4

7.5K 450 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Satu jam sebelum akad nikah

Nayla yang pingsan membuat ibu dan kakaknya histeris. Ibu terkejut bukan main, saat Nayla jatuh tersungkur tepat didepannya. Kakaknya sigap memangku tubuh adik tersayangnya-walau kadang dia suka menjahili adiknya itu.

Bukan hanya ibu dan Nafis yang terkejut dengan jatuh pingsannya Nayla. Namun, yang lain pun tak kalah terkejutnya. Apalagi Faris yang khawatir dengan Nayla. Dan juga nenek yang bingung, kenapa Nayla harus pingsan tepat di hari akadnya.

"Ibu, bagaimana akad nikahnya nanti?" Tanya Nafis

"Nanti kita bicarakan!. Sekarang kamu bawa Nayla ke kamar Faris, biarkan dia beristirahat di sana. Dia butuh udara, disini terlalu ramai." Kata Paman Rahman. Dia sedikit lebih tenang dari yang lainnya.

"Baik, paman" lalu Nafis mengangkat tubuh Nayla dengan cara membopongnya. Nafis sedikit kesusahan "aduh, Nayla. Kenapa kamu berat sekali, sih?!"

Ibu yang mendengar keluhan Nafis, refleks memukul pundak putranya itu. "Masih sempat juga kau mengejek dia?! Angkat saja apa susahnya. Apa gunanya badan atletis kau itu. Hah. Kita sedang panik, tahu?!." Emosi ibu keluar seluruhnya. Dia seperti bom, meledak-ledak. Bagaimana tidak. Disaat Nayla pingsan masih sempat juga dia menertawakan adiknya.

"Iya, ibu. Maaf" hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulut Nafis. Sedang yang lain, memerhatikan anak dan ibu itu saling bertengkar. Ada yang menahan tawa, ada juga yang tercengang heran.

Nafis membawa Nayla ke kamar Faris. Setelah itu, dia kembali ke ruang tamu yang telah dipenuhi oleh keluarga besar. Mereka saling berdiskusi membahas pelaksanaan akad nikah sebentar lagi. Sedangkan pengantin wanita nya pingsan.

"Sarah, kenapa bisa Nayla tidak tau kalau dia akan menikah?" Nenek meminta penjelasan ibu.

Kepala ibu tertunduk. "Jadi, begini ibu. Saat Faris membawa berita lamarannya ke rumah kami, saat itu Nayla tidak dirumah. Dia dirumah sakit ada pasien yang harus ditangannya dulu. Tapi saat itu, aku berterus terang kepadanya bahwa Faris dan ayahnya datang melamar dia. Tapi dia tidak mendengar suaraku, dia sibuk mengurus pasien kecelakaan. Namun, dia menyetujui lamaran Faris itu asal itu baik untuknya dan aku pun menyetujuinya"

"Hanya sekali itu saja kamu katakan padanya?" Paman Rahman bertanya.

Ibu menggelengkan kepala. "Tidak. Dihari itu juga, sepulang dari rumah sakit. Aku juga menanyakan kepadanya tentang lamaran tadi. Untuk memastikan persetujuannya. Tapi, ada saja halangan untuk menyampaikan kabar baik itu. Setiap aku bilang ke dia. Dia pasti tidak mendengar. Pernah aku ceritakan padanya sewaktu pulang kerja. Tapi dia ketiduran saat aku bicara panjang lebar. Ada saja yang buat dia tidak pernah dengar cerita lamaran itu."

Faris mendengar penjelasan yang disampaikan ibu Nayla. Dia sedikit kecewa. Yang bisa dilakukan Faris hanya pasrah dan berdoa. Begitu pula dengan Nafis dan yang lain. mereka tidak pernah membayangkan bahwa kejadian ini akan terjadi.

"Sekarang ini, bagaimana, bu?" Tanya Nafis

Ibu hanya diam, dia tidak tau harus berbuat apa. Yang lain pun juga menutup mulut mereka. Tidak tau jalan apa yang harus diambil.

Faris ingin mengatakan sesuatu. Mulutnya terbuka. Lalu tertutup kembali. Dia ragu ingin mengatakannya. Tapi, jika ia tidak mengatakan apa-apa. Bisa saja di masa depan dia akan menyesali perbuatannya ini.

"Aku... Aku mencintai Nayla." Keberanian itu akhirnya datang. Mulutnya mengungkapkan sesuatu yang besar. Walau Faris sedikit gugup. "Aku tidak ingin dia terluka. Sungguh. Jika dia terpaksa menikah denganku. Dia tidak akan bahagia. Begitu pula denganku. Aku tidak ingin itu terjadi. Lebih baik pernikahan ini dibatalkan saja."

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang