Beliau menghela napasnya berat.
Sudah dari dua jam yang lalu beliau menyuruh dua pemuda itu untuk pulang. Namun bukannya menurut, baik Minho maupun Changbin masih tetap duduk di depan ruangan yang menjadi tempat dimana dua anak kembarnya kini di rawat. Keadaaan dua pemuda yang bisa dibilang kacau tanpa peduli memperhatikan keadaannya masing-masing, masih tetap teguh menunggu di depan ruangan itu tanpa ingin beranjak sama sekali dari sana.
Beliau tahu betul keinginan dua pemuda itu, dimana baik Minho maupun Changbin ingin bertemu dengan dua anak kembarnya yang mana tidak bisa beliau izinkan untuk sementara waktu.
Bukan karena alasan semata-mata beliau tidak memberinya izin, kesehatan Felix juga Jisung yang sekarang menjadi prioritas utama adalah alasan utama kenapa Ayah dari dua anak kembar itu tidak mengizinkan dua pemuda itu untuk bertemu anaknya.
Dengan tujuan ingin membuat Felix serta Jisung fokus terhadap proses penyembuhannya tanpa ada gangguan dari siapapun, bahkan Ayahnya melarang sanak keluarganya yang lain yang akan menjenguk dua anak kembar itu untuk sementara waktu karena beliau ingin mereka benar-benar fokus terhadap penyembuhannya.
Jarum jam pada dinding ruangan sudah menunjukan pukul sebelas malam. Namun beliau berani bertaruh kalau dua pemuda itu masih belum beranjak dari tempatnya masing-masing sedari tadi.
Suasana ruangan sudah tidak seramai oleh lalu lalang seperti sebelumnya, cenderung lebih tenang dan hanya di isi oleh suara bunyi stabil dari alat yang memperlihatkan gerak statis dari kedua anak kembarnya. Beliau yang kini duduk di samping ranjang Jisung, sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya dari anak sulungnya itu.
Tatapannya begitu terkunci pada wajah damai Jisung yang kini sudah terlelap dengan sebelah tangan yang berada di bawah pipinya, menekan lemak bulat itu kuat sehingga ada gumpalan gemas yang membuat beliau terkekeh geli ketika melihat anak sulungnya itu.
"Ayah selalu sayang sama Jiji, maaf Ayah jarang luangin waktu buat ngobrol sama Jiji. Ayah gak tau harus mulainya gimana." Perkataan itu pelan. Namun dengan keadaan yang sekitarnya hening, membuat istrinya yang juga duduk di ranjang sebelah Felix juga bisa mendengarnya.
"Kamu selalu jadi jagoan ayah, Ji. Jagoan kecil yang berani ngejagain adeknya." Kekehan geli keluar dari celah bibirnya, beliau membawa sebelah tangannya untuk mengusap halus puncak kepala Jisung yang bersurai kecokelatan itu.
"Beraninya cuman pas Jisung tidur doang."
Senyum canggung merekah di kedua ujung bibir sang Ayah ketika mendengar perkataan mengolok dari sang istri yang kini memperhatikannya dari sisi seberangnya. Tangannya terus berada di puncak kepala Jisung, memberinya usapan halus yang membuat anak itu tanpa sadar semakin menyandar nyaman pada sentuhan Ayahnya.
"Ngomong - ngomong, Changbin sama Minho masih di luar?"
Beliau melirik sekilas pada jendela tinggi dengan kaca bening yang ada di belakang tubuh sang istri. Hanya untuk menemukan dua puncak kepala pemuda dengan surai yang sama masih berada di posisinya masing-masing seperti semula.
Siapa lagi kalau bukan Changbin juga Minho? Yang sepertinya tidak akan beranjak dari sana sebelum keduanya bisa melihat Jisung juga Felix menggunakan dua mata kepalanya sendiri.
"Mereka masih di luar."
"Kamu gak akan ngasih mereka izin buat masuk?" Dua manik itu bertemu. Saling bertukar tatap menyalurkan afeksinya masing-masing yang tidak bisa disampaikan melalui perkataan.
Sebelum akhirnya sang Ayah yang memutus kontak mata terlebih dahulu, dengan cara memaling dan lebih memilih untuk memandangi wajah dua anak kembarnya secara bergantian. Yang terlihat begitu tenang seperti bayi yang baru saja lahir ke dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?