O29. The Tension

357 64 0
                                    

Jisung mengamati sekitarnya dengan ragu ketika mobil yang ditumpangi Minho berhenti di depan sebuah gudang tua yang keadaannya sudah terbengkalai. Suasananya kumuh, begitu banyak debu yang beterbangan ketika Jisung keluar dari mobil kakak tingkatnya itu.

Matanya tidak berhenti menelisik sekitar hanya untuk memperhatikan lagi lebih jauh keadaan disekitarnya yang baginya --begitu asing. Ini pertama kalinya untuk Jisung menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang menurutnya layak di sekitaran gudang tersebut, sejauh matanya melihat, Jisung hanya mampu menemukan lapangan luas dengan semak-semak tinggi yang menutupi separuhnya.

"Jangan jauh-jauh dari gue." Minho berujar sembari berjalan kehadapannya.

Dan Jisung baru menyadari kalau jaket yang awalnya Minho pakai sudah tanggal, hanya menyisakan kaos hitam dengan celana jeans birunya serta rambutnya yang acak-acakan terkena tiupan angin sore hari itu. Perban putih menyembul malu-malu dari balik kaos pendek yang di kenakannya, bekas luka Minho yang memang belum sepenuhnya sembuh.

"Inget perjanjian kita di awal." Minho kembali mengingatkan pada yang lebih muda.

Wajahnya serius, tanpa senyum apalagi kilat jenaka yang biasanya sering pemuda itu tunjukkan hanya pada Jisung. Di depannya kini hanyalah seorang pemuda bernama Minho Lathaniel yang bisa Jisung pahami, kenapa adiknya bisa begitu takut dan bahkan terkesan tidak ingin berurusan dengan pemuda di hadapannya kini.

"Oke." Jisung menjawab tanpa perlawanan apapun.

Entah karena terhipnotis oleh bagaimana cara Minho memandangnya, atau bahkan oleh aura yang kini Minho keluarkan.

Menusuk.

Pun, ketika Minho menarik sebelah lengannya untuk menyerahkan kunci mobilnya, Jisung hanya mampu terdiam untuk beberapa detik sembari memandang bergantian tidak mengerti pada kunci di tangannya serta wajah Minho yang masih tidak mengeluarkan ekspresi apapun.

Yang satu-satunya terlintas di otaknya ketika Minho menyerahkan kunci tersebut adalah secara tidak langsung pemuda itu menyuruhnya untuk pergi lebih dulu dan meninggalkannya di sini seorang diri. Yang mana membuat Jisung memekik pelan ketika menyadari itu dan seketika mendorong kembali kunci di tangannya kedepan dada pemuda itu sembari mendesis;

"Kita pergi bareng, pulang juga bareng."

Jisung balas menatap Minho tepat di mata.

Keduanya sempat beradu pandang beberapa detik lamanya, seolah berbicara melalui tatapan masing-masing dengan kedua netranya. Jisung menggeleng pelan dengan wajah berkerut sebal, sementara Minho tetap memasang wajah datarnya namun sebelah tangannya meraih kembali kunci yang Jisung pegang.

"Gue gak bisa nempatin lo di posisi kaya gini."

"Dan bikin lo luka sendirian? Gimana kalo lo mati gara-gara di pukulin mereka, Minho!?"

Minho menggeleng pelan, namun penuh akan kepercayaan diri seakan mencoba meyakinkan Jisung. "Lo bawa mobilnya pergi, dan nyari tempat buat sembunyi. Tunggu mereka keluar, dan kalo abis mereka keluar tapi gue gak keluar. Lo bisa masuk buat nyusul gue lagi."

"Lo gila." Kepala dengan surai kecokelatan itu bergoyang ketika Jisung menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Gimana kalo lo mati!?"

"Kita belum pacaran."

"Serius? Di waktu kaya gini?"

Namun Minho hanya mengedikan bahunya acuh. Baru saja akan membalas perkataan Jisung, namun pintu gudang di depannya sudah lebih dulu terbuka dan Minho tidak punya pilihan apapun selain menyelipkan kunci mobilnya pada saku jaket Jisung yang tidak bisa lagi si gembil protes.

switch [jilix] +changlix;minsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang