O21. Escape

883 162 16
                                    

Hanya ada rerumputan hijau sejauh mana matanya memandang. Jisung merunduk agar bisa menatap telapak tangan yang sebagian tertutup kemeja putih yang di kenakannya serta kakinya yang kini tidak beralas apapun. Suara desiran angin terasa begitu menyejukkan menerpa wajahnya hingga menggerakan surai kecokelatannya itu acak.

Jisung memaling. Mencoba mencermati keadaan sekitar yang hanya di penuhi oleh rumput setinggi mata kakinya, dia tidak tahu dimana ini sekarang, ataupun tempat apa yang kini di pijaknya. Namun semuanya terasa begitu nyaman sampai Jisung ingin tetap berada di tempat seperti ini.

"No, jangan tinggal di sini. Waktu kita masih banyak, Ji."

Seruan itu tiba-tiba muncul di kepalanya.

Seolah bisa membaca apa yang ada di pikirannya kini, suara itu lantang menggema memenuhi telinganya. Jisung menoleh liar kemanapun itu untuk mencari dari mana asal suara yang kini memenuhi telinganya, namun hasilnya selalu nihil. Hanya ada rerumputan hijau yang memenuhi dua matanya kini.

"Felix!?"

"Gak usah teriak, gue masih bisa denger meskipun lo ngomong dalem hati juga."

Jisung menoleh kekanan lalu kirinya. Sekedar untuk mencari dimana keberadaan Felix sekarang, namun hanya udara hampa yang menyapu wajahnya sebagai jawaban.

"Lo dimana?"

"Lo gak akan bisa liat gue, soalnya gue di sini cuman bisa ngerasain keberadaan lo sama denger suara lo."

Jisung mendongak untuk memandang langit biru dengan gumpalan yang berada tepat diatas kepalanya. "Lo ... di awan?"

"Maybe? Tempat gue sekarang kaya cewek anime yang waktu itu lo tonton."

Kening Jisung mengernyit. "Anime yang mana?"

"Yang bikin banjir satu kota."

Perkataan itu membuat kekehan meluncur begitu saja dari celah bibirnya. "Lo di awan, Lix."

"Ini gimana cara kita balik?"

Jisung tidak bisa mengetahui Felix sedang melakukan apa diatas sana. Dia hanya bisa merasakan juga mendengar suara kembarannya itu meskipun kini keduanya tidak bisa saling menemukan satu sama lain.

Lama Jisung terdiam, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan menuju arah baratnya. Meskipun tidak yakin akan mendapat petunjuk di sana, namun setidaknya Jisung harus mencari cara bagaimana agar bisa keluar dari tempat aneh tapi terasa begitu nyaman ini.

"Inget semua referensi film yang udah lo liat, Ji." Jisung mengernyit tidak paham ketika mendengar pertanyaan itu. "I mean, jangan ngerasa nyaman nanti lo gak bisa keluar dari sini."

"Oh." Dengungan pelan keluar sebagai respon.

Namun otaknya membenarkan perkataan Felix barusan. Jisung akui ini memang tempat yang nyaman sekaligus bisa menjadi jebakan untuknya, terlena sedikit dia pasti tidak akan bisa kembali ke kehidupan aslinya.

"Jisung, ayo Nak. Bunda tau kamu gak akan nyerah gitu aja."

"Itu ... suara Bunda?" Langkah Jisung seketika terhenti. Kepalanya spontan menoleh keasal suara yang berada tepat di belakangnya.

Hanya untuk mendapati siluet bayangan putih dari Bunda-nya yang kini mencoba menerobos pembatas tak kasat mata yang membuatnya tertahan tidak bisa meraih Jisung. Seperti ada tembok besar yang menjadi pembatas antara Bunda serta dirinya, yang seolah tidak memperbolehkan perempuan yang telah melahirkannya itu untuk masuk.

switch [jilix] +changlix;minsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang