OO1. Rush Day

2K 279 8
                                    

—niat awal pergi ketempat kejadian perkara dimana mereka menempati tubuh masing-masing untuk terakhir kalinya, taman klenteng pusat kota yang mereka baru ingat kalau tempat itu hanya buka di waktu malam saja.

Dan munculnya notifikasi pesan dari ponsel Felix, perihal adanya kumpul organisasi siang ini yang dia ikuti membuat dua anak kembar itu kelabakan.

Felix bingung harus gimana, sedangkan Jisung masih berada di dalam tubuhnya. Organisasi yang dia ambil berkaitan dengan kelangsungan fakultasnya, Felix ambil posisi penting sehingga agak mustahil kalau ambil absen dalam pertemuan.

Keduanya termenung dalam pikirannya masing-masing. Posisinya masih berada didalam mobil Jisung, belum ada niatan sama sekali untuk keluar.

"Demi apapun, gue bingung ini harus gimana?" Felix, yang duduk di kursi penumpang dengan sengaja menjedukkan keningnya pada dashboard mobil.

Sampai si pemilik tubuh harus menahan kening kembarannya, kalau gak mau ada bekas lebam di kening mulusnya.

"Inget, bro. Itu tubuh gue, jaga sepenuh hati, jiwa dan raga." Ujar Jisung, langsung dihadiahi tatapan sedatar mungkin oleh Felix.

"Lo kenapa sih, gak jadi mahasiwa kupu-kupu aja kek gue?" Jisung lanjut bertanya, matanya gusar menatap parkiran kampus yang ramai lalu lalang mahasiswa.

Felix itu orangnya social butterfly, ditambah lagi masuk organisasi fakultas, ambil posisi penting yang alhasil separuh dari fakultasnya kenal kembarannya.

Berbanding terbalik dengan Jisung, yang dari awal memegang prinsip mahasiswa kupu-kupu lantaran terlalu malas bersosialisasi tapi bukan anak ansos. Kenalannya banyak, tapi gak sebanyak Felix. Hanya beberapa orang, itupun bercakap kalau ada perlu aja.

Dan sekarang, keadaannya yang berada di tubuh Felix yang jelas-jelas berbanding terbalik dengannya, jelas-jelas membuatnya gusar. Ada ketakutan tersendiri dalam tubuhnya kalau berada di lingkungan besar yang belum dia kenali.

"Gue mau banyak relasi, biar pas kerja gampang."

"Yang ngaruh itu skill, bodoh."

"Lo ngerti prinsip 'orang dalem' gak, si?" Felix menatapnya jengah, hampir menjambak rambut sendiri yang sekarang dicat abu. "Gak bisa main kekerasan lagi gue sama lo, urusannya sama tubuh gue sendiri."

Mendengus keras setelahnya yang mana dibalas dengan juluran lidah dari kembarannya. "Tubuh lo bonyok, bukan urusan gue." Lanjutnya.

Notifikasi telepon masuk dari ponsel Felix memotong pembicaraan keduanya, membuat panik menyerangnya lagi dan keduanya sibuk melempar ponsel Felix sambil menyalahkan satu sama lain untuk segera mengangkatnya.

"Lo yang angkat," Felix meletakan ponselnya di paha Jisung. "Tubuh gue lo yang make sekarang, jadi angkat."

"Ah, apaan, lo aja yang angkat." Ponsel diserahkan lagi kepada sang pemilik. "Yang punya urusan lo, ngapain di lempar ke gue."

Felix mengerang kesal. "Suara kita beda, Jisuuung. Dan sekarang lo yang pake tubuh gue, alhasil lo yang angkat teleponnya."

"Gamauu—"

Pip!

"Jisung kenapa dimatiin!? Tadi yang nelpon ketua himpunan, gue bisa di cincang mati!?"

Felix makin frustasi. Nada bicaranya seperti orang yang mau nangis sesenggukan parah, Jisung hanya bisa menatapnya bersalah sekarang.

"Jari gue kepleset, maaf— eh nelpon lagi—"

"Angkat."

Ikon hijau digeser. Sambungan langsung terhubung, dengan segera Felix menekan tombol loudspeakers agar dia juga bisa mendengar semuanya.

switch [jilix] +changlix;minsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang