6

7.7K 460 3
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Ya, Allah. Apakah aku benar-benar sudah menikah?? Kumohon sadarkan aku jika ini hanyalah mimpi?! Aku tau, tidak sepantasnya aku mengeluh karena ini semua adalah nikmat. Tapi aku malah mengeluh kepadaMu. Maafkan hamba ya Allah. Tapi sungguh,, aku belum siap menjadi seorang istri yang baik.

"Ya, Allah, Ya, Tuhanku. Sesungguhnya Engkau lah adalah Maha Tahu apa yang tidak ku ketahui. Kuatkan aku dalam masalah ini. Ya Allah.

"Aku takut ya Tuhanku. Aku takut jika aku dapat menodai pernikahan yang suci ini. Aku takut jika aku tidak bisa menjadi istri yang baik. Aku takut azab-Mu yang amat pedih, Ya Rabb ku. Aku pun juga tau bahwa masalah ku pasti ada jalan keluarnya dan aku mampu melewati ujian ini. Aku tau masalah yang datang kepadaku hanyalah sepele. Tidak seperti Maryam, apalagi Khadijah. Yang melewati ujian-Mu yang sangat berat. Tapi aku takut ya Allah. Aku takut jika aku tidak dapat menghargai suamiku. Aku malah membawanya ke neraka-Mu yang amat pedih itu. Padahal dia adalah seorang yang sholeh. Sedangkan aku, hanya hamba yang penuh dengan dosa.

"Aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Mungkin ini sudah suratan takdirku. Maka dari itu aku mohon kuatkan hatiku. Engkaulah yang maha mendengar dan melihat apa yang tak terlihat olehku. 
Aamiin."

Nayla mengusap kedua wajahnya. Seluruh keluh kesahnya sudah ia kadukan kepada yang maha pencipta semesta alam. Beban yang terasa menghimpit hatinya sudah terasa ringan. Mungkin dia hanya perlu ikhlas dan menerima takdirnya itu.

****


Nayla mendengar Suara ketukan pintu yang berasal dari luar. Seketika dia bangkit dari duduk di atas sajadahnya.

"Nayla, ibu masuk, ya." Ibu membuka pintu kamar. Dibelakang ibu ada nenek dengan wajah tenang. Kacamata yang digunakan nya terlihat sangat tebal. Terdapat lingkaran biru. Sebiru laut yang melingkari mata nenek, lingkaran itu biasa disebut dengan katarak. Namun, ketajaman matanya masih jelas terpancar.

Mereka duduk bersama diatas kasur Faris. Keadaan kamar saat ini penuh dengan hiasan layaknya kamar pengantin. Disisi kiri kasur terdapat meja kayu dengan warna putih, diatasnya ada mahar pernikahan. Jendela ditutupi dengan gorden yang cantik berwarna cokelat. Sebuah sofa terletak di dekat jendela.

"Nayla. Kau marah padaku?" Nenek mulai berbicara. Suaranya terdengar lelah. Lelah dengan pahit manisnya kehidupan.

"Tidak. Untuk apa aku marah sama nenek" Nayla menggerakkan tangan. Dia merasa bersalah.

"Mungkin kau marah karena aku yang menyuruh mereka memulai akad nikah saat kau pingsan. Aku juga yang meminta Faris agar tidak membatalkan pernikahan ini. Tapi Asal kau tau, Sebelumnya dia enggan memulai akad nikah saat kau pingsan. Dia tidak ingin kau terpaksa menikah dengannya. Tapi, aku tidak setuju dan membujuknya untuk memulai akad tanpa dirimu. Jadi, aku minta maaf" Perasaan menyesal mengisi hatinya. Ego menyuruhnya agar tetap melaksanakan akad nikah. Tindakannya mengakibatkan perubahan masa depan dua insan manusia, entah berubah kearah yang baik atau buruk.

Mata Nayla sedikit membesar. Dia baru tau bahwa Faris ingin akad nikah tadi dibatalkan saja karena dia mungkin akan terpaksa.

"Iya. Dia juga meminta akad nikah dilaksanakan di rumah saja. Bukan di masjid. Dia pikir kamu mungkin akan bangun saat akad dilaksanakan. Dan dia juga mengkhawatirkan dirimu. Takut kamu kenapa-napa." Disisi lain, Ibu merasa bahagia, anak perempuan nya sudah menikah. Tinggal anak sulung nya saja yang belum nikah. Padahal umurnya sudah hampir kepala 3.

Nayla hanya diam dan tersenyum tipis.

"Kamu sudah makan? Ibu belum melihatmu makan sejak dari rumah hingga kamu bangun dari pingsan." Ucap Ibu khawatir.

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang