28. Ask Again

11.8K 1.3K 45
                                    

Dekati dulu ayahnya, baru anaknya.
-Elgar

.
.
.

Perjalanan dari Seokarno Hatta-Tjilik Riwut memakan waktu  hampir 2 jam lamanya.  Setelah turun dari pesawat, lalu melewati boarding check, sebelum aku berhasil meraih kopor, Elgar sudah lebih dulu mengambil alih benda itu.

"Biar saya saja yang bawa," katanya langsung berjalan mendahului.

Ya sudah. Aku cuma mengangkat bahu tak mau peduli. Aku memilih berjalan di belakang Elgar  dengan isi pikiran sendiri, sehingga sewaktu Elgar berhenti aku hampir saja menabrak punggungnya.

Aku mendongakkan kepala, mengintip dari balik bahu Elgar. Suara gesekkan baling-baling dan denging mesin berpadu menjadi suara berisik yang mambuat mataku nyaris meloncat keluar.

HELIKOPTER?

"Ayo." Elgar berjalan lagi sesaat setelah benda dengan baling-baling itu mendarat di landasan terbang.

HAH? GAK SALAH?! Asli gue kaget. Gue sama dia bakal naik ini?

"Ca?"

"Huh?"

Aduh Nathasya, mulai lagi deh lo bego nya. Gue mengutuk diri sendiri karena bukan hanya ini, tapi gue udah sesering itu pasang muka bodoh di depan dosen yang selama ini gue anggap musuh alam semesta.

"Ayo?"

Aku menoleh. Menatap Elgar tak karuan. "Kita naik ini Mas?"

Aku menunjuk benda yang bisa terbang itu ragu.

"Iya. Perjalanan ke sana jauh. Pakai Heli lebih efisien waktu."

"Ya allah berasa kaya Anastasia Steel gue."

"Kamu ngomong apa?"

Aku langsung menutup mulut rapat-rapat. Untung tadi ngomongnya pelan. Bisa repot kalau sampai Elgar dengar. Tapi sebenarnya jauh banget sih kalau dibandingin Heli-date nya si Grey sama Ana, soalnya kalau aku 'kan tujuannya ke kebun sawit, bukan ngedate di atas kota malam sekelas Seattle.

"Hati-hati."

Elgar mengulurkan tangannya saat aku naik ke dalam Heli. Dari pada jatuh, dengan senang hati aku meraih tangannya dan berhasil masuk ke dalam Heli dengan sehat dan selamat. Aduh, jujur saja jadi deg degan gini.

...

Perjalanan yang harusnya memakan waktu lebih dari 2 jam bisa ditempuh hanya dengan 30 menit menggunakan jalur udara. Elgar turun duluan setelah helikopter berhenti di atas landasan khusus yang tidak jauh dari kantor pabrik kelapa sawit milik Antara. Dia lagi-lagi mengulurkan tangannya untuk membantuku turun. Aku jadi bertanya-tanya, Elgar itu sebenarnya memang sesopan ini atau cuma kedok saja supaya aku mau menerimanya?

Hmm

Tapi...

Ah bodo amat deh. Gue gak mau pusing.

...

Pertemuan dengan pihak pabrik berjalan dengan baik. Setelah melakukan breafing, aku dibawa oleh seorang asisten untuk melihat-lihat ke dalam pabrik. Saat sedang memakai sepatu safety dan Alat Pelindung Diri lainnya, aku melihat Elgar sedang mengobrol serius dengan Pak Manager - lupa siapa namanya.

"Mbak Natha, ayo, silahkan?"

Aku mengangguk, lalu mengekori jejak Pak Santo. Beliau ini adalah asisten mesin di pabrik dan sudah bekerja selama hampir 20 tahun. Katanya kalau dia bisa bertahan 3 bulan lagi, saat hari jadi perusahaan, Pak Santo ini bisa saja dapat pelakat emas sebagai penghargaan. Pak Santo bercerita dengan nada riang. Aku bisa merasakan semangatnya dalam bekerja cukup besar meskipun usianya aku yakin tidak lagi muda.

The DozentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang