34. Elgar Sakit

11.4K 1.2K 32
                                    

Ada yang lebih membahagiakan dari punya pacar di masa kuliah.
- Nathasya


Hal yang paling bisa membuat seorang mahasiswa tingkat akhir tersenyum bagiku sepertinya  bukan punya pacar, dapat uang kaget atau semacamnya. Melainkan tanda "ACC" di lembar draft skripsi.

Saat keluar dari ruangan Prof. Alam, aku menahan diri untuk tetap kalem dan tidak berteriak histeris meskipun darah dalam diriku bergejolak ingin melakukannya. Rasanya ketika skripsimu di-approve untuk dibawa menuju ke meja sidang seperti mengangkat karung ratusan kwintal yang sudah menindih tubuhmu begitu lama.

Aku meloncat-loncat kecil tidak bisa menahan diri.

Hari sudah jam makan siang. Alana juga baru saja keluar dari ruangan pembimbingnya, mungkin baru saja melakukan konsultasi. Dia menyeretku duduk di bangku panjang di lorong kampus, melihatku senyum-senyum sendiri kekepoannya mencuat.

"Lo jangan bilang..."

"YA! GUE ACC SIDANG!"

Aku langsung memeluk Alana. Terlalu senang sampai ekor mata merembes basah.

"Akhirnya Nathasya!" Alana ikut senang. Dia lalu melepaskan pelukan kami dan berkata, "gue bangga. Tapi gue juga iri." Dia mencebik. "Gue kapan approvenya?"

Respon ini membuatku tertawa untuk sesaat. Lagian dia baru selesai ambil data sudah minta mau approve sidang. Memang kadang-kadang dia ngaco.

"Tabulasiin dulu data lo baru nangis Al cakep."

"Ih lo mah gitu Nath."

...

Habis masa magang, habis masa liburan, aku, Alana dan Andi kembali seperti semula. Meskipun sekarang bukan sibuk dengan kuliah melainkan bimbingan dan mumet berjamaah garap tugas akhir, tapi selama masih berada di kampus yang sama, tradisi kumpul, makan bareng di kantin bawah masih tetap berlanjut.

Aku menatap mereka berdua diam-diam. Tiba-tiba merasa emosional dan terharu. Kalau aku tidak ingat di mana ini dan siapa di hadapanku, mugkin aku sudah menangis.

Aku dan Andi sudah berteman sejak bayi. Literally still from a red baby. Sejak kecil Andi banyak tahu soal aku. Walaupun kami sempat terpisah dan aku sempat marah padanya untuk waktu yang lama karena pergi meninggalkanku sendirian di Bandung, tapi Andi tetaplah orang yang selalu ingin aku jadikan teman.

Begitu juga dengan Alana. Aku dengannya baru bertemu saat memasuki perguruan tinggi. Dia merantau jauh-jauh dari Pariaman, Sumatera Barat ke Bogor adalah hal pertama yang membuatku berpikir bahwa dia adalah perempuan kuat yang bisa aku kagumi. Banyak cerita, dari air mata kami, tawa kami, kesulitan sampai hal menyenangkan kami bagi bersama setelah hampir 4 tahun ini. Bisa kukatakan, Alana sebenarnya juga menemaniku seperti Andi ada untukku.

Andi dan Alana sering mengatakan waktu kami masih aktif kuliah di kelas, "beruntung ada lo Nath, pinter iya jadi tugas gue bisa kelar semua pas gue gak ngerti materinya. Kalo mau kemana-mana gue juga gak bingung, soalnya ada konsultan fashion tanpa nama kayak lo."

Aku tidak merasa itu sebagai ejekan dari mereka. Sebaliknya, justru mereka sedang menyanjungku jauh dari dalam hatinya. Saat itu aku ingin mengatakan bahwa sebenarnya aku lah yang beruntung memiliki mereka di sisiku. Tapi karena tidak tahu cara mengatakannya, aku memilih diam dan pura-pura membanggakan diri dengan menyebalkan.

Pesanan kami siap di atas meja dengan kompak. Aku memesan Kupat Tahu, Andi dengan Gado-gado khas Bi Uum favoritnya dan Alana dengan Bakso Urat langganannya, untuk minum kami semua memesan 2 es teh dan 1 gelas es kopi sasetan.

The DozentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang