Bersamaan dengan itu, Felix yang sedang membantu sang Ibu membuat brownies, terkejut bukan main ketika setetes darah tiba-tiba menetes dari hidungnya mengenai tepat kedua tangannya yang masih mengaduk adonan kue.
"Bunda ..."
Panggilan dengan suara yang terdengar seperti rintihan itu membuat perempuan yang begitu berharga di hidupnya menoleh seketika. Dan raut terkejut langsung memenuhi wajahnya ketika melihat Felix yang kini mimisan.
"Astaga, Fel. Hidung kamu kepentok mixer?" Sigap, beliau langsung mematikan oven yang menyala di hadapannya. Kemudian sedikit berlari memutari pantry dapur untuk menghampiri Felix yang kini duduk di salah satu bangku meja makan.
"Engga ko Bunda ..." Felix mendorong wadah berisi adonan setengah jadi di depannya ketika merasa darah yang semakin menetes keluar dari hidungnya itu.
Kedua tangannya menekan kuat hidungnya guna berharap bisa menghentikan laju darahnya meskipun hanya sedikit. Sedikit panik lantaran Felix bisa di bilang jarang seperti ini kalau bukan memang merasa kecapekan, tapi si manis ingat sekali kalau belakangan ini dia tidak terlalu memaksakan dirinya sendiri sampai merasa lelah. Felix masih menyadari batasan akan tubuhnya sendiri, tidak pernah memaksakan diri lagi setelah pernah pingsan beberapa tahun yang lalu karena kelelahan dengan jadwal sekolahnya yang padat.
Semenjak masuk kuliah, Felix sedikit mengurangi jadwalnya yang dia rasa berlebihan untuk mendapat waktu lebih pada jam belajarnya. Membuatnya bisa mengatur waktunya dan masih mendapatkan istirahat yang cukup.
"Bunda, aku takut ..."
Perempuan itu menggeleng penuh dengan wajah yang berusaha tetap tenang. "Bunda di sini, sayang. Kamu gak apa-apa." Dengan sebelah tangan yang meraih handuk kecil yang tergeletak tidak jauh dari posisinya.
Lalu menekannya pada hidung Felix yang masih mengeluarkan darah.
"Bunda, kepala aku pusing ..." Ringisan itu terdengar pelan, dengan tubuhnya yang mulai menyandar sepenuhnya pada tubuh sang Bunda.
"Felix, sayang." Suara Bundanya sedikit terdengar panik ketika merasakan kepala Felix yang perlahan mulai terkulai lemas menyandar pada tubuhnya. "Felix? Hey, sayang? Fel-- AYAAAAH!"
Teriakan itu terdengar sampai ruang tengah. Dimana terdapat sang kepala keluarga yang sedang berkutat dengan laptopnya, yang mana segera berlari kearah asal suara ketika telinganya mendengar teriakan panik sang istri.
"Ada-- Astaga."
Matanya membola seketika sesampainya di sana.
Ketika mendapati raut panik istrinya memandangnya takut dengan keadaan anak bungsungnya yang kini tidak sadarkan diri terkulai lemah menyandar pada tubuh istrinya, yang juga berusaha memeluk Felix agar tidak terjatuh dari posisinya. Belum lagi hidungnya yang terdapat noda darah, membuat sang kepala keluarga itu mendekat kearah keduanya dengan kecepatan luar biasanya sigapnya.
"Kita ke rumah sakit."
Anggukan singkat dari sang istri membuat beliau segera mengambil alih tubuh kecil itu untuk di gendongnya. Kakinya melangkah cepat menuju garasi mobil untuk menuju tempat tujuannya kini, bersama sang istri yang mengikutinya dari belakang.
"Telepon Jisung, kasih tau buat cepet nyusul ke rumah sakit."
Yang keduanya tidak tahu, kalau sebenarnya keadaan Jisung juga tidak jauh berbeda dengan Felix saat ini.
.
.
.
.
.Changbin berlari masuk ke dalam ruang instalasi darurat itu setelah mendapat telepon dari orang tua Felix yang menyuruhnya untuk segera menyusul ke rumah sakit. Bahkan Changbin masih mengenakan setelan gym-nya dan hanya di lapisi oleh jaket serta celana pendek ketika sampai di rumah sakit, terlampau panik ketika Bunda Felix mengatakan kalau anak bungsunya itu harus di larikan ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?