بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Faris dan yang lainnya, tengah mengaji bersama sambil menunggu azan isya berkumandang. Secara bergantian mereka mengaji ayat per ayat.
Konsentrasi Faris terpecah saat ponsel di sakunya berdering. Ia sedikit menyesal karena lupa menonaktifkan dering ponsel. Paman yang mendengar dering tersebut memerintahkan Faris untuk menjawab telepon dengan lirikan mata.
"Assalamu'alaikum. Iya, ada apa, nay?" Tanya Faris. Dia sedang berada di luar masjid.
"Iya, aku lagi di masjid. Memangnya kenapa? Bukannya kamu tau kalau kami lagi di masjid?"
"Apa?? Kamu mau ke kota? Kenapa? Gak usah di jawab. Aku pulang sekarang juga. Tunggu aku. Jangan pergi dulu. Ingat, jangan pergi tanpa seizinku!" Faris memasukkan ponsel kedalam saku celananya. Dia bergegas kembali ke rumah. Tanpa mengatakan pada ayahnya dan yang lainnya. Pikiran Faris saat ini hanya tertuju pulang dan pulang.
Telepon beberapa menit yang lalu telah menggangu pikirannya. Yang dia takutkan terjadi. Dia pikir, Nayla merasa tidak bahagia dengan pernikahan mereka hingga dengan berani Nayla meminta izin kembali ke kota malam ini juga. Padahal, sesuai yang telah disepakati bersama mereka akan berangkat besok pagi ke kota, setelah shalat subuh. Bukannya malam ini.
Dengan sekuat tenaga Faris berlari menuju rumah. Hati dan pikiran nya saling bertolak belakang. Hatinya berkata, bahwa dia sangat mencintai Nayla dan ia ingin Nayla bahagia dengan kehidupan nya sendiri tanpa bayang-bayang Faris. Namun, pikiran nya berkata bahwa dia ingin Nayla akan terus bersamanya hingga maut memisahkan. Dan dia tak ingin menjadi duda dengan usia pernikahan yang baru dua hari. Kemana malu akan dia bawa.
Faris juga menyesal dengan keputusan nenek. Jika dia tahu sebelum nya, apa yang ada dalam hati Nayla maka dia akan tahu jalan mana yang dia pilih. Tapi, nenek terus memaksa agar dia tetap menjalankan akad sebelum persetujuan Nayla.
Marah dan sedih bercampur menjadi satu. Emosinya tak terbendung. Spekulasi-spekulasi saat ini ramai mengitari kepalanya, menemaninya dalam perjalanan menuju rumah. Dengan ditemani bintang dan sinar rembulan.
****
Cerita kembali sebelum deringan telepon
Nayla menyeret koper birunya keluar kamar. Ibu menampilkan wajah bingung saat ia melihat Nayla membawa kopernya. "Mengapa adak bungsu nya membawa koper dan berpakaian rapi?" Itu yang ada di dalam pikiran ibu saat ini.
"Nay, mau kemana kamu?" Tanya ibu. Seketika ruangan yang tadi sibuk membaca Al-Quran, mendadak hening dan mereka semua menolehkan kepala mereka ke arah Nayla.
Nayla yang ditatap semua orang menjadi gugup. Sebenarnya dia takut di marahi oleh nenek, tapi ini menyangkut pasiennya yang sedang membutuhkan bantuan. Dia harus berani. "Aku akan pulang, bu... "
"Apa? Kamu pulang?" Ibu bertanya histeris
"Kenapa? Faris menyakitimu?" Tante Maryam pun bertanya tak kalah histeris daripada ibu
"Kita besok pulang nya loh, nak. Katakan pada ibu, apa Faris menyakiti mu?" Ibu malah menyakini opini Tante Maryam.
Nayla menggelengkan kepalanya. "Bukan, bu. Abang Faris tidak menyakiti ku. Aku harus pulang sekarang karena pasien ku membutuhkan bantuanku, bu. Dia tak per..."
Ibu sudah tak sabaran dengan penjelasan Nayla hingga dia berspekulasi "Emangnya gak ada dokter lain apa? Harus kamu gitu yang musti me..."
"Ibu, kumohon berhenti bertanya, bu. Tolong dengarkan aku" Emosi Nayla mulai naik. "Dan semuanya mohon dengarkan aku. Jadi begini, bu. Seorang pasien yang aku operasi kemarin lusa bersama Prof. Zikri, dosen sekaligus dokter ahli bedah terbaik di rumah sakit aku bekerja, sekarang mengalami keadaan yang kritis, bu. Jantung yang kami donorkan ke pasien itu menolak terhadap tubuhnya hingga membuat darah yang dipompa jantung jadi tidak stabil. Hingga kesadarannya hilang. Satu-satunya jalan yaitu operasi. Kemarin pagi, saat aku memeriksa keadaan pasien, kinerja jantung yang di transplantasikan padanya sudah membaik tapi maghrib tadi, tubuhnya malah memberontak donor jantung tersebut. Entah apa yang salah, aku juga tidak tau bu. Yang pasti saat ini aku harus kembali ke kota?!. Pasien ku membutuhkan pertolongan ku, bu." Nayla menyudahi penjelasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Shock ✔
RomanceNayla seorang gadis berumur dua puluh empat tahun. Dia adalah seorang dokter umum yang sedang menjalani pendidikan spesialisasi bedah. Suatu hari ibunya meminta dia untuk segera pulang dan berkunjung ke kampung halamannya, sebab akan ada sebuah acar...