37

20 5 0
                                    

Malam terakhir mereka diisi dengan acara api unggun dan juga atas usul Andin mereka nobar.

"Makanan kita masih ada gak? gak seru tau kalau nonton gak ada cemilan" Andin menatap Shareen malas. Begitulah Shareen tidak bisa jauh dari makanan.

"Di dalam tas gue masih ada, ambil aja tapi jangan semuanya" Shareen langsung menyambar tas Andin.

"Gak gitu juga! barang gue keluar semua Shareen" Andin memungut topi, kacamata dan beberapa barang yang terkeluar karena ulah Shareen.

Sekarang lapangan sudah dipenuhi oleh siswa dan para guru yang siap untuk menyaksikan acara malam terakhir perkemahan.

Ditengah keramaian suara siswa-siswi dan para guru. Layar yang ada didepan mereka mulai memperlihatkan judul dengan tulisan yang besar " Alas Pati ". Semua suara orang yang berada disana mulai tidak terdengar saat layar itu dimulai.

"Eh kok seram gini?" Gavina bertanya dengan melirik kearah Andin, pasalnya ialah yang menyarankan untuk nonton bareng untuk acara malam terakhir.

Andin menatap kearah Gavina sambil mengangkat bahu pertanda ia tidak tahu.
"Bukan gue yang nyaranin Vin, suer" ucap Andin mengangkat dua jari tangan kanannya menyakinkan Gavina kalau itu bukan idenya.

"Udahlah gapapa Vin"
"Eh eh itu mereka kesini" Shareen menunjuk kearah keempat cowok yang berjalan mendekat kearah tempat mereka.

"Kalian dari mana aja, udah mau mulai untung belum ga ketinggalan" tanya Andin.

Adrian langsung duduk mendekati Shareen menyebabkan Gavina yang ada disebelah Shareen tergeser. "Hehehe maaf yah Vin, lu dekat Rafa aja ya" Adrian menarik Rafa untuk duduk disamping Gavina.

"ADRIAN!!! LU MAIN AMBIL TEMPAT ORANG AJAA!!" teriak Andin tak terima.

"Sorry ya Din Hehehe"

"Udah udah Din, mending kita agak mundur aja" Carista menyarankan. Andin mendegus kemudian menuruti saran Carista karena tempat mereka menjadi sempit.

Azka dan Reffan yang sedari tadi masih santai berdiri tak sadar kalau mereka sudah diliati banyak orang karena menganggu mereka  untuk menonton acara.

"Ga duduk, udah diliatin?" tanya Carista.

"Eh... maaf maaf" ucap Azka pada orang yang menatap kearahnya dengan kesal. Ia langsung  duduk disebelah kanan Andin. Reffan kemudian duduk disebelah kiri Carista.

Film tersebut berjalan dengan kesunyian ditengah malam. 30 menit sudah berlalu acara menampilkan mereka yang berada dalam layar mulai menyusuri hutan yang lebat.

Ditengah film tersebut kemudian muncul adegan saat salah satu dari teman mereka mulai memanjat kayu tempat makam orang yang sudah meninggal. Tiba-tiba saat orang tersebut sampai diatas ia kehilangan keseimbangannya membuat salah satu kayu itu menusuk perutnya.

Semua penonton yang ada disana langsung berteriak histeris dan ngilu. Tanpa sadar Andin menggenggam kuat tangan Azka dan Carista yang berada di sampingnya. Carista mencubit pelan tangan Andin sebab, Andin tak bisa berhenti berteriak padahal adegan itu sudah berlalu. Andin langsung menatap tajam Azka. Azka yang ditatap seperti itu mulai risih.

"Ish! Lo ngapain nyetel film horor? Film romantis kek apa kek, lo mau gue gak bisa tidur nanti?" Celoteh Andin yang tetap menatap tajam Azka. Azka mengerutkan dahinya, kata yang ingin diucapkannya belum keluar, Carista sudah menyuruhnya diam.

"Eh eh shut shut!" Perintah Carista pada Azka. Carista menarik Andin dan membisikkan sesuatu.

"Ngapain lo marahin dia? Ini kesempatan lo, gue tadi liat lo genggam tangan dia kuat banget" Carista menggoda Andin tanpa peduli dengan teriakan histeris para perempuan disekitarnya.

"Beneran gue genggam tangan dia? Oh My God, gue...guee... Huaaa" Andin memeluk Carista. Carista merasa malu karena tatapan Azka kepada mereka.

"Udah udah, tu cowok lo udah ngeliatin" Andin kembali menatap Azka yang sekarang sudah kembali menonton.

"Hmm... Azka maafin gue ya, gue ga maksud kok"

"Iya, nikmatin aja filmnya, oh ya yang pilih film bukan gue, tapi Adrian" Andin tidak tau harus apa, apakah kesal atau berterima kasih pada Adrian.

"Pasti mau mesra-mesraan sama Shareen, punya teman gini amat dah" Gumam Andin sambil menatap malas pada kedua pasangan dihadapannya.

****

"Ngapain?" Tanya Gavina saat Rafa mendekatkan diri padanya.

"Lo gak takut Gav? Kalau mau peluk gue juga gapapa biar lo ga takut"

"Lo apaan sih, ya.. gue takut tapi gak gitu juga, gue gak nyari kesempatan dalam kesempitan, gak kayak lo" Ucap Gavina dengan nada gemetar.

"Gue bukannya nyari kesempatan dalam kesempitan, tapi biar kita tambah dekat" Gavina dibuat bingung dengan ucapan Rafa yang menurutnya sangat sangat aneh. Gavina mulai mengabaikan Rafa.

"Kok nyuekin gue sih?"
"Oi! Gav, lo marah?" Rafa menoel tangan Gavina gemas. Tetap saja diabaikan oleh Gavina.

"Gavina"
"Gav"
"Vin"
"Nama lo Gavina kan? Kok gue panggil gak nyaut sih" Rafa tetap setia menoel tangan Gavina karena sang empu tidak merespon.

"Mau gue panggil sayang biar lo nengok?" Belum selesai Rafa bicara Gavina dengan cepat menoleh kearah Rafa.

"Oke, panggilan baru dari gue, sayang"

"Lo gila? Lo sakit Raf? Kurang makan?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Gavina yang sedang berusaha keras menutupi apa yang ia rasakan saat Rafa memanggilnya dengan kata. Sayang.

"Gue sehat, gue gak sakit, gue udah makan kok"

"Oh, gue salah dengar kali ya? Yaudah" Gavina berusaha cuek padahal dalam hatinya ada rasa penasaran yang sangat kuat. Pertama, kenapa Rafa memanggilnya sayang dan kedua, apakah itu hanya candaan.

"Lo bingung Gav? Sekian lama gue mau manggil lo dengan kata sayang tapi baru kali ini gue ucapin, didepan lo"  Gavina tetap menatap lurus kedepan, namun telinganya tetap terbuka untuk mendengarkan ucapan Rafa.

"Lo gak ngerasa kalau gue selalu perhatian sama lo? Bahkan saat awal-awal kita kenal. Susah banget dekatin lo, dan cukup sulit juga buat ngungkapin ini, kalau gue beneran sayang sama lo" Dada Gavina terasa sakit, tangannya mulai mendingin mendengar kata per kata yang keluar dari mulut Rafa.

"Gue seneng didekat lo" Ucap Rafa pelan tepat di telinga Gavina sehingga membuat Gavina merinding.

"Apasih, gajelas" Ucap Gavina gemetar.

"Iya gue gak jelas, mau ngungkapin kalau gue sayang sama lo aja gue bertele-tele" Senyum terukir dibibir Gavina, tetapi dalam hitungan detik senyum itu sudah hilang.

"Dengar baik-baik, malam ini, seorang Rafa menginginkan seorang wanita bernama Gavina untuk menjadi pacarnya, jangan minta gue ulangi gue tau lo dengar cukup jawab iya atau tidak" Gavina tak percaya kalau Rafa akan menembaknya.

"Gavina, gue malu ngulangin ucapan gue, tolong jawab gue tau lo dengar" Beberapa lama mendiamkan Rafa, Gavina perlahan menoleh.

"Gue bingung"

"Hari ini gue mendapat keberanian buat ngungkapin semuanya, tolong lo jawab" Gavina melihat dengan jelas bagaimana Rafa berharap padanya.

"Eum....."
"Sebenarnya Raff gue..." Raffa masih menunggu dan berharap jawaban yang bagus yang ia dapatkan untuk malam ini. Tapi ia harus menyiapkan hati kalau jawaban  tersebut bukan seperti apa yang ia harapkan.
"Yaa"

FOUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang