22

3K 204 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Matahari sudah tergelincir pada ufuk barat. Burung merpati kembali terbang ke sarangnya setelah perjalanan panjang. Nayla tengah menikmati teh lemonnya sambil melihat Faris menyiram bunga. Bunga yang berdiri menikmati matahari seharian ini menjadi bahagia kembali setelah melewati hari terik. Bau tanah yang kering mengeluarkan aroma yang khas. Teh lemon Nayla terasa lebih segar.

"Aku selalu melihat abang menyiram bunga di pagi dan sore hari. Abang sangat suka bunga?" Tanya Nayla.

"Bisa dibilang seperti itu"

"Ooh".

"Sebenarnya aku tidak hanya menyukai bunga, seluruh ciptaan Allah aku suka, seperti hewan, tumbuhan dan lain-lain. hampir seluruh tanaman pun aku menyukainya. Tapi, karena di halaman rumah hanya ada bunga jadi aku hanya menyiram bunganya agar tidak layu. Sebenarnya bagiku bunga adalah ciptaan Allah yang indah, dia akan mekar dengan cantik saat Allah mengizinkannya untuk mekar. Itu juga salah satu alasan aku memilih jurusan pertanian dan bekerja di bidang tanaman daripada aku berkutat di depan komputer dan membaca laporan-laporan, seperti kakakmu yang selalu terlihat kelelahan dan jadi stress hingga usil di rumah".

Faris menunjuk Nafis yang baru saja datang dari pulang kerja. Dia menganggkat seekor kucing dan menggendongnya. Dia berjalan mengendap-endap mendekati sofa dan "hiya.. Hiya.. Hiya..." mengejutkan ibu dengan kedua kaki kucing bagian depan seperti petarung yang memukul lawannya.

Ibu yang terkejut, secara spontan
memukul balik anak sulungnya. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali dengan keras. "Kau.. Kau.. Ingin keluar dari kartu keluarga, hah?! Pergi!" Ibu mendorong Nafis dan menendang bokongnya.

Nayla dan Faris hanya melihat interaksi ibu dan anak yang sedang perang tanpa niat melerai. Nayla sudah tak habis pikir dengan tingkah kakaknya itu, jika dia berada di posisi ibu, bukan hanya keluar dari kartu keluarga, tapi udah masuk rumah sakit bahkan surat kematian akan keluar sebentar lagi. Karena itu bukan pertama kalinya Nafis bertingkah seperti itu.

Nafis melangkahkan kakinya menuju Faris dan Nayla sambil cekikikan. Dia cukup puas dengan kejahilan hari ini. "Hai" Nafis melambaikan tangan pada Nayla dan Faris.

Nayla malas membalas begitu juga Faris.

"Kamu masih suka menyiram bunga?" Tanya Nafis. Dia duduk di sebelah adiknya.

"Ya, begitulah" Jawab Faris tanpa menoleh ke lawan bicara nya. Tangannya sibuk memegang selang air.

"Nay" Panggil Nafis.

Nayla menoleh pada kakaknya dan memasang wajah seperti berkata "apa"

"Dia suka sama kamu itu karena bunga juga. Kalau gak percaya coba tanya ke orangnya langsung" Ucap Nafis. yang membuat Faris menghentikan aktifitasnya. Nayla menatap wajah Faris meminta kebenaran.

"Bagaimana kamu bisa tau? Waktu itu, kamu bilang gak tau" Katanya gelagapan. Kedua telinganya memerah.

"Kamu itu sukanya terlalu kentara".

"Benarkah? Kapan waktunya?" Tanya Nayla penasaran.

"Mungkin waktu pertama kali kami masuk SMP. Tapi, dia memilih masuk pesantren. Kamu memberikan bunga padanya sebagai ucapan selamat. Tapi bunga yang kamu berikan itu bukan bunga mawar, melati, lili, atau yang lain. Kamu malah kasih dia bunga tai ayam. Aduhh... Aku gak bisa lupa sama kejadian itu... Lucu, nay" Tawa Nafis. "Dengan percaya diri kamu bilang 'karena abang suka bunga. Aku kasih bunga ini sama abang. Gak salah kok kalau abang suka sama bunga, yang salah itu mereka yang meremehkan bunga. Abang sama seperti bunga ini, abang bunga yang indah dan bermekaran sedangkan mereka tai ayamnya yang busuk' Lucu nay. Lucu. Kamu yang gak tau arti kata-kata itu malah sok kepedean. Udah itu, ingusmu keluar-keluar lagi, kamu sok dewasa padahal masih bau amis. Gak tahan aku nay. Nah, suami mu ini, malah berkaca-kaca menerima hadiahnya. Membayangkannya saja udah lucu. Hahahahah" Nafis tertawa kencang.

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang