Pagi itu, Changbin termenung di ruang makan rumahnya dengan sebuah laptop terbuka lebar di hadapannya. Menampilkan sebuah foto juga informasi sedikit tentang Felix serta Jisung yang dia dapat dari Minho kemarin.
Seusai pembicaraannya dengan Minho, Changbin menyadari sesuatu perihal Jisung yang selama ini memang tidak punya ketertarikan lebih padanya. Tanpa sadar dia tersenyum miris, jarinya bergulir untuk membaca informasi lainnya yang terpampang jelas di layar laptopnya.
Hanya ada informasi personal perihal kedua anak kembar itu, Changbin yakin kalau Minho mendapat ini dari bawahan Ayahnya yang bisa terbilang gampang untuk urusan mengorek informasi seseorang dengan berbagai koneksi yang Ayahnya punya.
Felix yang hanya berbeda sepuluh menit saja dengan Jisung, serta keduanya yang ternyata lahir di Aussie. Keduanya memilih untuk pindah dari Aussie ketika usianya baru lima tahun dengan alasan yang tidak terlampir di sana. Ayahnya yang ternyata berpangkat sebagai Jenderal di Angkatan Darat, serta Ibunya yang sempat menjadi dokter namun memilih berhenti ketika si kembar lahir.
Banyak Changbin ketahui kalau ternyata si kembar memiliki latar belakang yang cukup berpengaruh seperti keluarga Minho, tapi baik Felix maupun Jisung seolah menutupi semuanya. Seakan tidak mau untuk orang-orang ketahui, yang bisa Changbin yakini, dua anak kembar itu akan juga disegani seperti bagaimananya Minho.
Perhatiannya lalu beralih pada foto seseorang yang berada tepat di samping Jisung.
Felix, si adik yang tanpa sadar menarik perhatiannya setelah dia mengetahui kalau Changbin secara tidak langsung sudah berinteraksi lebih dengan pemuda itu. Kembaran Jisung yang bahkan dia ketahui bukan dari mulut pemuda itu langsung, melainkan usahanya sendiri yang menstalk semua akun sosial media Jisung guna mencari informasi tentang pemuda itu dulu sebelum Changbin memutuskan untuk menyatakan perasaannya padanya.
Sungguh, Changbin menyadari kalau dirinya begitu creepy ketika melakukan itu dulu. Namun keinginannya untuk mengetahui Jisung lebih dominan ketimbang otak rasionalnya membuatnya melakukan itu.
"Felix, Felix, Felix." Changbin mengucapkan nama itu berulang kali. Seolah sengaja membiasakan dirinya sendiri untuk menyebut nama pemuda itu pada bibirnya.
"Feliz Navidad?"
Dan perkataan dari Ayahnya yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuhnya sembari mengatakan demikian, suskes membuat Changbin tersentak kaget dengan sebelah tangan yang segera menutup laptop di hadapannya.
Ketika tubuhnya berbalik, tatapannya langsung bertemu dengan sang Ayah yang menatapnya geli sekaligus terkejut karena Changbin yang tiba-tiba menutup laptopnya itu. "Apa itu tadi?" Pertanyaan dari Ayahnya Changbin jawab dengan gelengan kaku yang terlihat semakin menggelikan di mata sang Ayah.
Pemuda itu segera berdiri dari duduknya sambil merapikan barangnya yang tercecer diatas meja kaca itu, lalu dengan senyum canggungnya Changbin pamit untuk pergi ke kampusnya padahal kelasnya hari ini mulai dua jam lagi dari sekarang. Meninggalkan Ayahnya yang hanya bisa menatap putranya itu bingung dengan gelas kosong berada di genggamannya.
.
.
.
Minho ingin memastikan sesuatu hari ini.
Sesuatu yang harus dia lakukan sendiri untuk mengetahui benar atau tidaknya hal tersebut. Meskipun pembicaraannya dengan Changbin tempo lalu di lapangan indoor cukup menjawab pertanyaan bercabang di kepalanya, tapi Minho merasa kalau dia harus melakukan ini juga untuk semakin memastikan kebenarannya.
Siang itu, setelah Minho selesai dengan jam kelasnya sendiri, dia memutuskan untuk pergi ke fakultas seni yang sebenarnya cukup jauh dari posisi gedung fakultasnya sendiri. Biarpun memakan waktu hampir lima menit dengan berjalan kaki, setibanya di sana Minho menelisik tampilan depan gedung bertingkat itu untuk beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?