Chapter 16

25 7 0
                                    

Fatimah sudah sampai di rumah bercat putih itu, tangannya sedang memegang sampul surat berwarna coklat yang tadi dia baca. Dia berniat untuk memberikannya kepada Ali.

Perlahan dia mulai mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu tersebut. Namun tiba-tiba dia urungkan ketika seseorang tengah menyebut namanya.

"Fatimah adalah cinta pertama ana bi! Ali sudah lama menyukainya bahkan Ali berencana melamarnya setelah lulus mengajar di pondok pesantren yang abi suruh." jelasnya dengan penuh keseriusan.

Mendengar itu Fatimah lansung tertegun. Dia tidak pernah bertemu dengan laki-laki seserius Ali untuk menikahinya. Dan pertama kali ini dia mendengarnya lansung dari mulut laki-laki itu.

Karena tidak ingin dikira sedang menguping, Fatimah lantas mengetuk pintunya sehingga membuat orang di dalam diam dan sepertinya sedang pergi menuju pintu untuk membukanya.

Tampak seorang perempuan berusia 30 an sedang menatap Fatimah dengan wajah penuh penasaran.

“Assalamualaikum tante!” ucap Fatimah lirih.

Arsya lansung tersenyum dan menjawab salam yang dilontarkan oleh Fatimah.

“Waalaikumsalam, dengan siapa ya?” tanya Arsya bertanya-tanya.

Fatimah kikuk untuk mengakui bahwa dirinya adalah orang yang Ali maksud. Tetapi dia juga tidak ingin membuat masalah lagi, cukup masalalunya yang menjadi masalahnya sekarang. Dia menatap wajah perempuan itu.

“Saya Fatimah tante!” ucapnya membuat perempuan di depannya lansung terkejut. Tetapi di detik kemudian dia lansung menetralkan ekspresinya.

“Oh, yaudah silakan masuk!” ucapnya mempersilahkan Fatimah untuk masuk. Ternyata Ali masih bersama dengan abinya, melihat itu Fatimah semakin dibuat canggung. Apalagi dirinya tidak membawa oleh-oleh apapun.

Ali menoleh dan terkejut ketika melihat Fatimah.

“Fatimah!” ucapnya dengan wajah tidak percaya. Bagaimana Fatimah mengetahui rumahnya? Ataukah dari pondok pesantren? Tetapi tidak mungkin kalau pondokan sana lansung memberikan informasi pribadi apalagi kepada calon ustadzah disana. Ali sibuk dengan pikirannya, dia sampai bengong memikirkan alasannya itu.

“Silakan duduk nak, tante siapin minum ya.” ucap Asrya mempersilahkan Fatimah untuk duduk di salah satu sofa disana.

“Nggak usah repot-repot tante, saya kesini juga sebentar kok.” balas Fatimah merasa tidak enak. Terlihat abi Ali yang sedang memerhatikannya dari atas sampai bawah.

Merasa diperhatikan Fatimah hanya bisa menunduk malu karena itu.

“Silakan duduk! Ada perlu apa?” tanya Abraham dengan raut wajah ramah. Dia begitu mengerti ketika melihat wajah Fatimah yang sepertinya canggung.

“Ah.. Iya-iya makasih om.” ucap Fatimah seraya duduk. Sedangkan Arsya kembali duduk di samping suaminya. Ali tersadar, dia mulai memerhatikan Fatimah.

Fatimah berdeham untuk mengurangi rasa gugupnya. Lalu dia mengeluarkan surat yang dia bawa tadi, lalu menyerahkan itu kepada Ali. Menerima itu Ali bertanya-tanya apa ini?

“Apa ini? Kenapa memberikannya kepadaku?” tanya Ali menatap surat bersampul coklat itu dan wajah Fatimah secara bergantian.

“Buka saja, nanti kamu akan tahu.” balas Fatimah masih keadaan menundukkan kepala.

Ali segera membukannya dan terkejut ketika melihat nama yang terpampang dari surat itu. Siapa lagi kalau bukan senior dan sekaligus sahabatnya. Perlahan dia membaca kata per kalimat, tanpa disadari dia membaca dengan air mata mengalir lolos keluar. Dia sungguh tidak mengetahui bahwa seniornya akan dihukum mati karena ulahnya. Memang bukan dirinya yang menyetir kala itu, namun karena tingkahnya yang konyol membuat seniornya salah fokus dan akhirnya menabrak seseorang.

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang