Hope you like this and enjoy
Typo is gift for you ma dear^^Happy Reading~~
Ini dulu dong 🌟🌟🌟 :))"Lo gak tau si rasanya jadi gue."
- Alana-"Macem lo tau aja rasanya jadi gue,"
- Nathasya-
.
.Tidak banyak yang terjadi selain gencatan suara saat makan. Hanya ada suara Elgar yang bulak-balik meminta gelas demi gelas es plus air mineral karena kepedasan. Salah sendiri. Sudah tahu gak kuat pedas, masih juga pesan sambal yang levelnya high. Bagusnya kuapakan manusia banyak gaya seperti dia?
Makanya cari aman saja sepertiku. Pesan yang level pedasnya sedang.
"Coba pesen teh hangat, Pak," saranku. Lama-lama pusing juga melihat pelayan yang sama mondar-mandir ke meja kami.
Elgar menurut dengan memesan segelas teh hangat.
Setelah makan, Elgar langsung mengantarku pulang. Waktu di mobilpun aku lebih baik bungkam. Efek terlalu senang tapi yang harus dirahasiakan. Akhirnya aku akan bisa bernapas lega. Aku akan bisa melepaskan sikap ramah kepura-puraanku ini.
"Terimakasih pak sudah diantar. Saya duluan," pamitku tepat ketika mobil berhenti. Aku melepas seatbelt lalu bersiap turun.
"Gak nawarin saya mampir?" tanyanya ketika pintu mobil nyaris kubuka.
Kepalaku secara otomatis kembali memutar arah. Menatap Elgar yang tangannya masih setia mencengkram kemudi sambil menanti ku bersuara.
Ngarep amat banget ditawarin ya ini manusia? Mau ngapain juga sih?
"Eh, mampir, Pak? Tapi cuma ada teh celup sama air mineral di rumah," terangku asal.
Elgar bergeming sejenak kemudian kulihat kepalanya menggeleng. "Lain kali saja, Ca."
Jambak orang model begini halal gak sih? Tadi minta ditawarin. Sudah kulakukan malah menggeleng. Bukannya aku kecewa Elgar tidak mampir. Kelakuannya itu lho... buang-buang waktu saja.
Bibirku langsung menipis lurus. Aku geram segeram-geramnya, tapi masih waras untuk tidak menurunkan kesopanan dan cari mata sama Pak Dosen.
"Tuh ada temen kamu!"
Elgar mengangkat dagunya sekali. Aku mengikuti kemana arah dagunya dan cukup terkejut menemukan perempuan berambut panjang sedang berjongkok sambil memeluk lututnya di depan pagar rumah.
Alana?
"Saya turun, Pak." Aku buru-buru membuka pintu lalu menghampiri Alana yang entah sejak kapan jadi gelandangan begitu.
Alana langsung berdiri setelah melihatku. Tapi matanya mengikuti kepergian Mobil Elgar yang baru saja melewati kami berdua.
"Kok lo turun dari--"
Aku memindai Alana dari bawah hingga atas. Berantakan. Setidaknya itu yang cukup jelas terlihat. Aku meringis mendapati mata bengkak Alana yang masih sanggup memberi tatapan penuh selidik padaku.
"Ntar gue ceritain. Masuk, yuk?" Aku membuka pagar. Bergeser sedikit dan membiarkan Alana masuk lebih dulu.
"Mau minum apa?" Kataku ketika kami sampai di dalam.
Aku melepaskan sling bag ku lalu melemparnya sembarang ke atas sofa tunggal. Alana ikut mengambil tempat di sofa yang panjang. Dia menghela napas sebelum tubuhnya pelan-pelan terkapar di atas sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dozent
ChickLitSudah mewanti-wanti supaya tidak bertemu dosen menyebalkan yang kalau sudah beraksi minta dijambak dan dicakar-cakar, nyatanya takdir tidak begitu baik. Kalau sudah begitu, mau tidak mau aku harus berhadapan dengan yang kuhindari.