Chapter 18

21 8 0
                                    

“Alfi?!”

Fatimah terbengong-bengong melihat kedatangan sahabatnya itu. Sedangkan Arfa  hanya memasang wajah dengan senyuman tulusnya.

“Kamu ngapain disini?” tanya Fatimah dengan kebingungan.

Senyum yang mula terbit kini perlahan memudar mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Fatimah.

“Emang aku nggak boleh kesini ya? Dimana sahabat aku udah tunangan gitu?” ucap Alfi membuat Fatimah merasa tidak enak karena sudah mengatakan itu.

“Emm.. Eh nggak bukan begitu. Aku cuma bingung aja kenapa tiba-tiba berada disini.” ucap Fatimah kikuk.

Alfi tersenyum kecewa jika mengingat bahwa dirinya mencintai Fatimah lebih dari kata sahabat. Salahkah ia begini?

Fatimah hanya turut diam, namun tiba-tiba Alfi memeluknya dan sontak membuat Fatimah terkejut. Baru pertama kali ini Alfi benar-benar berani menyentuhnya bahkan memeluknya.

Fatimah berusaha melepas pelukannya dan memperingati Alfi, tapi nihil pelukan itu seolah-olah makin erat.

“Alfi! Jangan begini, aku nggak mau ada lihat dan salah paham sama kita!” ucap Fatimah berusaha melepasnya.

“Al... Fi...” entah kenapa penglihatan Fatimah memutih dan dia pun tak sadarkan diri.

Alfi yang merasa tubuh Fatimah melemah lansung melonggarkan pelukannya dan melihat wajah Fatimah yang memucat dalam mata tertutup.

Ali yang tidak sengaja melihatnya lansung pergi menghampiri keduanya.

“Kamu apakan tunangan saya?” tanya Ali lansung merebut tubuh Fatimah untuk berada di pangkuannya. Dia sangat khawatir melihat wajah Fatimah yang memucat.

Alfi hanya diam, dia tidak tahu tingkahnya akan berakibat seperti ini.

“Fatimah, bangun! Awas kalau terjadi apa-apa dengan tunangan saya!” ancam Ali. Tanpa basa-basi dia mengbopong tubuh Fatimah menuju mobil pribadinya.

Para tamu tampak terkejut saat melihat keduanya. Varo beserta kerabat lainnya juga lansung mengekori Ali menuju mobilnya.

Perlahan pintu mobil Ali buka dan dia lansung meletakkan tubuh Fatimah di kursi tengah.

“Kak Diana, kakak tolong jaga Fatimah di belakang. Bunda dan yang lainnya lansung nyusul pakai mobil yang lain aja. Ali pamit, assalamualaikum!” ucap Ali seraya masuk mobil dan lansung menancap gas menuju rumah sakit terdekat.

Khadijah tampak khawatir, dia lansung mengajak Varo untuk segera menyusul Fatimah. Sedangkan Alfi tidak berbuat apa-apa, dia tidak merasa pantas untuk pergi menemui Fatimah setelah melakukan sesuatu yang diluar akal kesadarannya.

***

Ali mondar-mandir di depan pintu bertulisan UGD itu, tidak dapat dibayangkan bagaimana  khawatirnya Ali sekarang. Varo dan Diana mencoba menenangkan Khadijah yang daritadi tidak berhenti menangis, sedangkan Arsya dan Abraham mencoba membujuk putranya agar tetap tenang.

“Ali, duduk dulu ya sayang. Tunangan kamu masih diperiksa sama dokter, insyaallah nggak papa kok.” bujuk Arsya kebingungan melihat putranya yang sudah berulang kali mondar-mandir di depan pintu rawat.

“Umi... Bagaimana Ali tidak khawatir melihat wajah Fatimah sepucat itu?!” balas Ali mengingat-ingat bagaimana wajah Fatimah sebelum dia bawa ke rumah sakit.

Arsya memilih untuk diam saja, menegurnya lagi hanya akan memperburuk suasana. Abraham menggenggam tangan istrinya itu, lantas tersenyum untuk menenangkan istrinya itu.

Tidak lama kemudian dokter dengan masker melekat di mulutnya perlahan dia buka. Ali melihat itu lansung cepat menghampirinya.

“Bagaimana dokter keadaan tunangan saya? Dia baik-baik saja kan? Tidak ada yang parah kan?” tanya Ali dengan intonasi bicara yang cepat. Dokter saja kebingungan untuk menjawab darimana.

Varo menghampiri keduanya dan diikuti oleh Khadijah yang dituntun oleh Diana. Begitupun Arsyan dan Abraham, mereka juga ingin tahu kondisi calon menantunya.

“Oh kamu tunangannya ya? Alhamdulillah dia baik-baik saja, walaupun sesak nafasnya sering kambuh.” jelas Dokter membuat semua orang terkejut. Apa maksud dari sesak nafas sering kambuh? Apakah selama ini Fatimah menderita penyakit  Dyspnea. Dimana penyakit itu  terjadi akibat tidak terpenuhinya pasokan oksigen ke paru-paru yang menyebabkan pernapasan menjadi cepat, pendek, dan dangkal. Tetapi kenapa Fatimah tidak pernah menceritakan itu kepadanya apalagi ke keluarganya sendiri?

“Mak... Maksud dokter apa? Kenapa putri saya sesak nafas?” tanya Khadijah yang akhirnya membuka suara. Semuanya diam menunggu jawaban dari dokter tersebut.

“Ananda Fatimah mengalami penyakit Dyspnea, dimana penyakit itu akan sering kambuh ketika Fatimah kekurangan pasokan oksigen. Ananda juga sering berkonsultasi dengan saya sejak usianya sekitar 15 tahun. Tapi apa kalian tidak tahu semua itu?” tanya dokter yang merasa aneh karena perempuan di depannya ini yang berstatus sebagai ibu menanyakan keadaan putrinya yang seolah-olah tidak tahu apapun.

Khadijah dan lainnya hanya menggeleng pelan. Dunia Khadijah sekarang sudah hancur, kenapa dirinya tidak tahu apa yang selama ini di derita oleh putrinya? Mengapa harus putrinya yang mengalami itu? Dia sungguh merasa gagal menjadi seorang ibu.

“Emm baiklah saya pergi dulu, kalian boleh jenguk ananda Fatimah tetapi secara bergantian dan tidak boleh ramai.” ucap Dokter tersebut lantas memasang kembali maskernya dan berlalu di hadapan mereka.

Setelah kepergian dokter, tanpa basa-basi Ali lansung masuk dan disusul oleh lainnya.

Dia melihat Fatimah tengah tertidur dengan mulut yang ditutupi oleh sebuah tabung oksigen. Perlahan dia menduduki salah satu kursi di samping Fatimah berbaring. Disentuhnya punggung tangan Fatimah.

“pinjam tangannya sebentar ya, aku ingin menyalurkan rasa semangat untuk kamu.” ucap Ali menatapnya dengan tatapan sedih.

Khadijah hanya diam, dia dapat melihat ketulusan cinta dari Ali untuk putrinya. Masih ada rasa bersalah saat dia mengatakan hal yang sungguh menyakitkan saat itu.

“Ayo umi, duduk dulu!” ajak Diana yang tadi memerhatikan mertuanya yang tampak begitu lelah. Sedangkan daritadi Arsya dan Abraham sudah duduk di pojokan memerhatikan mereka semua. Varo juga sedang duduk diantaranya, dia memijat kening yang begitu pusing.

Khadijah mengangguk dan mengikuti perintah Diana. Ali masih setia menatap wajah Fatimah, tangannya juga masih mengenggam tangan Fatimah dengan erat.

Namun saat Ali sibuk dengan lamunanya, tiba-tiba sebuah penggerakan jari Fatimah membuat Ali lansung tersadar ke alam nyata nya. Dia menatap Fatimah.

“Fatimah? Kamu sudah sadar?” tanya Ali membuat yang lain lansung menghampiri keberadaan mereka berdua.

***

Kepala Fatimah terasa pusing, namun dia paksa untuk melihat sekitarnya. Awalnya hanya buram seperti ditutupi awan, namun akhirnya dia sudah bisa melihat jelas ruangan itu. Matanya tertuju pada seorang di sampingnya  yakni Ali.

“A.. Ali?!” ucap Fatimah membuat wajah Ali kembali berseri. Dia sungguh senang melihat Fatimah sudah kembali sadar.

“Fatimah! Kamu baik-baik aja kan sayang? Apa masih sakit? Atau umi belikan sesuatu?” ucap Khadijah dengan kecepatan diatas rata-rata ketika mengatakannya. Fatimah lansung dibuat bingung saat ingin menjawabnya.

“A.. Apa yang terjadi pada Fatimah umi? Kenapa Fatimah berada disini?”  tanyanya dengan wajah kebingungan, terlebih lagi dia sedang memakai pompa oksigen yang dipasang di setengah wajahnya.

Semua lansung menatap wajah Fatimah dengan penuh keheranan.

“BERSAMA MENUJU CINTANYA”
••••

#Next chapter
#Jangan lupa voment-nya

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang