Terbaik adalah jadi lebih baik dari diri sendiri yang kemarin.
- Nathasya (tanpa teguh)Usai mengantar Elgar pergi menjalani operasi malam itu, aku pergi ke lantai dasar untuk menyelesaikan proses administrasi rumah sakit. Setelah itu aku berputar di sekitar rumah sakit untuk membeli makan malam, baru teringat makan karena perutku sudah terasa sakit dan merasa asam lambung mulai naik.
Aku menelpon Bi Lia, meminta izin padanya karena tidak bisa pulang malam ini dan memberitahunya perihal Elgar. Lalu menghubungi Alana, kebetulan letak kos-an Alana tidak begitu jauh dengan rumah sakit.
Dia datang sepuluh menit kemudian ke tempat di mana aku membeli makan. Aku memijam satu stel baju ganti dan selimut padanya. Setelah menceritakan beberapa hal, Alana mengerti dan setelahnya pamit pulang. Aku juga langsung kembali ke rumah sakit.
Aku melirik jam saat menunggu di ruang tunggu, operasi Elgar sudah berlangsung selama 1 jam. Jadi aku mulai menghitung detik di sana, menunggu Elgar keluar. Selang beberapa menit, pintu ruangan operasi akhirnya terbuka, beberapa perawat dengan pakaian biru langit mendorong ranjang sakit di sisi kanan dan kiri. Di belakangnya ada seorang dokter berjalan lebih lambat sambil melepas penutup kepala.
Aku berdiri saat dokter itu menghampiriku. Dia menjelaskan kalau peradangan usus buntu Elgar untung saja belum terlalu parah. Jadi Elgar bisa kembali beraktifitas setelah 5-7 hari istirahat. Dalam satu jam kedepan juga Elgar akan siuman. Sehingga katanya aku tidak perlu khawatir.
....
Aku masuk ke kamar inap Elgar setelah mencuci muka dan mengganti baju. Dia masih belum sadar.
Berhubung tidak ada yang harus kulakukan lagi, dari dalam tas aku mengeluarkan laptop, ingin mengurus persyaratan sidang secara online.
Aku duduk di sofa di ruangan itu.
Tepat ketika aku men-submit berkas ke email pengurus jurusan, terdengar suara serak dan gemerisik kain saling bergesekan.
Aku mengangkat kepala. Elgar siuman.
Aku langsung meletakkan laptop dan mendekat ke ranjangnya.
"Mas, gimana? Masih sakit gak?"
Elgar sempat diam, mungkin mencari tenaga sehingga hanya gelengan lemah yang bisa dia lakukan. Aku mengangguk paham. Lalu menyuruhnya untuk kembali beristirahat.
"Kamu di sini kan?"
Suara Elgar sangat kecil, nyaris berbisik. Beruntung pendengaranku cukup tajam, jadi aku tidak melewatkan bagian ini.
Aku menggeleng. Lalu meyakinkannya aku akan tetap di sini, menjaga dia. Mungkin karena efek obat, tidak lama setelah itu Elgar kembali tertidur.
Keesokan paginya aku bangun dengan badan pegal-pegal. Rasanya seperti habis dipukuli oleh preman pasar yang emosi tempat jajahannya didatangi anak ingusan yang mencari masalah. Benar-benar tidak terbiasa tidur di atas sofa. Padahal jika dibandingkan dengan lantai, sofa masih lebih lembut. Anehnya, aku justu baik-baik saja kalau tidur di lantai atau di karpet. Tapi di rumah sakit, tidur di lantai sama saja cari penyakit. Aku ingat tengah malam tadi terbangun karena kedinginan. Untung saja selain selimut yang diberikan Alana, masih ada selimut cadangan di lemari pasien.
Saat itu pukul 5 ketika aku melirik jam.
Elgar masih belum bangun. Aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah, membersihkan diri, mengambil apa yang aku butuhkan dan membuat sarapan.
"Kamu masak apa Nath?"
Bi Lia baru keluar dari kamar mandi. Dia sedang menopang pipi di meja makan menahan kantuk. Perilisan design baju terbaru sudah mendekati deadline, jadi tidak heran kalau Bi Lia cukup lembur menyiapkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dozent
ChickLitSudah mewanti-wanti supaya tidak bertemu dosen menyebalkan yang kalau sudah beraksi minta dijambak dan dicakar-cakar, nyatanya takdir tidak begitu baik. Kalau sudah begitu, mau tidak mau aku harus berhadapan dengan yang kuhindari.