Ini bagai deja vu yang terulang terus menerus di tempat yang sama dengan Minho yang selalu berada di sampingnya dalam keadaan apapun.
Kilau keemasan memantul lembut diatas hamparan air sungai yang kini beriak tenang ketika sebuah serangga tidak sengaja terbang terlalu rendah diatasnya. Diiringi dengan hembusan angin sore yang menerbangkan surai acak-acakkannya, Jisung memandang tanpa ekspresi pada telapak tangannya yang sepenuhnya kotor akan debu juga adanya sedikit darah yang menempel diatasnya.
Bajunya kotor, serupa dengan mukanya yang kini semrawut dengan setitik darah yang belum Jisung bersihkan pada setiap sudut wajahnya.
Kembali di tempat yang sama, dengan hamparan air sungai yang menemani lagi keduanya.
Seolah tempat ini memang sudah menjadi tempat favorit keduanya tanpa Jisung maupun Minho katakan secara langsung. Dengan berada diatas bangku yang sama, dan juga posisi keduanya yang serupa.
Minho duduk di samping kanannya sembari membuka kotak P3K-nya yang entah kenapa, berada di dalam bagasi mobil kakak tingkatnya itu.
Sempat berpikir kalau ini memang bukan yang pertama kalinya bagi Minho untuk berada di posisi seperti tadi --berkelahi dan pulang dengan luka lebam--, adalah alasan kenapa pemuda itu sampai menyimpan kotak P3K-nya di bagasi mobilnya sendiri.
Tidak ada pembicaraan yang berarti semenjak keduanya memasuki mobil, hingga sampai di tempat yang sekarang keduanya pijak. Isi kepala Jisung masih memproses keadaan tadi, dimana dia dengan nyali yang begitu besar bisa membuat tiga orang pemuda yang memiliki ukuran tubuh lebih darinya sampai tidak sadarkan diri hanya karena ayunan tongkat baseball ditangannya.
Sungguh, Jisung menyadari kalau itu semua mengalir karena dorongan adrenalin yang begitu berpacu dalam tubuhnya.
Dirinya yang keburu naik pitam karena pemuda tadi sempat berkata buruk tentang adik kembarnya, lalu, entah tenaga darimana Jisung memukul wajah pemuda itu telak hingga tersungkur. Meskipun tidak dapat Jisung pungkiri, kalau pukulannya itu berhasil membuat egonya puas lantaran bisa mengembalikan satu pukulan dari pemuda itu yang pernah membuat pelipisnya lebam.
Walaupun demikian, tubuhnya masih terasa terkejut ketika Jisung menyadari semuanya. Kalau saja pukulan terakhir itu berhasil menyentuh wajahnya, Jisung berani bertaruh kalau dirinya bisa sampai pingsan apabila terkena serangan itu.
Hal itu juga, yang berhasil membuat Jisung tersadar.
Beberapa detik lamanya, Jisung maupun Minho tidak ada yang berbicara selain tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Yang lebih muda melamun sembari memandangi hamparan luas air sungai di depannya, sementara Minho, sibuk mengeluarkan semua obat-obatan yang sekiranya ada di dalam kotak P3K-nya.
Hingga detik selanjutnya, Jisung tidak lagi dapat melihat luasnya air yang membentang di hadapannya. Lantaran terhalang oleh tubuh seseorang yang kini berdiri tepat di hadapannya --yang tidak lain adalah Minho--, sembari memegang kapas basah dengan sebotol minuman di tangannya yang lain.
Jisung spontan mendongak tanpa sempat mengatakan apapun, dengan raut bingung, manik cokelatnya memandang Minho tanya dengan kedua alisnya yang saling tertaut. Dan kedua tangannya juga refleks terangkat untuk menahan tubuh itu agar tidak terlalu dekat dengan posisinya.
"Apa?" Tanya Jisung polos, tanpa mengalihkan tatapannya dari manik gelap Minho yang kini juga ikut memandangnya.
"Apanya yang apa?"
Pertanyaan dibalas dengan pertanyaan, Jisung mendengus pelan namun kedua tangannya tetap berada di perut Minho --menahan pemuda itu agar tidak terlalu dekat dengan posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?