Chapter 30 (ending)

63 8 0
                                    

3 tahun kemudian....

Suasana rumah Fatimah kini sudah ramai, banyak orang yang berlalu lalang di depan mereka. Sedangkan Ali sedang membantu kakak iparnya yang sedang membetulkan tenda yang dipasang di depan rumah mereka.

Hari ini adalah hari ulang tahun putrinya yang berumur 1 tahun itu. Cahya nur Azizah, putri pertamanya dari sepasang suami istri ini. Syukur proses persalinannya tidak begitu sulit, jadi anak pertamanya itu lahir dengan normal dan tumbuh sebagai gadis cantik dengan pakaian syar'i nya.

Fatimah yang sedang memasak di dapur, tiba-tiba suara nyaring putrinya datang mengisi ruang dapur tersebut.

“Bunda....!” panggilnya dengan suara khas gadis cilik. Dia memasang wajah cerahnya di depan bundanya dan tidak lupa senyum yang terus saja mengembangkan ketika mengetahui ulang tahunnya akan dirayakan. Meskipun hanya orang terdekat saja yang diundang.

“Assalamualaikum dulu sayang, jangan kebiasaan teriak-teriak kayak gitu.” tegur Fatimah masih fokus memasak bumbu ayam pati.

Cahya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal dengan gigi yang ia perlihatkan bahwa dia sedang terkekeh.

“Iya maafin Cahya bunda, Cahya ulang lagi ya.” ucapnya lansung pergi menjauh meskipun Fatimah tidak menjawabnya.

Dengan tiba-tiba Cahya datang dari balik pintu dan mengucapkan salam dengan wajah polosnya.

“Assalamualaikum bunda! Oma!” ucapnya membuat baik Fatimah dan Khadijah tersenyum mendengarkannya.

“Waalaikumsalam.” jawab Fatimah. Sedangkan Khadijah malah menghentikan pekerjaannnya dan menghampiri cucu kecilnya itu.

“Waalaikumsalam cucu oma yang cantik dan mungil. Ada apa nih kok kayak bahagia banget hmm?” tanya Khadijah seraya mengelus-ngelus kepala Cahya yang tertutupi oleh jilbabnya.

“Hehe nggak oma, cuma tadi ayah bilang mau ngajak Cahya sama bunda jalan-jalan ke taman kota habis acara.” jelas Cahya yang memang benar adanya. Itupun Ali menyetujuinya karena Cahya sendiri yang memaksanya.

Fatimah lansung berhenti dan menatap Cahya, putri pertamanya itu.

“Loh ayahmu yang ngusulin apa kamu yang maksa?” tanya Fatimah memicingkan kedua matanya curiga dengan sikap Ali yang tiba-tiba mengajaknya keluar. Padahal kan akhir-akhir ini suaminya itu sibuk sekali dengan pekerjaannya. Dan terkadang dia suka menghabiskan waktunya di dalam rumah ketimbang di luar rumah.

“Ya... Cahya la bunda, mau bohong mah bunda pasti pinter baca pikiran Cahya.” ungkap putrinya yang membuatnya tersenyum. Memang sepertinya dia pintar sekali membaca pikiran baik putrinya ataupun suaminya. Ya... Sejak menikah itukah perasaannya lebih peka dari sebelum menikah.

“Yaudah Cahya main ke depan aja ya sayang, oma sama bunda lagi sibuk masak nih. Entar tamunya datang malah nggak dikasih makanan deh.” ucap Khadijah lansung mendapat anggukan kepala dari Cahya. Dan tidak butuh waktu lama, kaki Cahya lansung berlari menjauhi area dapur dan pergi ke halaman rumahnya. Tepat dimana Ali sedang memasang tenda itu.

***

Semua tamu kini sudah datang, kini hanya tinggal acaranya yang akan dimulai. Memang tergolong biasa saja bagi Fatimah apalagi Ali. Namun beda halnya dengan Cahya, putrinya ini tidak pernah menuntut apapun dari kedua pasangan suami istri itu. Asalkan itu bersama dengan kedua orang tuanya, dia akan merasa sangat bahagia melebihi apapun itu.

Dan acarapun dimulai dengan penuh kebahagiaan yang mengiringi acara tersebut sampai selesai.

***

Selesai acara Fatimah duduk di samping kasur empuknya, tangannya sedang memegang handpone dan mengetikkan sesuatu yang akan dikirim kepada seseorang.

Namun tangannya berhenti mengetik ketika suaminya sedang masuk ke dalam kamar.

“Ayo siap-siap, kita mau pergi ke taman kota.” ajak Ali yang mulai membuka baju putih yang habis dipakai acara ulang tahun putrinya.

Fatimah diam memerhatikan Ali yang sibuk membuka bajunya itu. Ali yang merasa diperhatikan lansung menatap balik istrinya.

“Jangan merhatiin kek gitu, entar tergoda kali kayak kemarin-kemarin.” ucap Ali membuat Fatimah tersadar dan pipinya lansung merona. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya dan menatap kearah jendela kamarnya.

Ali yang melihatnya hanya terkekeh pelan. Lalu mengambil handuk dan dipasangkannya dibagian dadanya. Lalu menghampiri istrinya itu.

Deg!

Jantung Fatimah kembali berpacu cepat ketika Ali berada di dekatnya dak sangat dekat, bahkan nafasnya saja terdengar di belakang punggung Fatimah.

“Mas, mas apaan sih? Geli tau, mana nafasnya bau juga.” ucap Fatimah dengan wajah tanpa dosa mengatakannya, padahal itu hanya tipuan saja agar suaminya menjauh. Tetapi bukannya menjauh, Ali malah semakin dekat dan mengendus-ngendus di bagian leher Fatimah.

“Iya-iya aku siap-siap nih, jangan deket kayak gitu lagi.” finish Fatimah yang lansung berdiri dan menjauh dari Ali.

“Kok gitu sih? Padahal mas mau manja sama kamu loh. Kan itu termasuk pahala suami istri.” ucap Ali cemberut melihat istrinya yang seolah-olah berusaha menjauhinya.

Fatimah tersenyum lalu menghampiri kembali Ali dan mencium pipi suaminya itu. Ali yang menerima itu secara tiba-tiba lansung membeku di tempat. Sebelum suaminya sadar, Fatimah lansung berlari masuk ke kamar mandi agar suaminya tidak meminta lebih dari itu.

“Adek!” teriak Ali membuat Fatimah terkekeh di dalam kamar mandi.

***

Kini mobil sudah terparkir di pinggir jalan. Kedua pasangan suami istri turun beserta putrinya itu.

“Ayah, bunda, ayo cepetan! Kembang apinya udah mau mulai tuh.” ajak Cahya yang berlari-lari kecil yang membuat Fatimah dan Ali hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahnya itu.

Mereka kini berada di tengah-tengah puncak taman itu. Memang sangat ramai sih, namun di puncak ini hanya ada beberapa orang saja. Dan lainnya berada di bawah taman kota yang banyak orang-orang berjualan disana.

Dhuar!  Dhuar!  Dhuar!

Bunyi letusan kembang api yang sahut menyahuti dari berbagai arah. Cahya yang melihat itu lansung melompat kegirangan. Karena terlalu gemas melihat putrinya itu, tanpa aba-aba Ali menggendong outeinya itu dan memutari puncak taman tersebut. Fatimah yang memerhatikannya tersenyum bahagia melihat suaminya dan putrinya yang terlihat begitu menikmati suasana puncak taman sore itu.

Fatimah merasa bahagia karena kini hidupnya lebih berwarna dari biasanya. Meskipun... Abinya tidak dapat merasakan keharmonisan dari keluarganya sendiri saat ini. Tetapi Fatimah yakin bahwa abinya juga  bahagia melihat keluarga kecilnya itu.

Fatimah tidak lupa juga bersyukur karena dipertemukan oleh laki-laki yang tulus menerima dirinya apa adanya, serta dikaruniai seorang putri cantik dan solehah dan tidak pernah menuntut apapun darinya. Walaupun untuk saat ini sahabatnya tidak mendampinginya sekarang. Alfin sahabat kecilnya itu sedang berada di korea untuk meneruskan studinya. Fatimah saja bangga dan salut akan prestasi yang Alfin capai. Dia berharap dimanapun sahabatnya berada, semoga mereka selalu berada di dalam lindungannya.

Fatimah masih tersenyum menatap dua orang yang berlari memutari puncak taman itu.

“Memang benar ya, kejarlah cinta Allah dulu sebelum mencintai hambanya. Dan kamu telah berhasil mewujudkan itu mas.” batin Fatimah dalam hatinya.

Sore ini, di taman ini dan di hari ini Fatimah mengucapkan janji sakral tentang hidup dan matinya. Dia akan berjanji untuk mendampingi keluarga kecilnya itu apapun yang terjadi dan akan pamit sebelum dirinya pergi dari dunia ini. Untuknya hidup mati akan ia serahkan kepada tuhan yang maha esa.

Bandung, 24 september 2021

“BERSAMA MENUJU CINTANYA”

TAMAT

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang