Ini terlalu singkat. Setelah ini liat kalo mau publish chapter selanjutnya, liat perkembanganya dulu.
Hope you like it and enjoyhappy reading~~
.
.
Kalau diajak penelitian sama dosen itu seharusnya diterima dengan senang hati. Sebab tidak hanya isi kepala yang penuh sampai mau muntah, tetapi dompetnya juga.
-Nathasya
Setelah tadi siang aku bisa menghirup udara kebebasan dari tugas Elgar yang telah kuselesaikan semalam. Nyatanya sore ini aku harus terjebak lagi di ruangan Elgar, mendapat tugas baru, dan berakhir duduk menghadap layar laptop, lagi, di depan monitoring.
"Tugas tambahannya gimana Nath?"
Aku langsung mendongak. Menemukan punggung Elgar. Kenapa dia selalu ada di mana-mana? Dari gerakannya aku tahu Elgar sedang mengisi absensi online pada komputer.
Aku tersenyum palsu. "Baru setengah dikerjain Pak," infoku langsung berpaling pada laptop lagi.
Kurang dari semenit, Aku bisa melihat sepatu Elgar bergerak dan berhenti di samping kursiku. "Kerjain di mobil aja, yuk?"
Aku mengangkat kepala lagi. "Mobil siapa?"
"Mobil saya."
"What?!"
"Biasa aja, Nath. Lagian ada yang mau saya omongin berkaitan sama tugas kamu itu." Elgar menunjukan kunci mobilnya dari dalam saku. Hah? Serius, Aku cuma bisa melongo, heran juga.
"Saya bawa mobil Pak," kataku mencoba peruntungan. Masa sih orang secerdas dia gak peka sama kode halus begitu.
"Di bengkel?" tanya Elgar sambil memiringkan kepalanya ke kiri.
"Kok, Bapak tau?"
Sudah 5 bulan aku tidak menyervis mobil. Selain karena banyak kerjaan dan tumpukan tugas, rasa malas juga menjadi poin utama kenapa aku tidak segera membawa Ayla ke bengkel. Alhasil, tadi pagi harus mogok di tengah jalan dan kabar buruknya, aku terlambat. Lagi.
"Tadi pagi saya liat kamu kayak orang kesetanan nendang-nendang ban mobil di pinggir jalan."
Wtf! Jadi benar kalau yang kulihat di dalam SUV hitam tadi pagi adalah Elgar? Boleh juga dia ke kampus bawa mobil mewah. Kemarin-kemarin kenapa justru komentar masalah baju yang kupakai?
Astaga lupa. Dia kan ganteng, dosen pula. Ya bebas. Apalagi tunggangannya mobil dengan harga 10 digit. Bisa dipastikan kalau Elgar itu anak orang kaya.
"Lho, kalo bapak liat kok main lewat aja bukannya nolongin saya?" kataku skeptis.
"Saya tolong kamu ya," Elgar menyilangkan tangan di depan dada. Mulai sombong nih. "Buktinya tadi saya biarin kamu masuk kelas biarpun telat."
Pantas saja.Dia juga gak nyinyir tadi. Adem, kalem. Kukira kesambet.
"Oh, iya."
"Saya ambil mobil dulu kalau gitu." Elgar langsung pergi tanpa berniat mendengar jawaban. Peruntunganku tadi sia-sia ternyata.
Setelah melihat mobil Elgar berhenti tidak jauh dari area kampus, aku langsung masuk ke dalam mobil, memasang sabuk pengaman dan menyelesaikan tugas yang sempat ditunda.
"Finish," kataku pelan sambil menutup laptop yang tetap terjaga lebih dari 17 menit sejak aku duduk tenang di dalam mobil Elgar.
"Cepet juga kamu."
Aku langsung menoleh. "Itu pujian 'kan, Pak?" tanyaku penasaran. Akankah Elgar berkata iya meskipun hanya bohong? Sesekali menyenangkan hati mahasiswa tidak salah, kan? Tapi Dia malah fokus menyetir tanpa mengeluarkan tanggapan apa-apa.
Lima menit berikutnya masih tetap dalam kondisi genjatan senjata. Elgar diam saja, dan aku tidak berniat membuka pertanyaan apa-apa. Kapan ini akan berakhir ya Tuhan? Rasanya duduk di dalam mobil super nyaman tapi dengan manusia super menyebalkan itu lain. Yang ada justru aku kepanasan ingin cepat-cepat turun. Iritasi saja bawaannya. Ditambah kemacetan membuatku harus berlama-lama bersama Elgar. Ingin berkata kasar!
"Katanya tadi mau ngomongin tugas yang dikasih ke saya itu Pak?" Akhirnya aku yang menyerah. Terpaksa. Mobil yang kami tumpangi melaju pelan setelah tadi sempat berhenti.
"Semester depan kamu sudah bisa ngontrak KKN, kan?"
Aku mengangguk ragu. "Kenapa emang Pak?"
"Yang kamu kerjain tadi itu salinan data lama penelitian saya. Rencana mau ambil data yang baru semester depan karena semester ini saya sibuk. Gak sempat turun ke lapangan. Saya lihat kamu punya potensi yang lumayan, mau join di penelitian saya?"
Wow, gila! Mimpi apa gue diajak penelitian sama Elgar? Kejutan!
Seandainya yang mengajak ku itu Pak Abi atau dosen baik hati yang lainnya, aku pasti langsung say yes di tempat kejadian perkara. Aku tersenyum memaksa. "Kayaknya saya mau magang aja deh, Pak. Biar dapet pengalaman kerja gitu."
"Turun ke desa buat KKN juga bagus. Anak penyuluhan cocoknya langsung terjun ke lapangan daripada diem dibalik meja," nasehat Elgar saat aku sedang merogoh isi tas.
"Kan kerja, Pak? Berarti gak diem," aku tak terima. "Kenapa harus ke lapangan coba kalau di balik meja saja kita bisa tahu kondisi dan situasi dari data yang ada?" Aku melirik Elgar setelah mengaktifkan ponsel yang sempat kumatikan.
"Gak selamanya data di atas kertas relevan sama keadaan di lapangan, Nath."
Aku manggut-manggut supaya dialog panjang ini berakhir.
TBC-
Salam, SHIN^^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dozent
ChickLitSudah mewanti-wanti supaya tidak bertemu dosen menyebalkan yang kalau sudah beraksi minta dijambak dan dicakar-cakar, nyatanya takdir tidak begitu baik. Kalau sudah begitu, mau tidak mau aku harus berhadapan dengan yang kuhindari.