[28] The Last Secret

79 21 0
                                    

Segerombolan pemuda itu tampak takjub dan tak percaya dengan pemandangan yang saat ini ada dihadapan mereka. Sebuah batu Nisan dengan nama Na Jaemin yang tanggal kematiannya baru setahun lalu kini ada di depan mata mereka sendiri. 

"Bagaimana? Kalian percaya jika aku adalah penyintas mesin waktu?"

Jeno masih mengamati batu nisan bernamakan lelaki yang ada di depannya. Tanggal lahirnya memang sama dengan Nana yang dikenalnya. Lelaki itu tampak terkejut. Matanya mengamati Nana dan pusara itu secara bergantian. 

"Jika memang benar, apa alasanmu menjadi penyintas mesin waktu?" Jeno dengan mata yang masih menatap batu nisan di depannya. 

"Untuk kembali kepada gadis yang telah ditakdirkan untukku," Jeno sontak menatap Nana yang kala itu juga menatapnya. Mata Nana menatap Jeno begitu tegas. "Maksudmu Kim Nami?" Haechan.

"Daebak!" Mark dan Renjun bersamaan. 

"Dunia sesempit itu ya gengs!" Haechan sembari menepuk pundak Mark dengan wajah datarnya.

"Seyakin itukah jika Nami adalah ditakdirkan untukmu?" Jeno menginterogasi.

Nana mengangguk mantap, "Kami pernah menikah di dimensi lain. Karena itulah aku kembali. Aku tidak ingin dia menderita setelah kepergianku seperti di dimensi itu."

Jeno menatap Nana begitu tajam. Ia sedikit tidak senang dengan alasan Nana menyintas mesin waktu. Apalagi Jeno masih sangat menyukai Kim Nami. Setelah puas menatapnya tajam, Jeno pun beranjak dari posisinya dan meninggalkan lokasi pemakaman.

"Wuah... sudah seperti berada di dalam cerita dongeng saja nih kita!" Haechan sambil bertepuk tangan.

"Aku tahu kau sangat menyayangi Kim Nami, tapi dia tidak ditakdirkan untukmu Jen." Nana dengan nada lembutnya setelah berhasil menyamakan posisinya dengan Jeno. Lelaki itu hanya membuang muka, matanya lebih memilih mengamati objek lain dibanding menatap sahabatnya sendiri.

🐰🐰🐰

Suasana Kedai Gongmin terlihat cukup ramai hari ini. Di seberang jalan, 5 pemuda yang asal perjalanannya dari Seoul itu mengamati aktivitas orang-orang yang ada di dalam sana. Termasuk Nana yang sedang mengamati aktivitas Xiaojun.

"Kajja!" Ajak Nana setelah jalanan mulai layak untuk diseberangi.

Setibanya disana, Xiaojun pun mempersilahkan Nana dan teman-temannya untuk duduk di meja paling ujung di ruangan itu. "Xiaojun, teman Nana." Lelaki itu memperkenalkan dirinya kepada 4 pemuda yang wajahnya begitu jelas jika mereka sedang kelaparan.

Mereka berempat bersalaman secara bergantian bersamaan dengan memperkenalkan namanya masing-masing. Ada yang aneh dengan tatapan Jeno kepada Xiaojun. Lelaki itu tampaknya tidak asing dengan wajah seorang Xiaojun.

"Apakah kita pernah bertemu?" Tanya Jeno dengan sopan. Xiaojun mengerutkan dahinya sembari menatap mata Jeno yang teduh. 

"Benar! Kita pernah bertemu di Kedai ini. Saat itu, kau datang bersama Chaerin."

Jeno mulai mengingatnya. Dia benar-benar takjub dengan ingatan Xiaojun. Seketika, ia mulai merindukan momen saat ia bersama calon iparnya, Han Chaerin.

🐰🐰🐰

Nami masih bergulat dengan mimpinya yang terlihat begitu nyata. Sinar mentari yang merambat masuk ke dalam kamarnya seolah tak menyurutkan niatnya untuk tetap meladeni mimpinya.

"Andwae! Jangan pergi, Na!" Sentaknya sambil terbangun dari tidurnya. Tubuhnya basah kuyup karena keringat. AC dikamarnya yang sengaja ia setel dalam suhu terendah seolah tidak berguna.

"Nana," ucapnya lemah.

Matanya mulai mengeluarkan cairan yang kini membasahi pipinya. Kim Nami, gadis itu telah mengingat semuanya. Ia ingat awal pertemuannya dengan Nana hingga akhir kisah cinta mereka yang kurang beruntung karena harus membuat mereka berpisah.

Gadis itu sontak beranjak dari kasurnya. Ia berlari meninggalkan ruangan ternyamannya dan memutuskan untuk pergi ke rumah Nana.

Nami seperti orang kebingungan. Lebih tepatnya, dia merasa bahagia karena lelaki yang selama ini di nanti oleh jiwanya akhirnya ada di kehidupannya walaupun ia terlambat menyadarinya.

"Nami, kamu kenapa nak?" Yoona menatap Nami khawatir. Bagaimana tidak? Gadis itu mengetuk pintu pagar kediaman Lim tanpa jeda dengan pakaian yang masih menggunakan piama dan kakinya yang tanpa alas itu.

"Nana kemana tante?"

Yoona menggenggam erat tangan Nami sambil berharap gadis itu sedang tidak kenapa-kenapa sekarang. Apalagi Yoona masih ingat jika Nami menyembunyikan Nana di kamarnya setelah menemukan Nana yang sempat hilang berhari-hari itu. Gadis ini tidak hamil, kan? Batin Yoona.

"Nana ke Busan sama teman-temannya. Baru aja tadi pagi berangkat."

"Busan?" Nami.

"Makasih infonya tante. Nami balik dulu ya," Belum sempat Yoona meng-Iya-kan, gadis itu sudah berlari dengan kecepatan supernya menuju rumah.

"Aneh, gadis itu kenapa ya?"

🐰🐰🐰

Nami segera mengemasi barang yang sekiranya diperlukan. Beruntung jam 11 nanti ada kereta menuju Busan sehingga gadis itu bisa segera menemui Nana hari ini juga.

"Na, tunggu aku," Ia pun berangkat ke stasiun. Sebelumnya, Nami sudah menghubungi Nana melalui ponselnya. Tapi ponsel Nana tidak aktif. Mungkin karena ia sengaja menghemat baterai ponselnya.

Waktu terus berlalu, Nami dengan kereta yang dinaikinya pun berjalan menuju Busan. Ia bahkan masih ingat lokasi yang pernah ia datangi bersama Nana.

"Apa aku ke kuburannya dulu, ya? Untuk memastikan?"

Setelah kereta yang ia tumpangi tiba di Busan, ia segera mencegat taxi untuk mengantarkannya ke pemakaman.

Setibanya di sana, kakinya berjalan cukup lambat. Hatinya berdebar saat ia ingin memastikan keberadaan makam si Nana. Dan betapa terkejutnya dia saat makam Nana masih berdiri kokoh di sana.

Sebuah makam dengan batu nisan berukirkan nama Na Jaemin yang meninggal setahun kemarin.

Gadis itu menangis pilu sembari memeluk batu nisan di depannya. "Na, maaf aku terlambat mengingatnya,"

"Aku janji, aku tidak akan membiarkanmu pergi dari kehidupanku, Na!"

"Aku akan pastiin hubungan kita akan bertahan sampai maut memisahkan kita!"

🐰🐰🐰

Atensi Nana teralihkan dengan sosok gadis ber-ransel biru langit yang sedang berdiri di seberang jalan.

Matanya berusaha memastikan jika gadis itu benar-benar Kim Nami atau bukan.

"Bukankah itu Kim Nami?" Renjun sambil menunjuk ke arah Nami yang sedang menyebrang menuju kedai.

Nana sontak berdiri dari posisinya saat mengetahui jika gadis itu memanglah Kim Nami. Begitu pula Lee Jeno yang cukup terkejut akan keberadaan gadis itu.

"Nana!" Panggil Nami dengan wajah cerahnya. Nana tampak bingung dengan ekspresi Nami yang sudah lama tak dilihatnya itu. Wajah Nami benar-benar cerah dan terlihat begitu bahagia sekarang.

"Nami, ka-kamu ngapain kesini?"

"dan bagaimana kamu bisa tahu tempat ini?"

Tanpa menjawab pertanyaan Nana, Nami pun segera memeluk Nana cukup erat hingga sukses membuat Mark, Renjun, Haechan dan Jeno melongo saat melihatnya.

"Maaf aku terlambat," bisiknya sembari mempererat pelukannya kepada Nana.

Tbc

Wednesday, 30-06-21

TURN BACK TIME ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang