19.5

3.4K 219 1
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Burung pipit berkicau menyambut pagi di atas ranting pohon yang basah. Daun-daun meneteskan bekas air hujan yang telah mengembun. Matahari keluar dengan menyambut suka.

Faris tengah asik menyiram bunga di atas teras yang tak terkena hujan sambil melantunkan asma ul-husna. Dia juga mencabut bunga yang layu atau daun yang sudah mati.

Sedangkan Nafis, duduk di salah satu bangku teras sambil membaca koran pagi. Ditempat lain, Nayla sedang memasak bersama ibu dan Aira.

Kemudian, tak lama setelahnya Nayla datang mengahampiri mereka "Abang, kakak, ayo makan?!" Ajaknya.

Faris menaruh tempat penyiram bunga atau yang bisa di sebut gembor di sudut teras. Lalu dia mengikuti Nayla ke dapur bersama Nafis yang sudah jalan di depannya.

Sarapan pagi ini adalah sup bakso, dengan berbagai macam sayur di dalamnya serta telur dadar dan buah apel sebagai makanan bervitamin.

Mereka makan dengan sedikit obrolan ringan di pagi hari, tapi berbeda dengan Nafis dan Faris obrolan mereka malah beralih ke pekerjaan. Mereka adalah rekan bisnis. Faris dan Nafis bekerja pada perusahaan minyak kelapa sawit yang sama. Namun masing-masing mereka memiliki bidang yang berbeda.

Perusahaan itu awalnya adalah tempat usaha kecil mengolah minyak kakek Nayla. Hanya sebuah emperan toko kecil. Pada saat itu, hanya kakek lah seorang pemilik mesin pengolah sawit menjadi minyak yang ada di sekitar desa, di kampung Nayla. Jadi, setiap panen sawit, masyarakat disana yang bermata pencaharian petani sawit akan membawa sawit mereka pada toko kecil kakek untuk diolah menjadi minyak.

Dari sanalah ayah Nayla berpikir untuk mengembangkan nya menjadi lebih besar. Ayah Nayla yang hanya tamatan SMA, berusaha untuk membuka toko kecil kakek menjadi lebih besar. Yang awalnya hanya mengolah sawit orang lain menjadi mengolah sawit sendiri dengan membuka lahan dan memanen sendiri. Usaha itu membuahkan hasil yang baik, kemudian ayah Nayla berencana membuka usahanya dikota. Namun hal itu ditentang keluarga. Dengan kegigihan nya, ayah Nayla dapat membuka usahanya di kota walau tidak besar--cukup bagus untuk sebuah permulaan.

Namun, usaha itu mengalami naik turun. Perekonomian dunia dan negara saat itu tak stabil, beliau yang hanya tamatan SMA, tak begitu mengenal dunia perekonomian dan bisnis menjadi kalang kabut. Sawit mengalami penurunan yang drastis, perdagangan menjadi tak terkendali. Profit yang dia peroleh tak sebanding dengan kerugian. Usaha ayah Nayla menjadi gulung tikar.

Ayah Nayla pulang ke kampung halaman dengan membawa kekecewaan dan kesedihan. Ia akan memulai dari awal lagi dan ia akan belajar bagaimana dunia perekonomian dan bisnis bergerak. Dengan keberanian, ayah Nayla memulai usaha dengan kesiapan yang matang. Namun, ia membutuhkan modal yang cukup besar untuk usahanya. Ia membutuhkan investor untuk menambah modal.

Tapi, tak seorang pun yang bersedia membantu. Kakaknya (Paman Rahman) yang hanya bekerja sebagai PNS di balai desa dengan senang hati membantu ayah Nayla--dengan menjual mobil dan perhiasan istrinya-- dari sanalah ayah Nayla memulai usaha.

Sekarang, usaha tersebut menjadi begitu pesat, beberapa kerja sama telah terjalin dengan perusahaan lain. Sejak kematian ayah Nayla, Nafis lah yang mengambil alih perusahaan dan didampingi Faris sebagai pemilik saham terbesar kedua dalam perusahaan tersebut.

Walau Faris pemilik saham kedua terbesar (seperti direktur atau manajer, karena dia bekerja di perusahaan Nafis yang seharusnya dapat menduduki salah satu kursi tertinggi di perusahaan), namun dia hanyalah karyawan biasa yang mengawasi dan memantau keadaan ladang sawit. Tugasnya bukan itu saja, dia berhak memerintahkan menambah atau mengurangi debit air pada ladang sawit apabila ladang tersebut kekurangan atau kelebihan air --tanpa menunggu hujan-- atau Bahkan dia juga yang mengawasi dan berhak menguji coba, bagaimana cara agar sawit tersebut cepat panen dengan kualitas yang baik. Hal ini dikarenakan Faris adalah seorang tamatan sarjana dengan jurusan pertanian.

"Bagaimana jika bulan depan kita memulai uji coba yang kamu buat itu pada ladang sawit yang sering rusak itu?" Saran Nafis pada Faris. Mereka sudah selesai menyantap makanan mereka masing-masing. Saat ini, mereka tengah asik meminum kopi hangat.

"Tapi bukan kah anggarannya terlalu besar dan peluang berhasilnya hanya 50: 50, bukankah itu terlalu beresiko?"

"Dalam bisnis perbandingan 50: 50 itu sudah besar. Kamu tau, kita harus mengambil percobaan ini untuk hasil yang lebih besar. Lagian hanya satu lahan yang kita coba, bukan seluruh lahan?! "

Faris berpikir "Aku akan kembali mengujinya dulu. Dan menaikkan probabilitas nya menjadi 60: 40 jika bisa"

"Wah, bagus bagus"

Mereka terus berbicara membahas tentang peluang bisnis. Makin Nayla dengar, semakin dia tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Bi, aku berangkat dulu ya" Pamit Aira pada ibu Nayla.

"Aira, kamu mau pergi ke kampus?"

Aira menghentikan langkahnya "Iya, bang".

"Siapa yang mengantarmu?"

"Aku akan pergi sama ojek online aja bang".

Nafis berdiri, dan bersiap pergi. "Aku saja yang mengantarmu, ai. Biar gak repot naik ojol"

"Tidak, naf. Aku yang akan mengantarnya" Faris menghentikan langkah Nafis

"Biar aku saja, sekalian aku akan ke kantor juga. Lagian juga searah" Usul Nafis.

"Maaf, naf. Jika aku ada, tak perlu seseorang tuk menjaganya. Aku adalah perpanjang tangan abiku. Ini juga hari pertama dia kuliah, aku harus memastikan adikku sampai pada tujuannya. Jadi, biar aku saja" Ucap Faris.

"Kenapa seperti itu, nak? Biar dia bersama dengan Nafis saja" Ibu tak setuju dengan usulan Faris

"Maafkan aku, bu. Tapi ini adalah perintah ummi ku sendiri. Aku harus menjaganya dengan baik. Dia adikku satu-satunya. Jika dia kenapa-napa aku yang harus di salahkan. Aku tak mau, kejadian masa lalu dapat terulang lagi"

"Baiklah. Jaga dia, nak" Ibu paham dan akhir nya menyetujui ucapan Faris

"Ayo" Sebelum pergi, faris membalikkan badannya ke arah Nayla. "Nay, kamu jam berapa kerumah sakit?"

Nayla yang hanya diam dan menyaksikan 'perebutan' antara mereka dan berpikir masa lalu apa yang mereka bahas "Eh. Jam 10 nanti".

"Aku harus mengantarnya dulu. Nanti aku juga akan mengantarmu" Nayla hanya mengangguk kebingungan. Bawa maskermu, ai!".

"Assalamu'alaikum. Kami pergi dulu"

*****

Jazakumullahu khairan

Jangan lupa vote dan comment nya

14 Mei 2020

Wedding Shock ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang