Entah apa yang semesta rencanakan, rasa seakan terus di permainkan.
Mencintainya bukanlah hal semu, namun semesta menghadirkan orang baru.
Seakan berkata, "Pilihlah orang itu untuk menjadi pendampingmu."--Auristesya--
***
Ruangan bernuansa putih biru itu begitu terasa tak berpenghuni, kesunyian yang berselimut membuat keheningan membentang di setiap sudut.Gadis itu tetap fokus menatap infus yang tertancap di punggung tangan kirinya. Jujur sebenarnya ia tak nyaman, sekujur tubuhnya terasa lemas setiap kali ia sadar melihatnya.
Ia bahkan tak banyak menggerakan tangan kirinya sejak sadar bahwa infus itu tertancap disana. Tapi lebih baik tak usah memikirkannya, ia yakin infus itu tak akan membuatnya mati konyol disini.
Nafasnya berhembus berat, sudah hampir 2 hari ia terbaring di brankar rumah sakit. Pusing di kepalanya sudah mulai mereda begitu pula dengan kaki kanannya, namun ia masih harus di rawat.
Bunyi pintu dibuka membuatnya menoleh, ia melihat Mamanya masuk dengan tas jinjing kecil di tanganya.
"Gimana Sya, kamu udah ngerasa baikan?" Tanya Mama berjalan mendekat kearahnya.
"Udah lumayan Mah, Tesya udah bisa senyum semanis ini lagi kan." Tesya tersenyum lalu terkekeh.
Citra mengusap kepala anaknya lembut, tersenyum hangat sebagai balasan.
"Mama bawa apa?"
"Bubur sama buah." Citra meletakan tas itu di meja dekat brankar.
"Kamu makan dulu ya," ucapnya mengeluarkan kotak makan berwarna biru langit dengan warna sendok senada.
"Mama buat sendiri pasti enak, kamu bakalan suka."
"30 menit lagi ya Mah, Tesya belum laper soalnya."
"Bener ya? Jangan ditawar lagi." Peringat Mamanya.
Tesya mengangguk lalu tersenyum sumringah, bunyi pintu kembali dibuka membuat keduanya langsung menoleh.
"Assalamualaikum Tante. Maaf, boleh minta waktu buat bicara sama Tesya?" Tanya gadis itu saat sudah di dekatnya sambil menyalami Mamanya.
"Waalaikumsalam, iya tentu boleh." Mamanya langsung membalikkan tubuhnya, duduk di sofa ruangan itu.
Sudah hampir 15 menit ia mendengarkan omelan sahabatnya ini, Tesya berdengus sambil sesekali merotasikan kedua bola matanya jengah.
Dilihatnya jam dinding di pojok kanan, 20 menit sudah gadis itu tetap mengomel tak jelas.
"Matanya gak usah belanja! Cukup liat gue sama Risa!" Ya, gadis itu adalah Kirana dan Risa.
"Berapa kali gue bilang kalo ada apa-apa tu bilang, benerkan Ris?"
"Bener banget," timpal Risa.
Entah sudah berapa kali Kirana mengucapkan kalimat yang sama.
"Gue sampe ga fokus belajar gara-gara lo gada di kelas, iyakan Ris?"
"Emang biasanya juga gitukan?"
"Ini beda Risaaa! Kali ini gue bener-bener ga fokus!" Sewotnya, Risa hanya manggut-manggut saja sepertinya ia juga bosan.
"Gue sampe males ke kantin gara-gara lo gada, rasanya kaya kehilangan hewan peliharaan yang setiap hari ngintilin kemana-mana."
Sontak itu membuat mata Tesya membulat sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTESYA
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] "Sya kayanya lo harus rubah strategi deh, kejar dia secara blak-blakkan. Ngejar dia secara elegant ga jamin lo dapetin dia" *** "Pokoknya kak marvin harus jadi pacar aku atau suami aku giman...