Chapter 24

16 7 0
                                    

Sudah 2 hari dari waktu Fatimah koma, Ali tidak mau pulang maupun makan. Arsya dan Abraham pun tidak tahu harus bagaimana lagi, sudah berulang kali mereka mengajaknya untuk pulang sebentar serta membelikannya makanan agar di makan di rumah sakit. Namun tetap saja jawabannya selalu sama, “Ali tidak nafsu makan umi.” begitulah kira-kira jawaban yang selalu Ali lontarkan saat menolak makanan yang dibawa oleh kedua orang tuanya.

Kini Ali sedang duduk di samping dimana Fatimah terbaring lemah diatas brangkar rumah sakit. Tangannya masih setia mengenggam tangan dingin milik Fatimah, dia terus berdoa agar tunangannya secepat mungkin siuman. Namun sepertinya Allah masih ingin menguji kesabaran Ali dan seberapa setianya dia kepada Fatimah.

“Kamu kapan bangun, aku udah kangen banget sama kamu. Padahal cuma 2 hari ya, tetapi rasanya udah bertahun-tahun kita nggak ketemu dan aku nggak kuat lagi Fa.” ucap Ali menahan dirinya agar tidak menangis.

Tidak lama kemudian, Khadijah datang bersama Varo dan Diana. Semalam mereka memang pulang karena Diana yang kini sedang menghamil harus banyak beristirahat dan Khadijah juga tidak terbiasa tidur di rumah sakit, alhasil Ali yang harus menjaganya. Tetapi tanpa disuruhpun Ali juga tidak ingin pulang.

“Loh nak Ali?! Kamu nggak pulang?” tanya Khadijah yang tengah menaruh bekal makanan yang dibawanya.

Ali menoleh kearah calon menantunya, dia tersenyum lalu menjawab pertanyaan yang Khadijah lontarkan.

“Nggak umi.” jawab Ali.

Khadijah yang peka terhadap kondisi Ali saat ini langsung menyodorkan bekal yang dibawanya. Ali menatapnya dengan wajah kebingungan.

“Ini kamu makan, menantu umi nggak boleh kelaperan entar Fatimah marah loh sama umi karena nggak ngejaga baik tunangannya.” ucap Khadijah disertai kekehan kecil.

Ali merasa tidak enak lansung menerimanya.

“Makasih umi.” ujar Ali dibalas dengan anggukan kepala dari Khadijah.

Dia lansung berpindah tempat ke sofa agar bisa memakannya dan kebetulan Varo juga duduk disana.

“Gimana kabarnya Al? Lo nggak kayak kemarin-kemarin lagi kan?” tanya Varo ketika Ali sudah berada di sampingnya. Dia tahu kalau Ali sudah 2 hari tidak makan, mungkin sekedar minum saja.

“Nggak kok bang.” balas Ali seraya membuka kotak bekal yang diberi oleh calon mertuanya itu.

Varo mengangguk-nganggukan kepalanya seraya meminum air yang baru dibelinya di depan rumah sakit. Diana yang memerhatikannya hanya bisa diam, putrinya yang bernama Keysa sengaja tidak dia bawa karena melihat kondisi Fatimah yang sepertinya tidak diperbolehkan oleh suasana ramai. Apalagi putrinya itu sangat menyanyangi Fatimah, mungkin jika melihatnya akan lansung membuatnya menangis histeris.

***

Di sisi lain, seorang perempuan tengah menikmati perayaan atas keberhasilan rencananya. Dia tertawa melengking dan disertai gelak tawa seorang laki-laki yang membantunya.

“Gue seneng banget akhirnya rencana yang gue susun dari dulu berhasil. Ya... Walaupun tujuannya masih tidak tercapai sepenuhnya.” ujarnya di sela-sela tengah minumnya. Dia mengelap bibirnya dengan tangannya sendiri, tampaknya dia sudah mabuk.

Laki-laki itu tersenyum melihatnya. Dia mendekatkan dirinya kearah perempuan tadi. Akal buruknya kembali merangsang, dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Perlahan tangannya mulai menjelajahi tubuh perempuan itu dan akhirnya sebuah kekhilafan pun terjadi saat itu juga.

***

Alfin yang tengah berusaha melepas kaitannya di kursi ternyata sudah berhasil. Lantas dia berjalan mengendap-ngendap agar tidak menimbulkan suara dan akhirnya si pencuri itu tahu akan keberadaannya.

Sesampainya di ruang tengah dia begitu syok karena melihat kejadian itu. Matanya lansung menutup dan mulutnya bahkan refleks mengeluarkan suara dan untungnya tangannya setia menutupnya. Tanpa berlama-lama dia lansung keluar dari gudang tua itu. Dia berlari-lari sejauhnya agar dirinya tidak ditangkap dan dibawanya kembali.

“Aku bakal selametin kamu Fa.” batin Alfin seraya berlari dan menjauh dari bangunan tua itu.

***

Perempuan itu terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa pusing dan nyerih di seluruh bagian tubuhnya. Dan ketika penglihatannya sudah jelas, dia lansung syok ketika melihat tidak ada sehelai kainpun yang melekat di tubuhnya. Terlebih lagi laki-laki yang bekerjasama tadi sedang berada di sampingnya dengan posisi memeluk tubuhnya itu.

“Hei, lo apain gue?!” teriaknya membuat laki-laki itu terbangun.

Laki-laki itu mengucek kembali kedua matanya seraya menguap.

“Iya.... Ada apa sih Zah?” tanya laki-laki itu, tetapi ketika pandangannya sudah jelas, dia lansung syok.

“Lo... Lo ngapain buka baju seperti itu?” tanyanya refleks menutup kedua matanya. Perempuan itu mendengus kesal, bisa-bisanya cowok di depannya itu bertingkah seperti tidak tahu apa yang telah dia perlakukan pada dirinya.

“Lo tolol apa bego sih? Bisa-bisanya lo sok amnesia setelah lo perlakuan kasar lo tadi? Emang tubuh gue semurahan gitu ya di depan mata lo?!” ucap perempuan itu dengan meninggikan nada suaranya. Tetapi detik kemudian dia lansung meringkuk menutupi tubuhnya dan menangis. Laki-laki itu kebingungan, sekilas ingatan terlintas dalam pikirannya.

“Argh goblok! Kenapa lo ngelakuin itu bego!” pekik laki-laki itu di dalam hatinya. Tanpa aba-aba dia memeluk tubuh perempuan itu.

“Maaf ya, gue tadi nggak sadar udah ngelakuin itu ke lo. Gue bakal tanggung jawab kok.” jelas Laki-laki itu di dalam pelukannya.

Perempuan itu semakin menangis.

“Lo bodoh Dan!” pekik perempuan itu di tengah-tengah isakan tangisnya.

Perlahan pelukan mereka terurai. Perempuan itu sudah kembali tenang, lalu perhatiannya tertuju pada jejak sepatu yang tampak begitu kotor dilihatnya.

“Dan, itu bekas jejak sepatu lo?” tanya perempuan itu kepada cowok si depannya.

“Nggak bukan gue.” jawabnya dengan jujur.

Perempuan itu nampak berpikir, lalu pikirannya lansung tertuju pada satu orang yakni ALFIN.

“Dan, cek di gudang cepet! Alfin... Alfin takut kabur!” ucap perempuan itu tengah panik dan cowok itu lansung menurutinya dan mengecek keberadaan Alfin.

“Alfin nggak ada Zah!”

Perempuan itu lansung panik. Dan cowok itu pun juga Ikutan panik, namun sesuatu barang yang tertinggal. Cowok itu lansung mengambil dan memperlihatkannya kepada perempuan itu.

“Zah! Gelang ini.... Bukannya milik Alfin?” tanya cowok itu. Lantas perempuan itu menerimanya dan lansung tersenyum miring.

Dia sepertinya menemukan ide baru yang akan membuat keberadaannya tidak sedang dalam bahaya. Gelang itu tampak ada tulisan Alfa ( Alfin & Fatimah ). Mungkin ini akan membuat fitnah terbesar terjadi diantara keduanya.

“Alfin Alfin, bodoh banget sih lo sampe ninggalin barang yang bisa ngebuat lo akan dibenci semua orang.” ucap perempuan itu tersenyum lalu menatap cowok di depannya.

“Lo kerjain rencana B kita, gue akan urus yang lainnya. Inget! Diantara kita nggaka ada yang bakal berkhianat!” ucap perempuan itu lansung memakai bajunya kembali.

Pandangannya kembali luruh dan serius.

“Gue bakal ngebuktiin akibat yang sesungguhnya Alfin!” batinnya dengan wajah seramnya.

“BERSAMA MENUJU CINTANYA”
•••••

#Next chapter?
#Jangan lupa voment-nya

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang