25

3.3K 200 4
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Nayla memarkirkan mobilnya di dalam halaman nenek yang luas tanpa pagar. Hampir seluruh halaman nenek dipenuhi dengan bunga berwarna-warni. Ada dua buah meja kayu yang masing-masing memiliki 4 kursi yang mengelilingi meja. Halamannya cukup terawat dan rapi.

Nayla menurunkan barang bawaannya dari bagasi, ada empat kantong dan 2 tas kecil yang ia bawa. Aira turut membantu menurunkan, sementara ibu telah melangkahkan kakinya ke dalam rumah nenek yang cukup luas.

Rumah nenek memiliki luas 300 M² dengan 2 lantai. Terdapat 10 kamar tidur dan 5 kamar mandi. Di karenakan hampir seluruh anak nenek tinggal dalam rumah tersebut beserta cucunya, kecuali cucu nenek yang telah menikah, mereka memilih hidup bersama pasangannya.

Saat Nayla memasuki rumah, Ibu telah duduk dan mengobrol bersama Bibi Sofia, tante Maryam, bunda Shafiyyah, bibi Ruqayyah dan yang paling dihormati nenek tercinta. Ibu menganggukan kepalanya sebagai tanda menyuruh Nayla mendekati nenek.

Nayla hanya menurut dan memberi salam pada nenek. Dia mencium tangan nenek yang telah keriput dengan khusuk. "Assalamu'alaikum, nek. Apa kabar?" Tanya Nayla sebagai pembuka pembicaraannya dengan wanita yang sangat dihormati di rumah ini.

"Waalaikumussalam, kabarku baik" Jawab nenek ramah. Dia menyentuh kepala Nayla dengan lembut.

Nayla tersenyum lebar oleh tindakan nenek. Hati Nayla terasa Hangat. Satu kata yang tepat untuk saat ini. Nayla juga menyalami saudara perempuan ayahnya. Dia juga menyakan kabar mereka. Karena hanya dengan bertanya kabar, rasa peduli akan saudara itu lebih menakjubkan ketimbang pemberian harta benda. Itu yang selalu dipesankan ayah Nayla saat beliau masih ada. Dan Nayla kini sedang menjalankan amanahnya tanpa mengurangi rasa kasih sayang yang tulus.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya tante Maryam.

"Alhamdulillah baik, tante" Jawab Nayla tersenyum ramah. Nayla duduk di salah satu sofa dekat nenek dan di depan ibunya. Di sebelah Nayla ada Aira yang baru duduk setelah bersalaman dengan nenek dan saudara ayahnya.

"Kamu udah selesai ambil spesialis?" Tanya bunda Shafiyyah, anak nenek paling bungsu. Wajahnya sangat mirip dengan nenek jika dilihat saat ini dia seperti nenek ketika muda.

Nayla sibuk mengeluarkan isi kantong yang dia bawa "belum bunda, aku masih sedang mengambil pendidikan spesialisasi, sekarang masih berjalan 2 tahun. Dua tahun lagi insyaAllah aku sudah lulus" Jawab Nayla tanpa melihat ke arah bunda Shafiyyah. Nayla sibuk mengeluarkan 2 cake dan 2 bolu ke atas meja, serta sebuah jilbab untuk nenek dan mukenah untuk bibi Sofia.

"Ini nek. Aku belikan jilbab untuk nenek" Nayla menyerahkan kotak coklat yang di dalamnya terdapat sebuah jilbab kepada nenek. Ia memberikan dengan senyuman.

"Terimakasih" Nenek menerima pemberian cucunya itu dengan wajah yang berseri.

"Ini untuk bibi" Nayla menyerahkan mukenah berwarna putih pada bibi Sofia. Sama seperti nenek, bibi Sofia menerima dengan wajah berseri-seri.

"Jangan panggil dia bibi lagi, panggil dia ummi. Karena dia umminya Faris dan kau istrinya Faris" Tegur nenek pada Nayla. Suara nenek kembali seperti biasa. Tegas dan keras. Nayla tersenyum kecut dan malu karena tingkahnya. Padahal kemarin ibunya sudah mengingatkannya. Sementara ummi Faris hanya tersenyum maklum.

"Untuk kami mana, Nay?" Tanya bibi Ruqayyah sambil menunjuk tante Maryam dan bunda Shafiyyah. Ia pura-pura memasang wajah protes, bahwa Nayla tak adil dalam membagikan hadiah. Masa yang dapat hanya nenek dan bibi Sofia saja, ini sungguh tak adil?

Nayla tersenyum tipis, ia merasa bersalah. Sebagai gantinya Nayla menyodorkan dua kotak bolu kearah saudara ayahnya itu. "Ini untuk kalian, di bagi aja" Jawabnya polos. Dan dibalas dengan wajah kecewa bibi Ruqayyah.

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang