14

4.7K 283 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Bu. Ibu. Kami datang. Tolong buka pintunya, bu?!" Ucap Faris setengah berteriak. Dia sedikit menyesal sudah meminta ibu mengunci pintu. Akibatnya dia dan Nayla tidak bisa masuk ke dalam rumah.

"Mungkin ibu lagi tidur. Coba kulihat di dalam tasku Mana tau aku membawa kunci cadangan". Nayla membuka tasnya dan mulai mencari kuncinya. "Biasanya sih, aku bawa. Tapi.. Kok gak ada ya. Aduhh.. Tinggal di dalam kotak pensil ku di atas meja dalam kamar"

"Aku coba telpon ibu, ya" Usul Faris

Nayla menunggu dengan gelisah. "Gimana??"

"Aku coba sekali lagi"

Nayla menggigit jarinya dan menunggu dengan penuh harap.

Faris menggeleng dan buat Nayla kecewa. Pasalnya di waktu ini, angin dan suhu mengalami penurunan. Yang mengakibatkan Nayla kedinginan, terbukti dengan tangannya sudah ia lipat di depan dadanya. "Gimana kalau Kita ketuk pintu nya lebih keras aja dengan suara yang lebih lantang juga pastinya. Mana tau ibu akan bangun kalau dengan cara itu" Usul Faris lagi. Dengan senyum getir

"Oke" Nayla menjawab dengan lesu.

Mereka kembali berusaha mengetuk pintu dan memanggil ibu dengan suara teriakan yang di tahan. Sebab mereka takut membangunkan tetangga dengan suaranya. Namun sayang, beliau tak juga menanggapi.

"Mungkin ibu sedang tidur lelap. Saking lelapnya, beliau gak kedengeran kita panggil berkali-kali" Nayla memutuskan duduk di bawah pintu. "Udahlah bang, sebentar lagi shubuh. Ibu pasti bangun, saat itu kita panggil lagi. Sekarang duduk aja dulu. Capek, nih."

Faris mengikuti Nayla duduk di bawah. Mereka sama-sama memandang ke depan. Melihat langit malam dengan bintang dan bulan bersinar terang. Untuk beberapa saat tak ada yang berbicara duluan. Nayla rindu kasurnya. Dia terlalu lelah untuk ngomong satu kata saja. Malam pun juga dingin. Membuat dia semakin merapatkan mulutnya.

"Nay. Kamu ngantuk?" Tanya Faris. Sudah beberapa kali dia melihat Nayla menahan kepalanya yang sering jatuh dengan mata tertutup.

"Abang bilang apa tadi?"

"Kita masuk ke dalam mobil aja, disitu kamu bisa tidur, lagian di luar dingin. Ayo" saat Nayla baru setengah sadar, Faris sudah menarik lembut tangan Nayla.

Nayla tidur di kursi belakang. Dalam sekejam dia sudah tertidur pulas. Rasa lelah membuatnya tidur dengan nyaman, walau bukan di tempat yang lazim buat tidur. Faris berinisiatif mengambil sebuah selimut atau kain --dalam koper yang Nayla bawa-- buat menyelimuti Nayla. Karena ia melihat Nayla tidur meringkus seperti kedinginan.

****

Pagi jam 7, Nayla baru saja bangun. Rambutnya tampak awut-awutan, bajunya kusut disana sini, celana training yang ia kenakan terangkat sebelah dan diturunkan sebelah serta Belek di ujung mata masih bersisa. Bukannya ke kamar mandi, dia malah keluar kamar dan menuju ke lantai atas, --dimana kamar Nafis berada-- Masih dengan keadaan layaknya manusia yang banyak masalah. Alias Kusut.

"Kak" Dengan berani dia memasuki kamar Nafis Tanpa ketukan pintu terlebih dahulu. "Kak, kamu di mana?" Matanya masih setengah terbuka. "Dimana sih?" Puas dia mencari pemuda tersebut. Dan berpindah ke ruang keluarga juga tak ketemu, lalu di carinya ke dapur, juga tak bersua. Saat berbalik. Dia melihat seorang pria tengah menyiram bunga. Dengan langkah gontai dan sesekali menguap lebar, gadis dua puluhan tersebut terus melangkah ke arah taman belakang. "Aneh. Kok kakak bangun pagi, sih. Biasanya juga jam 9 baru bangun. Tambah anehnya lagi, dia malah siram bunga, bukannya langsung makan. Dasar kebo aneh?! Tumben dia rajin?!"

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang