Hari pagi mulai datang dan meninggalkan malam yang gelap gulita. Begitu pulah kehidupan, kadang awalnya harus penuh kepahitan namun pada akhirnya kita akan menemukan titik terang dimana kita akan merasakan manisnya kehidupan.
Seperti biasa Fatimah bersiap-siap untuk pergi mengajar. Dia telah melupakan barang yang ia temui yang dia temui 2 hari lalu, sebelum hari perlombaan itu. Surat bersampul coklat itu.
Dia melangkah pergi menuju kelas yang akan dia ajari. Di tengah jalan dia tidak sengaja berpapasan dengan Ali. Namun terasa ada yang aneh, Ali sama sekali tidak menyapanya bahkan melirik saja tidak seolah-olah Fatimah tidak ada.
Fatimah berhenti dan menatap punggung laki-laki yang semakin jauh dan hilang dari pandangannya ketika berbelok di persimpangan.
“Apa yang terjadi? Mengapa sikapnya aneh?” batin Fatimah. Lalu dia memilih untuk menghiraukan pertanyaan yang sejak tadi sudah mengganggunya, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju kelas.
***
Setelah mengajar, Ali lansung keluar menuju taman. Tempat terakhir yang membuatnya terluka dan itu masih membekas sampai saat ini.
Angin semilir berhembus begitu tenang dan menerpa pohon-pohon besar sehingga membuat daun yang layu lansung gugur. Ali menyaksikan itu semua, apa dia sama dengan daun itu? Jatuh ketika hatinya rapuh.
Namun dia segera menepis itu, dia mengingat Allah untuk kesekian kalinya. Mengapa dia begitu terlena dengan cinta dan melupakan kewajibannya kepada agamanya? Ali merutuki kepikunannya.
Ali beranjak hendak pergi, namun sebuah panggilan seseorang membuatnya berhenti.
“Ali!” panggilnya. Tentu Ali akan menoleh dan menatap orang yang sedang memanggilnya.
“Ada apa? Kenapa kau kembali setelah memberi rasa pahit di hati saya?” tanya Ali membuat sesosok perempuan ini bingung. Siapa yang hendak Ali maksud?
“Ustadz Ali, siapa yang ustadz maksud?” tanya perempuan itu.
Ali tersadar dan menatap perempuan itu ternyata adalah Latifa, sebelumnya dia berpikir dia adalah Fatimah. Dia kikuk setelah sadar dari halusinasinya.
“Tidak, tidak ada! Kenapa kau kembali?” tanya Ali membuat Latifa tersenyum.
“Saya tadi ambil tas yang saya yang ditinggalin di ruang ustadz Ali, terus saya lihat anda disini makanya saya samperin.” jelas Latifa setelah itu dia kembali tersenyum.
Ali diam, walaupun di depannya ada perempuan yang tengah dijodohkan oleh orang tuanya. Entah kenapa wajah yang tidak bersamanya dan perempuan yang baru-baru dia temui terus menghantui pikirannya.
Latifa yang melihat kediaman Ali, dia jadi peka. Lantas dia membuka suara untuk pamit.
“Kalau begitu saya pamit pulang dulu, assalamualaikum!” ucap Latifa berlalu pergi.
“Waalaikumsalam.” jawab Ali namun lirih. Kenapa hidupnya berubah karena perempuan itu? Mengapa disaat ada perempuan yang tengah mencintainya, kenapa dia malah memilih mencintai perempuan lain? Ah! Ali sudah benar-benar gila karena ini.
***
“He'emm, cek cek satu dua tiga. Hemm assalamualaikum, untuk para pengajar pondok pesantren ini dipersilakan untuk pergi ke ruang rapat dengan segera! Pesan yang saya sampaikan berdasarkan perintah dari kiai haji Ahmad, terimakasih. Wassalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Fatimah kembali bersuara ketika tadi mendengar penjelasan dari mc tadi. Dia sedang berada di Kantin bersama Siti.
“Emang kalau ada rapat biasanya apa yang akan dibahas mbak?” tanya Fatimah setelah menelan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Menuju Cintanya ( Completed )
Teen Fiction( Disarankan follow sebelum membaca ) Bagaimana rasanya menyukai seseorang dalam diam? Menyenangkan tetapi harus selalu sabar dalam menghadapi kenyataan bahwa orang yang disukainya ternyata telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba...