"Jisung, tunggu Bunda di meja makan."
Bola matanya membulat, sedikit terkejut ketika mendengar nada serius yang keluar dari bibir Bundanya yang jarang sekali menggunakan nada otoriternya baik kepada Felix maupun Jisung, apabila tidak ada hal serius yang ingin perempuan itu bicarakan.
Dan Jisung tahu, ketika Bundanya menggunakan nada seperti itu ketika berbicara dengannya, dia tahu kalau setelah ini akan ada pembicaraan panjang juga serius yang akan Bundanya lakukan dengannya.
Maka dari itu, Jisung memilih untuk tidak banyak mengelak apalagi protes terhadap perintah sang Bunda. Dia mengambil posisi duduk dengan punggung yang sama sekali tidak bisa santai, pada salah satu kursi kosong yang sering keluarganya pakai untuk makan bersama.
Felix sedari tadi tidak keluar kamarnya sejak Minho datang, sampai pemuda itu kembali pulang setelah menjelaskan perihal keadaan bagaimana Jisung bisa berakhir dengan wajah terlukanya pada kedua orang tuanya.
Respon Ayahnya hanya berupa anggukkan singkat, wajahnya tetap datar namun Jisung bisa menyadari kalau beliau seperti tidak terlalu memikirkan alasan Jisung melakukan demikian. Ayahnya, malah terlihat sedikit terhibur ketika melihat Minho baik Jisung yang datang dengan luka lecet dengan keadaan baju yang tidak jauh kusutnya.
Seolah merasa sewaktu Jisung pulang dengan keadaan acak-acakan seperti itu, merupakan hiburan tersendiri baginya. Ayahnya selalu melihat Jisung seperti orang kaku yang anti berkelahi dengan siapapun, maka ketika anak pertamanya itu pulang dengan wajah lecetnya, Ayahnya hanya merespon seadanya dan sama sekali tidak memarahi Jisung maupun Minho.
Respon yang mana berbanding terbalik dengan sang Bunda, perempuan cantik itu kentara sekali kalau beliau khawatir dengan keadaan Jisung yang pulang dengan keadaan seperti itu. Sorot matanya tidak bisa berbohong ketika retinanya menangkap wajah Jisung yang terluka, dengan baju yang kusut dan rambut yang biasa tertata rapih itu kini mencuat kesegala arah.
Meskipun bibirnya tidak mengatakan apapun, hanya terdengar decakan yang tidak bisa Jisung artikan itu sebagai decakan marah atau decakan khawatirnya padanya.
Jisung meremat kedua lengannya yang dia letakkan diatas meja, netranya menatap lurus pada semangkuk besar berisi buah-buahan segar yang selalu berada di tengah meja tersebut.
Tidak melihat tanda-tanda keberadaan Ayahnya maupun adik kembarnya, Jisung merasa begitu tertekan dengan suasana yang tidak seperti biasa ini. Bundanya jarang sekali mengajaknya berbicara serius hanya berdua dengannya seperti sekarang.
Perempuan itu lebih sering mengajak Felix, ketika ada hal yang ingin beliau katakan. Begitu berbeda dengan keadaannya detik ini juga.
Beberapa detik lamanya Jisung tenggelam dalam pikirannya sendiri, hingga akhirnya suara derak kursi yang di tarik di hadapannya membuat isi kepalanya buyar dan mendapati Bundanya yang kini mengisi kursi kosong tepat di depannya sekarang.
Hanya dentingan jam yang memecah keheningan diantara keduanya, Jisung tidak tahu sejak kapan keadaan berubah sesesak ini ketika akan berbicara hanya dengan sang Bunda saja.
"Apa yang Minho jelasin tadi bener?" Pertanyaan dingin dari Bundanya itu sedikit membuat Jisung bergidik ngeri.
--Minho, tadi hanya menjelaskan kalau Jisung berkelahi karena kesalahan dari pemuda itu yang tidak pandai menguasai emosinya ketika melihat Jisung yang sengaja dipukul. Minho juga mengatakan pada kedua orang tua si kembar kalau awal permasalahan ini adalah Felix yang dibuntuti oleh seseorang yang sampai membuat adik kembarnya itu terganggu.
Dan Jisung sebagai kakak, hanya tidak ingin melihat adiknya yang ketakutan oleh siapapun.
Hanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?