53

26 6 0
                                    

Di tengah lapangan Rafa dan Adrian terlihat begitu serius saat melawan Tim Dean. Entah karena kejadian kemarin atau karena apa tim Dean begitu semangat untuk mengalahkan tim Rafa dan Adrian. Beberapa kali bola yang berada di tangan Adrian direbut oleh Dean. Adrian kembali emosi, tetapi Rafa selalu mencoba menenangkan Adrian. Adrian ingat ucapan-ucapan tiga sahabatnya kemarin. Terpaksa Adrian menahan emosinya kali ini.

Reffan tidak mengalihkan perhatiannya, ia terus berharap tim mereka menang. Sekarang mereka tertinggal 2 poin. Waktu juga akan habis sebentar lagi. Reffan mendengar sorakan dari Gavina dan Shareen. Reffan ikut bersorak sekencang mungkin.

Reffan, Carista, Shareen, dan Reffan terdiam. Mereka menatap Rafa yang ingin memasukkan bola dengan teknik lay up. Penonton dari SMA Garuda juga terdiam menantikan bola itu masuk. Adrian melihat Dean yang berlari menuju Rafa. Adrian ikut berlari untuk menghentikan Dean, tetapi gagal.

Tubuh Rafa terpelanting keluar lapangan saat Dean merampas bola dari Rafa. Dean membawa bola itu. Emosi Adrian kembali naik saat melihat itu. Adrian mengejar Dean, sementara diluar lapangan Rafa berteriak kesakitan. Gavina yang melihat itu meneriakkan nama Rafa dengan kencang. Reffan beranjak mendekati Rafa. Gavina ingin menyusul, tapi ternyata sedari tadi Andin tertidur di pundak Gavina.

"Aduh gimana ini" Gavina beberapa kali bergantian menatap Rafa yang kesakitan dan menatap Andin yang teetidur tenang. Shareen menutup mulutnya dengan tangan. Matanya terus mengikuti kemana Adrian bergerak. Carista melihat Gavina mulai tidak tenang. Carista mengambil alih kepala Andin, disandarkannya kepala Andin dipundaknya. Gavina langsung berlari menghampiri Rafa.

"Sakit Fan" Rintih Rafa. Tangan kanannya setia memegangn pergelangan tangan kirinya.

"Tahan Raf, tadi gue udah nyuruh temen manggil anak-anak PMR minta bantuan mereka"

Gavina sampai dengan air mata membasahi pipinya. Rafa terkejut mendapati Gavina sudah menangis.

"Gav lo ngapain kesini?"

"Mana yang sakit? Raf gue khawatir" Ucap Gavina sesekali mengusap air matanya.  Gavina menatap kesal mengetahui kalau permainan masih berlangsung. Gavina menghampiri wasit yang sibuk dengan permainan tersebut.

"Gav mau kemana?" Rafa beranjak saat Gavina pergi.

"Raf, biarin aja, lo gimana?" Cegah Reffan.

"Biarin gimana, dia udah masuk lapangan Fan, bahaya"

"Tapi kaki lo Raf"

"Kaki gue gak kenapa-napa Fan, ini tangan gue sakit, patah kali" Reffan melongo, menatap Rafa dari atas sampai bawah. Rafa tak perduli, ia mengejar Gavina tanpa melepaskan genggaman tangannya. Tangan kiri Rafa masih sakit, lebih tepatnya terasa nyeri.

Gavina menepuk pundak wasit tersebut.

"Heh, pak, gak liat kalau ada yang jatuh? kok permaianannya tetap jalan sih? kalau Rafa kenapa-napa mau tanggung jawab?" Dari jauh terdengar Rafa memanggil Gavina. Tetapi Gavina abaikan.

"Permainan masih berlanjut karena tidak ada pelanggaran, kamu lebih baik keluar dari lapangan" Belum satu detik wasit tersebut bicara terdengar suara berisik dari lapangan.
"Pak ini gimana? dia bawa bola tanpa dribbling"

"Tuh kan, gara-gara kamu" Wasit tadi meninggalkan Gavina. Ia membereskan masalah di tengah lapangan.

"Kok gue? jadi wasit gak becus!" Carista dan Shareen panik melihat Gavina berada ditengah lapangan.

"Car, itu manusia ngapain dah disana?"

"Tau nih Reen, Rafa juga nyusul tuh" Andin terbangun. Mungkin karena Carista banyak gerak. Andin menyesuaikan penglihatannya saat membuka mata.

FOUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang