Duduk di kursi tunggu yang keras di depan sebuah ruangan yang masih belum menandakan seseorang akan keluar dari sana, Minho menatap kosong kearah dinding bersih yang menjadi satu-satunya temannya di sana.
Pikirannya melayang jauh, mencoba untuk tidak memikirkan kemungkinan buruk yang kini berlomba-lomba memenuhi kepalanya. Tangannya yang terluka terlipat di pangkuannya, dengan jari-jarinya yang bermain di ujung bajunya yang sudah tidak terbentuk. Sesekali Minho akan menoleh kearah pintu, menunggu kabar dari dokter yang sedang menangani Jisung di dalam sana.
Detik demi detik berlalu, namun rasanya Minho sudah menghabiskan waktu berjam-jam menatap pintu kayu yang masih tertutup rapat itu. Kalut serta cemas memenuhi pikirannya, namun Minho berusaha sebisa mungkin untuk tetap merasa tenang dan berpikir positif kalau Jisung di dalam sana akan baik-baik saja.
Nathan pergi bersama Felix serta Changbin, entah kemana, sepertinya keduanya tengah membicarakan sesuatu tentangnya yang keduanya sungkan membahas itu di depannya langsung. Sesuatu yang sama yang Nathan pernah jelaskan pada Jisung, Minho belum mengajak pemuda itu berbicara sesampainya di rumah sakit.
Tidak sampai Minho bisa melihat bagaimana keadaan Jisung dengan kedua matanya sendiri, Minho tidak akan mau meninggalkan ruangan ini sampai dirinya bisa memastikan sendiri kalau Jisung memang baik-baik saja.
Felix serta Changbin juga sempat menyusulnya ke gudang, mengingat kedua orang itu tahu kemana tujuannya karena mereka juga yang membantunya melacak lokasi Jisung melalui ponselnya. Namun Minho tidak menyadari itu, mengingat Jisung yang tidak sadarkan diri membuat Minho tidak mampu memikirkan apapun selain Jisung yang berada dalam dekapannya.
Bahkan dia tidak ingat kenapa tiba-tiba memanggil Nathan sebagai seseorang untuk mengemudikan mobilnya ke rumah sakit, meskipun selama perjalanan tidak ada yang berbicara karena Minho hanya terfokus pada Jisung sementara Nathan pada jalanan di depannya.
Minho tahu ini akan menjadi perbincangan hangat sementara waktu di kampusnya, dan tidak heran apabila ini bisa sampai ke telinga Ayahnya. Nathan dengan sengaja menculik Jisung di area kampus, yang mana akan amat sangat naif kalau Minho mengira Ayahnya tidak akan mengetahui ini.
Dia tidak tahu harus mengatakan ataupun bereaksi seperti apa apabila Ayahnya tiba-tiba datang pada saat seperti ini di hadapannya. Entah serentetan kalimat seperti apa yang akan Ayahnya itu katakan padanya dengan keadaan Jisung di dalam sana, terluka karena perbuatannya sendiri.
"Boleh yang lain, asal jangan Jisung."
Kepalanya jatuh menyandar pada tangkupan lengan diatas pahanya, pembicaraannya dengan Ayahnya kembali terngiang-ngiang. Minho tidak tahu harus memasang wajah seperti apa di depan Ayahnya apabila beliau benar-benar berkunjung kemari pada saat seperti ini.
Ayahnya-- tidak sepenuhnya salah.
Ayahnya, pasti sudah bisa memprediksi ini hingga perkataan seperti itu bisa keluar dari mulutnya. Beliau pasti sudah memperhitungkan kalau kejadian seperti ini pasti akan terjadi, apabila mengukur pada bagaimana reputasi Minho serta orang-orang yang selalu saja mengajaknya bertarung. Ayahnya hanya sedang mencoba melindungi Jisung-- dari seluruh bahaya yang tidak pernah Minho duga ataupun bayangkan sebelumnya.
Ayahnya hanya tidak ingin kalau anaknya itu melukai seseorang seperti Jisung.
Punggung menyandar lemas pada dinding di belakangnya, Minho menatap dinding putih itu tanpa ekspresi seolah membayangkan kalau di depannya kini ada Jisung yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Perasaan bersalah terus-menerus menghantuinya, Minho sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Jisung akan begitu berani melempar dirinya sendiri diantara Nathan juga Minho. Menangkis sebilah pisau yang bisa saja menancap pada tubuhnya apabila Jisung tidak menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
Fiksi PenggemarHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?