11. Perhatian Tersembunyi

28.1K 2.9K 66
                                    

Hope you like and enjoy this
Sorry for typo

Happy reading~~

.


.

Yang kecil-kecil itu dikhawatirkan akan jadi besar. -Nathasya

Sumpah! Ingin sekali rasanya aku minggat dari sini kalau tahu Elgar dan Bu Sonya akan mengambil tempat duduk tepat di sebelah mejaku.

Kegaduhan Alana, Andi bahkan aku pun mendadak lenyap dibawa angin karena dekatnya posisi mereka.

Kalau saja tidak sayang dengan makanan dan cacing di perut, aku sudah angkat kaki dari sini sejak tadi. Harus banget ya mereka duduk di sebelah? Masih banyak lho tempat kosong di sekitar kantin. Mau pacaran kok pilih tempat ramai seperti kantin. Padahal dua-dua sama-sama mampu membeli makanan di luar dengan tempat yang lebih kondusif dan eksklusif tentunya.

Tiba-tiba saja pandangan Elgar jatuh ke arahku. Aku terkejut, langsung membuang muka. Tapi sadar kalau akan sangat tidak sopan, maka cepat-cepat aku beralih pada Elgar lagi lalu memasang wajah ramah, memberinya senyum segaris yang kalau boleh jujur, itu terpaksa.

"Makan, Pak?" ucapku basa-basi.
Bukannya menjawab, Elgar malah memalingkan muka pada daftar menu di atas meja. Shit! buang-buang tenagaku saja. Masa aku kalah oleh daftar menu?

Kekehan Alana membuatku spontan mendelik sebal. Aku mendengus ditatap geli oleh Alana dan Andi yang masih stay in kalem menikmati makanan masing-masing. Mereka yang biasa makan angkat satu kaki dan tekuk lutut di depan dada ke atas kursi macam di rumah sendiri atau warung kopi pinggir jalan itu, tiba-tiba tenang seolah kantin ini sudah berubah menjadi restoran ternama yang sekali masuk bisa menghabiskan 6 sampai 7 digit angka rupiah. Jadi harus jaim, harus tampil elegan dan kalem. Prett! Muka dua semua memang.

Makan di samping manusia yang terkadang ingin kutenggelamkan di rawa-rawa itu sangat-sangat tidak baik untuk kehatan jasmani maupun rohani. Bisa berpotensi membuat nafsu makan hilang bahkan mual-mual dan emosi meluap-luap. Apalagi kalau bawaannya ingin minggat begini. Aku buru-buru menenggak sisa Pulpy setelah menyuapkan sisa makananku di sendok terakhir. Setelah menelan habis makanan di mulut, aku berdiri untuk bergegas pergi dari sini.

"Al, titip bayarin, ya?" pintaku sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribu di atas meja. Alana mengerutkan kening, menatapku heran.

"Ngapain buru-buru, Nath?" tanya Alana dengan mulut setengah penuh oleh nasi goreng.

"Udah ditungguin Bang Wahyu sama Kang Arya nih di Sekre," kataku sambil mengetik sesuatu pada layar ponsel.

Tahun lalu aku ikut mendaftarkan diri saat organisasi himpunan jurusan open recruitment untuk mengisi kepengurusan yang baru. Yah, hitung-hitung untuk tambah kesibukan saat jadi mahasiswa. Daripada hanya kuliah-pulang kuliah-pulang. Alasan yang sama seperti yang Rama katakan. Oh, hampir lupa, aku harus menghubungi Rama. Ada beberapa perlengkapan yang perlu dia dan tim siapkan untuk lomba debat bahasa tahun ini.

Rama itu adik angkatku. Jadi di kampus ini ada semacam tradisi Pengenalan Himpunan Jurusan (PHJ) sebelum benar-benar memulai perkuliahan. Kegiatan ini sifatnya wajib bagi setiap mahasiswa baru. Tapi untuk mengikutinya, ada syarat yang harus para Maru itu lakukan. Mereka wajib mencari satu senior -lawan jenis- yang bersedia dijadikan kakak angkat mereka.

The DozentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang