Alfin sampai di rumahnya dengan nafas ngos-ngosan. Dia berusaha mengatur nafasnya terlebih dahulu, lalu perlahan dibukanya pintu rumahnya. Bundanya yang tidak sengaja melihatnya lansung syok dan berlari menghampirinya.
“Alfin, kamu kemana aja nak? Udah dua hari loh bunda nyarin sama adik dan ayah kamu.” ucap budanya seraya memeluknya. Alfin juga kangen terhadap bundanya terlebih lagi dirinya saat ini terlihat seperti orang gila.
“Alfin juga kangen bunda.” balas Alfin dengan tersenyum. Lantas bundanya menguraikan pelukannya. Dia tersenyum melihat keberadaannya.
“Alfa dimana bun? Dan ayah?” tanya Alfin celingak-celinguk merasa rumahnya sepi banget.
Bunda Alfin ( Aqila ) tersenyum.
“Alfa ada dikamarnya, dan ayah lagi kerja di kantor ya... Sesekali mencari keberadaan kamu sebelumnya. Yaudah kamu mandi gih, bau tau.” ucap Qila menutup hidungnya dengan terkekeh. Walaupun itu hanya candaan belaka.
Alfin tertawa lalu mencubit gemas pipi bundanya itu.
“Iya bunda bawel!” jawab Alfin lansung kabur begitu menyelesaikan perkataannya. Dia yakin bundanya pasti akan mengomelinya karena berani mengatainya bawel.
***
Setelah di telefon oleh polisi, Ali lansung menuju TKP. Dari telefon polisi mengatakan bahwa ada barang yang baru ditemuinya, dan itu membuat Ali lansung bergerak cepat untuk mengetahui barang seperti apa itu.
Sesampainya di TKP, Ali menghampiri ketiga polisi yang ditugaskan untuk memecahkan masalah Fatimah.
“Assalamualaikum bapak, bagaimana dengan barang yang bapak ucap tadi?” tanya Ali pada salah satu polisi.
“Waalaikumsalam, dengan suadara Ali ya?” tanya pak polisi mengecek history panggilannya.
“Iya pak, jadi bagaimana barang itu? Saya mau melihatnya sebentar.” ucap Ali dengan tersenyum ramah meskipun dirinya tidak setenang wajah yang ia tampakkan.
Polisi itu tampak mengambil sebuah plastik transparans lalu diserahkan barang itu kepada Ali. Dengan cepat Ali mengambilnya dan menatap polisi itu dengan wajah kebingungan.
“Benda itu saya menemukannya di TKP lebih tepatnya di samping pisau tancapan itu berada.” jelas polisi itu dengan wajah serius.
Ali menatap barang itu, hanya sebuah gelang biasa. Namun saat dia membolak-balikkan gelang tersebut, tampak nama yang begitu familiar baginya.
“Alfin?” ucap Ali pelan dengan mencoba mengingat-ingat siapa nama yang begitu famiiar.
Setelah terlarut lama dalam pikirannya, Ali meminta izin polisi untuk membawa barang bukti tersebut. Dan akhirnya diperbolehkan asal jangan pernah menyentuhnya secara langsung atau mengeluarkan gelang itu di dalam plastiknya. Terlebih lagi barang itu juga tidak boleh hilang.
***
Kini Ali sudah sampai di ruang inap Fatimah, terdapat calon mertuanya beserta Diana dan Varo.“Assalamualaikum!” ucap Ali ketika mulai masuk ke ruangan itu.
Semuanya lansung menoleh menatapnya seraya tersenyum.
“Waalaikumsalam.” jawab mereka secara kompak. Ali memilih untuk duduk di samping Varo dan menjelaskan apa yang ditemuinya tadi.
“Bang.” panggil Ali, Varo yang merasa dirinya dipanggil lansung menoleh menatapnya.
“Iya, kenapa Al?” tanya Varo dengan menaruh minumannya kembali ke meja.
Perlahan Ali mengeluarkan plastik transparans itu dan menyerahkannya kepada Varo. Awalnya Varo menatapnya kebingungan, dan akhirnya dia menerima dan menatap benda yang diberikan oleh Ali.
“Gelang? Maksudnya?” tanya Varo masih saja kebingungan.
“Gelang itu ditemukan TKP bang, katanya sih tepat waktu Fatimah ditusuk dari belakang.” jelas Ali merasa bersalah jika harus mengingat hal itu.
Varo memerhatikan seluruh inci gelang itu dan menemukan sebuah nama yang membuatnya begitu syok. Terpampang nama ALFIN, laki-laki yang pernah menjadi sahabat adiknya?
“Maksud kamu kejadian ini ada hubungannya dengan Alfin?” tanya Varo memandang wajah Ali dengan serius.
“Iya... Ali juga nggak yakin sih bang, Ali juga tidak kenal dekat dengannya. Tetapi dari kejadian kemarin, sepertinya pelaku mempunyai dendam sama Ali bukan kepada Fatimah.” jelas Ali direspons angukkan paham dari Varo.
“Hmm, kita tunggu saja kedatangan Alfin. Kabarnya sih dia menghilang sudah 2 hari.” finish Varo ditanggapi dengan anggukan kepala Ali.
“Memang apa yang terjadi bang?” tanya Ali merasa penasaran dengan apa yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Varo menghela nafas sejenak lalu kembali menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ali.
“Abang juga kurang tau Al, tapi dia kayak menghilang gitu. Tante Aqila sampai nggak makan karena mikirin dia.” jelas Varo membuat Ali terdiam. Apa jangan-jangan memang benar Alfin yang melakukannya lalu dia lansung menghilang setelah kejadian itu? Ali mulai ragu, tetapi dia tidak boleh menuduh orang tanpa bukti yang kongkret.
Tetapi sesaat kemudian handpone milik Ali bergetar menandakan notifikasi pesan masuk. Lalu dia segera mengeceknya.
+6281*********
Foto
Diatas adalah bukti bahwa Alfin lah yang bersalah.Ali terkejut saat melihatnya, bagaimana tidak? Kejadian dan tempatnya pun sama dengan barang bukti. Tetapi mengapa polisi tidak sekalian menunjukkannya kepadanya?
“Ada yang tidak beres.” batin Ali seraya menaruh kembali ponselnya. Varo yang sejak tadi memperhatikan dirinya lansung bertanya.
“Ada apa Al?” tanyanya dijawab oleh gelengan kepala dari Ali.
“Nggak kok bang, cuma masalah sedikit.” jawab Ali. Untuk sementara dia akan menutupi ini dulu. Dia akan mencari sesuatu yang lebih detail dulu, dan harus mempertanyakan itu semua kepada Alfin atauapun keluarganya jika tidak ada.
***
Kini Alfin berdiri di depan salah satu ruangan. Dia bersiap-siap untuk masuk daj menemui sahabatnya, namun sepertinya semua tidak akan seperti yang ia pikirkan. Setelah melihat kedatangannya sepertinya akan ada salah paham. Alfin mencium-cium aroma itu ketika menatap wajah tunangan sahabatnya, Ali.
“Assalamualaikum umi, bang!” sapa Alfin ketika sudah memasuki ruangan itu.
Semuanya menjawab salam tersebut begitupun Ali. Lalu tatapannya kembali serius ketika Alfin sudah mulai mendekati Fatimah.
“Jangan mendekat dulu, dia belum sembuh total.” peringat Ali membuat wajah Alfin mengeryit tidak suka. Why? Dia hanya ingin menjenguknya bukan merebutnya!
Ali berdeham ketika Khadijah dan lainnya ikut menatapnya. Lantas dia berdiri dan menatap wajah Alfin.
“Saya perlu bicara sama kamu, boleh minta waktunya?” tanya Ali. Awalnya Alfin menolak, dia memang kesini hanya untuk Fatimah dan tidak ada niatan untuk meladeni tunangan sahabatnya. Namun sepertinya saat ini tidak seperti itu.
“Baiklah, umi,bang Alfin pergi dulu ya sebentar. Nanti Alfin balik lagi kesini.” ucapnya dengan tersenyum. Khadijah dan Varo mengangguk-ngangguk dan hanya mengiyakan apa yang dibicarakan oleh Alfin.
Setelah itu, Ali pun lansung mengajak Alfin untuk keluar ruangan dan pergi ke rooftop gedung rumah sakit tersebut. Tampak angin berhembus pelan dan membuat suasananya menjadi sejuk.
Alfin menatap punggung Ali yang membelakanginya. Di dalam hatinya, dia bertanya-tanya apa yang akan dia bicarakan kepadanya.
“Saya sebenarnya tidak yakin akan kejadian yang menimpa tunangan saya. Namun... Setelah melihat semua bukti ini saya jadi berubah pikiran bahwa....” Ali memotong pembicaraannya dan menoleh menatap wajah Alfin dengan serius.
“Kamulah pelakunya.” finish Ali membuat Alfin lansung terkejut mendengarnya.
“BERSAMA MENUJU CINTANYA”
•••••#Next Chapter?
#Jangan Lupa Voment-nya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Menuju Cintanya ( Completed )
Teen Fiction( Disarankan follow sebelum membaca ) Bagaimana rasanya menyukai seseorang dalam diam? Menyenangkan tetapi harus selalu sabar dalam menghadapi kenyataan bahwa orang yang disukainya ternyata telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba...