Chapter 8

28 13 0
                                    

Varo yang memerhatikan Fatimah diam lansung menepuk pundaknya untuk menyadarkannya.

“Loh kok diem? Ngelamun ya...? Tenang kok om juga nggak maksa Fatim untuk ngejawab pertanyaan om.” ucap Varo tersenyum agar Fatimah tidak merasa tertekan.

Yah.... Dulu waktu Fatim berumur 16 tahunan Varo pernah bertanya kepada Fatimah seperti ini.

“Kamu kapan nikah? Om sempat denger tuh anak-anak kayak kamu ini di daerah om itu udah pada nikah loh Fatim. Yah... Itu adat disana sih.” ucap Varo terkekeh ketika menyadari bahwa adat di daerahnya dengan istrinya itu berbeda sekali. Tetapi Varo lebih memilih memakai adat istrinya waktu menikah.

“Kalo Fatim pensiun dari mengajar pondok pesantren om. Insyaallah atas izin Allah, Fatimah akan menyegarakan untuk menikah.” jawab Fatimah dengan yakin.

Lantas Varo tersenyum mendengar penuturan dari adik iparnya ini.

***

Fatimah cengar-cengir tidak jelas ketika Varo mengerti apa yang dia rasakan saat ini. Saat mereka asyik berbincang-bincang, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumah Fatimah.

“Siapa yang datang?” batin Fatimah. Sedangkan Varo terus memerhatikan mobil itu dan tidak lama kemudian, dua perempuan turun dan membuat Fatimah merutuki dirinya yang terus lupa.

“Astagfirullah, bukannya sekarang aku diajak keluar ya sama mbak Siti.” ucap Fatimah dalam hatinya.

Aminah dan Siti yang terlihat menghampirinya tersenyum. Mereka memang sengaja tidak memberitahukan kapan mereka akan menjemput Fatimah.

“Assalamualaikum Fatim!” ucap mereka bersamaan ketika sudah berada di hadapan Fatimah.

“Wa.. Waaalaikumsalam mbak Aminah, mbak Siti.” jawab Fatimah kikuk. Ya... Bagaimana tidak, sekarang yang Fatimah pikirkan adalah dia harus cepat-cepat bersiap-siap.

“Silakan duduk mbak, saya siap-siap dulu.” sambungnya seraya pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. Aminah dan Siti terkekeh lalu mereka sama-sama duduk. Dan satu yang mereka lupakan, yaitu keberadaan Varo di dekat mereka.

“Kamu temannya Fatim ya?” tanya Varo tiba-tiba membuat keduanya terkejut. Yah detik itu juga mereka baru menyadari keberadaan Varo.

“Eh astagfirullahaladzim!” batin keduanya mengusap dadanya yang berdetak kencang.

“Kukira nggak ada orang tadi.” bisik Siti kepada Aminah. Tetapi walaupun begitu Varo masih tetap mendengarnya.

Aminah juga berpikiran seperti itu. Dia menatap Varo seksama, sepertinya dia pernah bertemu dengannya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah kapan dan dimana dia bertemu?

“Kamu yang waktu itu ikut kajian kan? Yang di masjid Al-Kitab itu kan?” tanya Aminah setelah berusaha mengingatnya. Yah.. Dia ingat sekali wajah Varo pada saat itu.

Varo yang meminum kopi lansung tersedak saat mendengarnya. Darimana perempuan ini tahu kalau dirinya sering ikut kajian disana? Siapa perempuan ini sebenarnya?

“Da.. Darimana kamu tahu?” tanya Varo setelah mengelap bibirnya dengan tisu.

Aminah tersenyum, dia mengingat bagaimana Varo suka membuatnya kesal. Mereka adalah teman baik saat di kajian itu, namun tiba-tiba Varo jarang kembali ikut kajian tersebut dan menghilang begitu saja. Sejak itulah dia tidak melihatnya lagi.

“Aku Aminah, kau tahu kan teman yang waktu ikut kajian. Perempuan yang selalu kau jahili, apa kau lupa?” tanya Aminah.

Varo tampak berpikir sebentar, lalu segera tertawa saat mengingatnya.

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang