Duduk bersebelahan tanpa mengatakan apapun di halaman belakang rumah panti dengan sekaleng minuman soda berada di tangan masing-masing, keduanya terdiam menikmati semilir angin sore yang menerpa wajah hingga menggoyangkan lembut ujung rambut mereka yang memang sedari awal tidak menentu.
Jisung menikmati sekaleng minuman di tangannya tanpa banyak mengatakan apapun terkait perihal hari ini, dan alasan Minho kenapa mengajaknya ke tempat seperti ini.
Ujung jari serta telapak tangannya penuh oleh coretan bekas spidol, cat air begitu juga dengan krayon yang mewarnai setiap sudut jemarinya kini. Jisung tidak terlalu ambil pusing terkait itu, dia hanya meliriknya sekilas pada coretan yang kini mengering pada kulitnya.
Meskipun lengannya sekarang terasa pegal bukan main, karena harus menggambar banyak bentuk agar hanya untuk bisa menarik seutas senyum pada bibir anak-anak panti hari itu.
Tidak, Jisung tidak menyesali itu semua. Walaupun diajak tanpa alasan oleh pemuda yang kini duduk disampingnya, setidaknya Jisung merasa senang bisa melakukan hal baru seperti ini di hidupnya. Menggambar untuk banyak anak meskipun pada akhirnya pergelangan lengannya akan terasa pegal juga sakit.
Jisung pikir, itu bukan hal yang seberapa jika dibandingkan dengan senyum yang terpatri apik pada setiap sudut bibir anak-anak tersebut. Sungguh, walaupun dia tidak tahu alasan kenapa Minho mengajaknya kemari, setidaknya Jisung merasa senang dengan keberadaan anak kecil tadi.
Bunyi ujung kaleng yang beradu dengan kursi besi yang kini keduanya duduki terdengar sampai telinganya, namun Jisung tidak berniat menoleh keasal suara pasalnya satu-satunya orang yang kini duduk disampingnya adalah Minho.
Pemuda --yang dianggapnya aneh, yang juga sudah mengajaknya kemari tanpa alasan apapun.
"Tangan lo siniin."
Lalu nada bicara yang terdengar begitu tenang mengalun, memecah keheningan diantara keduanya. Berhasil membuat Jisung menoleh dengan kernyitan pada ujung keningnya dengan mata yang sekilas melirik pada pemuda itu.
Benar-benar hanya sekilas, setelah itu Jisung sengaja mengabaikan Minho dengan perkataannya yang sama sekali tidak Jisung respon.
Meneguk isi kaleng yang ada ditangannya lagi, tanpa memperdulikan sosok Minho yang mengambil tempat di sampingnya kini. Jisung berusaha menikmati sepoian angin yang menerbangkan surai kecoklatannya sembari mengabaikan eksistensi pemuda itu.
"Jisung, gue lagi ngomong sama lo."
Lagi, nada bicara yang terdengar begitu tenang kembali mengalun menyapa telinganya. Terdapat tekanan pada perkataannya barusan, seolah memberitahu Jisung secara tidak langsung kalau pemuda itu tidak main-main.
Pun, Jisung menyadari akan hal itu.
Helaan napas terdengar bosan ketika Jisung mengulurkan sebelah tangannya yang tidak memegang kaleng minuman kearah Minho, dengan mata yang sama sekali tidak meliriknya sama sekali.
Obsidian cerah itu sekarang hanya tertuju pada berbagai pohon yang sengaja pengurus panti tanam di halaman belakangnya. Sekilas, Jisung bisa menemukan pohon mangga dengan banyak buah diatasnya.
Yang membuat ingatannya seketika memutar pada salah satu anak gadis yang tadi sempat memintanya untuk digambarkan pohon mangga dengan buah yang lebat diatasnya. Alasannya simpel, karena gadis tersebut menyukai mangga dan salah satu tempat favoritnya adalah halaman belakang panti tepat di bawah dahan pohon mangga.
Gadis itu bilang, itu adalah spot terbaiknya untuk menunggu mangga matang yang jatuh. Yang tanpa sadar membuat Jisung terkekeh geli ketika mengingat itu. Sungguh, terkadang Jisung ingin kembali menjadi anak kecil agar pikirannya tidak selalu penuh memikirkan tugas serta masa depannya yang terkadang membuatnya takut akan hal yang belum tentu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
switch [jilix] +changlix;minsung
FanfictionHanya karena permintaan mereka berdua, semesta membuat keduanya jungkir balik, hingga merasakan pahit manisnya dunia. Hey, it's changlix and minsung. wanna see?