung yang harus mendengar ini untuk pertama kalinya. Bukan malah dirinya.
Felix merasa masuk ke area terlarang.
"Ah, gue harus bicara sama Jisung abis ini." Changbin memutar tubuhnya menjadi membelakangi pemandangan kelap-kelipnya lampu kota. Badannya setengah menyandar pada pembatas sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?