Chapter 22

19 8 0
                                    

“Fatimah!” panggil Khadijah dibalik pintu kamarnya.

Fatimah yang sejak tadi memainkan handponenya berharap ada balasan dari Ali malah tidak ada. Dia lansung beranjak pergi ke pintu kamarnya untuk membukanya.

“Iya ada apa umi?” tanya Fatimah ketika melihat wajah uminya yang sedang menatap dirinya juga.

“Ada tunangannya tuh dateng, ini pasti kamu yang nyuruh kan?” tanya umi dengan curiga. Pasalnya sejak tadi Fatimah merasa terbebani karena harus terus berada di kamarnya.

“Pantesan nggak ada balesan, toh orangnya diem-diem udah nyampe.” batin Fatimah dalam hatinya dan membuat Khadijah lansung menepuk pundaknya.

“Hoy malah bengong, ayo turun! Kasihan tunanganya udah nunggu.” ucap uminya dan lansung mendapat anggukan kepala dari Fatimah.

Mereka pun berjalan beriringan menuju ruang tamu. Ternyata disana sudah ada kakak iparnya yang sedang menemani tunangannya. Sudah dari jauh Ali tersenyum kepadanya, tapi sebisa mungkin Fatimah tidak luluh untuk saat ini.

Setelah sampai di ruang tamu, Fatimah dan uminya lansung mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang ada.

“Nah ini dia orangnya dateng, kamu mau kemana sih dek?” tanya Varo setelah menyeruput minumannya sendiri.

Fatimah menahan senyumannya walaupun Ali sudah menyadarinya sebelumnya tetapi untuk saat ini Ali akan diam dan pura-pura tidak mengetahuinya.

“Emm Ali katanya mau beli-beli, nah makanya dia ngajak aku, ya kan... Al?!” ucap Fatimah lansung mengedip-ngedipkan matanya berharap Ali mengiyakan ucapannya meskipun itu adalah kebohongan belaka.

Ali kikuk karena baru kali ini dirinya diajak berbohong dan lebih parahnya oleh tunangannya sendiri.

“Emm.. Eh.. Iya umi.. bang.” jawab Ali terdengar begitu gugup.

Kompak Khadijah dan Varo melirik kearah Fatimah dengan tatapan curiga. Namun detik kemudian merekapun lansung tertawa ketika melihat wajah pucat pasi antara Ali dan Fatimah.

“Kalian ini pinter banget ya dramanya, umi tau kok kalian pasti mau mau jalan-jalan berdua kan? Udah nggak usa sungkan dong, bilang aja kenapa?” ucap Khadijah masih ada suara kekehannya melihat tingkah putri dan calon menantunya itu.

Sedangkan Varo masih setia dengan gelak tawanya yang membuat Fatimah semakin malu dibuatnya.

“Udah dong bang jangan ketawa mulu dah, yaudah deh aku berangkat aja. Assalamualaikum umi, bang!” ucap Fatimah berdiri dan lansung mencium punggung tangan uminya dan selanjutnya ke abangnys secara bergiliran. Melihat itu Ali juga lansung berdiri dan menyalami tangan keduanya.

“Ali pamit juga ya umi, bang!” ucapnya setelah mencium punggung tangan keduanya.

Varo hanya mengangguk dan Umi hanya memperingati agar tidak terlalu lama berada di luar. Dan Ali lansung mengiyakannya dan beranjak menyusul langkah Fatimah yang kian sudah menjauh.

***

Ketika sampai di halaman depan, Ali lansung sigap membukakan pintu mobil untuk Fatimah. Melihat itu Fatimah tersenyum tipis bahkan Ali tidak menyadari itu. Setelah Fatimah masuk mobil, Ali lansung menyusul dan masuk ke dalam mobil juga.

“Kita mau pergi kemana ini?” tanya Ali ketika sudah siap memasang sabuk pengaman.

“Terserah kamu aja, aku cuma ngikut aja.” jawab Fatimah tanpa melihat wajah Ali. Pasalnya wajah mereka lumayan bisa dikatakan dekat.

Ali hanya diam memikirkan tempat mana yang akan dia tuju. Jika perempuan sudah mengeluarkan kata legendarisnya, maka siap-siap para laki-laki untuk dibuat pusing karena itu.

“Sabuk pengamannya jangan lupa Fa!” ucap Ali ketika dirinya sudah menyalakan mesin mobil dan berniat membelokkan mobilnya itu.

Fatimah menatap dirinya lalu lansung mengambil sabuk pengaman untuk dipasangnya. Namun karena baru kali ini dia mencoba sabuk pengaman itu, jadi terasa sulit ketika menariknya.

“Ini gimana sih kok nggak bisa-bisa? Ah udahla nggak usa sabuk pengaman aja.” ucap Fatimah dengan kesal lalu menaruh kembali sabuk pengaman itu.

Ali terkekeh ketika mendengar coletehan dari tunangannya, ketika mobil sudah lurus kearah jalan, Ali lansung mengambil sabuk pengamannya dan membantu memasangkannya ke pinggang Fatimah.

Mendapati perlakuan secara tiba-tiba dari Ali membuat jantung Fatimah berjoget ria seolah-olah di dalam tubuhnya sedang mengadakan acara senam pagi. Wangi meskulin dari tubuh Ali juga tercium pekat di hidung Fatimah. Dia baru menyadari tunangannya itu begitu wangi sekali.

Tanpa disadari Ali juga diam-diam menahan rasa gugupnya itu. Saat sudah selesai membantu memasangkan sabuk pengamannya, Ali lansung kembali duduk dan mencoba menetralkan detak jantungnya yang hampir saja copot.

“Ayo kita berangkat!” ucap Ali menancap gas dan lansung pergi ke tempat yang akan ia tuju. Fatimah hanya mengangguk pelan, dia masih syok akan perlakuan Ali sebelumnya kepadanya.

****

Di sepanjang perjalanan Fatimah dan Ali hanya diam dengan kesibukannya masing-masing. Tidak ada yang ingin membuka suara ataupun memulai pembicaraan diantara mareka.

Karena Fatimah bukan tipe perempuan yang terbiasa dengan kediamannya, dengan santainya Fatimah lansung membuka suara.

“Kita mau kemana?” tanya Fatimah melirik kearah Ali yang sedang fokus nyetir mobil. Karena tidak ada sahutan dari Ali, Fatimah kembali diam. Dia merutuki dirinya karena sudah mengajak Ali untuk jalan-jalan.

“Kalau tahu begini, mending ngajak Zahra atau Alfi deh. Oh iya tapi Zahra lagi diluar kota, tapi... Kalau Alfi kemana ya?” gumam Fatimah menatap layar handponenya dan mencari-cari nama Alfi, sahabatnya itu. Tetapi pesan terakhir yang dikirim Alfi sudah 2 hari yang lalu, terus Alfi kenapa jarang sekali menghubunginya akhir-akhir ini.

Ali melirik Fatimah yang sejak tadi hanya fokus dengan layar handponenya.

“Fokus aja ya sama handponenya, jangan anggap aku ada deh anggap aja aku sopir taksi.” ucap Ali membuat Fatimah refleks menoleh menatap wajah Ali.

“Lagian siapa yang duluan nggak ngehirauin aku ngomong?” tanya Fatimah kembali fokus ke depan dengan wajah kesalnya.

Ali terkekeh ketika mendengarnya.

“Aku kan lagi fokus nyetir makanya suara kamu nggak kedengaran. Emang kamu nanya apa sih tadi?” tanya Ali sekali-lagi.

“Nggak jadi, nggak mood buat nanya lagi.” jawab Fatimah dengan perasaan dongkol. Melihat itu Ali hanya bisa tersenyum, mau ngebujuk malah nanti semakin rumit masalahnya.

“Yaudah yuk turun, kita udah nyampe!” ajak Ali seraya melepas sabuk pengamannya. Mendengar itu Fatimah lansung celingak-celinguk menatap sekitar dengan wajah kebingungan.

“Loh emangnya kita ada dimana?” tanya Fatimah ketika melihat gerak-gerik Ali yang ingin keluar dari mobil.

“Ke pelaminannya nanti Fa, sekarang turun dulu!” ucap Ali dengan nada soft banget ketika Fatimah mendengarnya merasa nyaman.

Ketika dirinya sudah berada di luar dan menghampiri Ali lalu menatap tempat sekitarnya itu.

“Ini dimana? Kok aku belum tahu tempat ini deh?” tanya Fatimah menatap wajah Ali yang ternyata lumayan tinggi daripada dirinya. Anggap saja tinggi badan Fatimah berada di antara leher dan punggung tubuh Ali.

“Disini tempat yang khusus didatangi oleh orang istimewa dalam hidup aku. Dan orang istimewa itu adalah kamu Fatimah!” ucap Ali lansung membuat Fatimah tertegun mendengarnya dan menatap wajah Ali dengan penuh keterkejutan.

“BERSAMA MENUJU CINTANYA”
•••••

#Next Chapter?
#Jangan lupa voment-nya!

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang