Menyetujui ajakan pemuda itu sangat berada di luar nalarnya sendiri.
Entah apa yang mendorongnya sehingga Jisung bisa mengiyakan ajakan pemuda yang berada di daftar nomor satu sebagai orang yang dia anggap begitu menyebalkan. Entah mungkin karena Jisung sendiri juga yang jengah karena terus Minho ganggu, akhirnya persetujuan untuk pergi bersama Minho di keesokan harinya begitu saja Jisung setujui.
Jisung hanya ingin segera pemuda itu pergi dari hadapannya, tidak lagi mengganggunya sehingga dia bisa menghabiskan sisa waktunya dengan tenang.
Namun sepertinya, jika berhadapan dengan Minho kata tenang tidak akan ada dalam kamus pemuda itu. Tujuannya mengiyakan hanya satu, agar pemuda itu segera beranjak dan tidak lagi berada di hadapannya.
Tapi ternyata Jisung salah.
Setelah dia menyetujui ajakan pemuda itu, kecupan yang sejujurnya sangat tidak Jisung harapkan --meskipun begitu singkat, mendarat seketika pada bibirnya. Bibir keduanya hanya menempel seperkian detik, namun sengatan dari efeknya begitu terasa sampai ujung kukunya sekalipun.
Membuat Jisung termangu dengan wajah kosongnya, memandangi punggung lebar itu yang kemudian menghilang karena Minho mulai beranjak dari sana. Meninggalkan Jisung sendiri yang masih terdiam memproses apa yang baru saja terjadi padanya itu.
Kejadiannya begitu cepat, sekilas kedipan mata yang bahkan belum sempat Jisung pahami pada detik selanjutnya.
Minho sudah lebih dulu pergi, namun efek dari kecupan pemuda itu masih berbekas sampai di penghujung harinya.
Jisung mulai menyesali kenapa harus mengiyakan ajakan pemuda itu kalau tahu harus berakhir seperti ini.
Skenario dalam otaknya berputar membayangkan sebuah kemungkinan yang akan terjadi keesokan harinya. Dengan rentetan kejadian yang mungkin saja bisa terjadi ketika Minho datang menjemputnya besok.
Menghindar pun sepertinya tidak akan berjalan begitu mulus. Pemuda itu seperti akan melakukan rencana lain sebagai pengganti yang akan menghalangi berbagai kesempatannya untuk kabur.
Jisung bisa saja berpikir lebih keras lagi dari pemuda itu, namun dengan keadaan otak serta isi kepalanya yang seolah terhenti akibat kecupan itu, membuat Jisung tidak yakin kalau dia bisa memikirkan hal lain sebagai rencananya untuk kabur.
Seluruh aktivitas tubuhnya seolah terhenti seketika. Hanya karena seorang pemuda menyebalkan yang mengecupnya sekilas namun efeknya berbekas begitu mendalam padanya.
Jisung hanya mampu pasrah kalau pada esok hari, Minho benar-benar datang menjemputnya untuk pergi.
.
.
.
.Dan dugaan yang terus berputar dalam kepalanya ternyata seratus persen benar.
Pada pagi hari yang begitu tenang itu, Jisung benar-benar dikejutkan dengan kedatangan pemuda itu di rumahnya. Terlebih lagi, sejak kapan kedua orangtuanya --apalagi Ayahnya, terlihat sangat akrab dengan Minho?
Karena sejauh ingatannya mengingat, Ayahnya seolah memberi tembok tinggi pada pemuda itu agar tidak terlalu dekat kedua anak kembarnya --terutama Jisung.
Namun pada pagi itu, tembok yang seolah membentengi semuanya seakan runtuh dan Ayahnya benar-benar berubah seratusdelapan puluh derajat dari sebelumnya. Tidak ada sorot Ayahnya yang sering memandang Minho tidak tertarik, apalagi ucapan dingin yang menyertainya ketika beliau menyapa pemuda itu.
Jisung serasa terbangun di universe lain dengan keadaan Ayahnya yang begitu baik pada kakak tingkatnya itu. Entah ini pertanda buruk atau baik, Jisung kini memegang dua prinsip itu agar tidak jatuh pada perangkap yang mungkin telah Minho siapkan dari jauh-jauh hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?