30

3.7K 210 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Naf. Sudah tidur?" Faris mengetuk pintu kamar Nafis.

"Ada apa?" Nafis keluar dengan muka bantal.

"Boleh aku numpang tidur di kamarmu?."

"Kamu di usir, Nayla"

Faris mengangguk.

"Masuklah". Nafis membuka pintu kamar lebih lebar dan membiarkan nya terbuka

Nafis kembali bergelung dalam selimutnya. Matanya sudah meram. "Karena kamu galau dicampakkan istri. Dan kemungkinan lagi butuh sandaran. Ku ingatkan jangan peluk aku, ya! Atau aku yang akan mengusirmu, bukan dari kamarku. Tapi dari rumah."

"Ya" Jawab Faris singkat. Dia juga bersiap untuk tidur.

"Kamu sudah membuat adikku yang malang bersedih dan kamu beruntung aku adalah kakak ipar yang pengertian. Jika tidak, mungkin saja salah satu gigimu sudah lepas." Ucap Nafis di tengah kantuk nya.

"Aku tau aku salah. Tapi aku sungguh takut menceritakannya, naf. Aku takut dia pergi. Aku takut dia malu, jijik, atau ilfil denganku" Ucap Faris menatap kosong ke atas langit-langit kamar.

"Kamu sangat mencintainya, ya".

"Sangat".

"Yahh, Aku iri. Tapi cintamu itu cinta yang bodoh".

Faris menolehkan kepalanya ke sisi kanan. Kening nya berkerut.

"Kamu mengenalnya sejak kecil. Tapi tak tau kepribadiannya. Coba pikir, kalau kamu menceritakannya sejak awal bagaimana? Dia akan marah seperti saat ini?"

"Tidak.. Tapi aku takut melihat reaksinya."

"Lalu, kalau kamu ceritanya sekarang, apakah dia tidak akan marah? Tidak kan?! Malahan dia marah besar padamu sekarang." Ucap Nafis menyalahkan Faris dengan mata yang tertutup menahan kantuk.

"Lalu, apa bedanya jika kamu ceritakan lebih awal? Dia akan memahamimu dan menerimamu apa adanya. Dia akan mengerti perasaanmu. Nayla tipe yang tidak memasalahkan hal yang telah lalu, dia hanya tidak suka jika orang yang dia percayai tidak memercayai nya juga. Dan kamu sudah melakukan itu, Faris." Lanjut Nafis.

"Asal kamu tau, yang membuatnya lebih kesal padamu adalah kamu sering mengkhawatirkan Aira dengan menyinggung kata masa lalu. Dia bertanya padaku, pada ibu, pada Aira juga. Apa yang kamu sembunyikan darinya di waktu lampau? Apakah kamu punya suatu kejahatan atau kesalahan hingga sering kamu ungkit saat mengkhawatirkan Aira? Tapi aku tidak menjawab pertanyaan nya. Aku minta padanya untuk bertanya padamu. Aku membiarkan dia mendengar nya darimu sendiri secara langsung daripada dari orang lain agar dia mengerti situasimu. Tapi kurasa dia tak berani menanyakannya padamu. Karena apa? Karena rasa percayanya padamu mulai memudar. Mungkin dia pernah menyindir atau melontarkan kalimat pertanyaan yang tersirat dan mungkin kamu mengerti. Tapi tak pernah kamu katakan. Itu yang buatnya kesal sekaligus marah. Setelah lebih dari 3 bulan perjalanan pernikahan, tak kunjung jua ia dengar kalimat penjelasan darimu. Dan tadi lagi-lagi kamu melontarkan kata yang menyinggung masa lalu. Itu lah puncak kesabarannya. Maaf jika aku terlalu ikut campur urusan kalian. Tapi disini aku tidak membela Nayla dan juga bukan ingin menghukummu. Aku hanya memberikan saran sebagai kakak Nayla dan sebagai temanmu." Terang Nafis lagi.

"Aku paham. Baiklah Terima kasih"

Nafis mengangguk pelan "Tidurlah. Sudah malam. Kuharap esok kamu lebih terbuka padanya" Ucapnya sambil memeluk erat guling kesayangannya.

****

Waktu menunjukkan Pukul 5.33, Faris dan Nafis baru pulang dari masjid selepas shalat subuh berjamaah disana. Nafis berjalan ke arah ruang keluarga dan menyalakan TV, Sambil duduk santai di atas sofa. Sementara Faris, langsung memasuki kamarnya. Namun, tak lama kemudian keluar lagi dan berjalan menuju dapur.

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang