•••••
"Dia lagi?" pekik Fatimah dalam hatinya.
Ali yang baru dari luar pondokan lansung kembali dan bertemu dengan seorang perempuan yang pernah ia temui kemarin.
"Emm, apa ana boleh bawakan tasnya?" tawar Ali sekali lagi dan membuat Fatimah lansung kikuk dan gugup.
"Ah tidak usah, saya tidak mau merepotkan anti." tolak Fatimah secara halus, dia terus menunduk agar tidak terjadi kontak mata dengan laki-laki di depannya.
"tidak merepotkan kok, biar saya saja yang bawakan tasnya!" ucap Ali seraya merebut tas yang dipegang oleh Fatimah.
Fatimah yang menerima itu hanya menunduk gugup.
"Ma.. Makasih." ucap Fatimah lirih.
"Sama-sama, ayo biar sekalian saya anter." ajak Ali mendapat anggukan kepala dari Fatimah. Mereka kini lansung pergi bersama sambil sesekali mengobrol kecil.
***
Sesampainya di pintu berkayu rotan itu merekapun berhenti. Fatimah lantas mengambil tasnya untuk dibawa ke dalam, lalu dia kembali menemui Ali.
"Emm makasih banyak, anti sudah membantu saya. Kalau boleh tahu nama anti siapa?" tanya Fatimah, dia masih tetap menundukkan kepala.
Ali diam-diam tersenyum mendengar pertanyaan yang disodorkan oleh Fatimah kepadanya.
"Sama-sama anta, nama ana Muhammad Ali Faturrahman, panggil saja Ali!" jawab Ali seraya menatap Fatimah.
"Oh iya, ini sudah sangat larut malam. Ana akan pamit duluan ya, assalamualaikum!" sambung Ali karena baru sadar kalau jam tangannya sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB.
"Waalaikumsalam." jawab Fatimah.
Setelah melihat kepergian Ali, Fatimah memutuskan untuk masuk dan tidur karena sudah larut malam. Perasaan suka dan kagum kepada Ali semakin membesar ketika dia mengetahui namanya dan sekarang dia satu tempat mengajar di pondok pesantren yang sama.
***
Pagi kini sudah tiba, rutinitas pondok pesantren berjalan seperti biasa. Fatimah yang baru saja memakai jilbabnya sudah bersiap pergi mengajar. Namun saat dia ingin beranjak keluar dari kamar tiba-tiba sesuatu jatuh dari atas lemarinya. Fatimah lansung mengambilnya, surat itu berwarna coklat tapi dia tidak ingin membukanya dulu. Dia akan membacanya kapan-kapan, terpaksa surat itu dia taruh di bawah laci meja belajarnya. Barulah ia pergi ke kelas para santriwati untuk mengajar.
Sepanjang jalan menuju kelas, Fatimah memerhatikan sekitarnya yang tampak sibuk. Dan tak banyak para santri yang berlarian menuju kelasnya agar tidak terlambat. Melihat itu Fatimah teringat bagaimana dirinya juga selalu tergesa-gesa pergi ke kelas agar tidak mendapat hukuman dari ustadz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Menuju Cintanya ( Completed )
Teen Fiction( Disarankan follow sebelum membaca ) Bagaimana rasanya menyukai seseorang dalam diam? Menyenangkan tetapi harus selalu sabar dalam menghadapi kenyataan bahwa orang yang disukainya ternyata telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba...