Chapter 12

27 8 0
                                    

~Chapter sebelumnya~

“Kamu!” ucap Khadijah membuat Fatimah terkejut karena merasa uminya mengenali siapa Ali.

•••

Ali tidak kalah terkejutnya. Dia terkejut kala melihat seorang perempuan yang ia temui sebelumnya ternyata berstatus ibu dari orang yang ia sukai.

Seketika Khadijah lansung kesal dan marah.

“Fatimah cepat masuk! Umi tidak akan mengizinkan kalian berdua untuk keluar bersama.” ucap Khadijah dengan wajah marahnya. Marah ketika harus mengingat masa lalu yang membuatnya merasa sedih.

“Ta.. Tapi umi...” balas Fatimah, namun ucapannya terpotong oleh perkataan uminya.

“Masuk Fatimah!” teriak Khadijah saking kesalnya dengan putrinya itu.

Ali hanya bisa diam mendapati keduanya yang tengah bertengkar karena dirinya. Mengapa dia harus menyukai perempuan yang memiliki masa lalu yang suram dengannya?  Mengapa?!

Fatimah meneteskan air matanya, dia masuk dan mengunci dirinya di dalam kamar. Sedangkan Khadijah merasa bersalah karena melampiaskan kekesalannya kepada putrinya. Dia menoleh dan menatap laki-laki di depannya itu.

“Buat apa kamu disini? Cepat pergi! Saya tidak akan mengizinkan kalian bertemu ataupun bersatu. Saya tidak ingin nasib sial saya akan jatuh kepada putri saya ketika menikahi kamu.” ucap Khadijah sungguh menusuk hati Ali.

Perempuan seperti Khadijah memang terkenal sabar dan lembut ke semua orang. Namun jika dia kesal dan marah, walaupun 1 kali saja. Mulut akan bertentangan dengan semua pernyataan itu, orang sabar akan mudah mempengaruhi mental seseorang jika dia sudah membuatnya melebihi batas sabarnya.

“Maafkan saya tante.” ucap Ali lirih. Namun Khadijah tetap acuh dengan ucapan laki-laki di depannya itu.

“Saya pulang dulu, assalamualaikum!” sambungnya.

Karena sudah merasa tidak diperlukan lagi disini. Alhasil Ali pamit pulang dan meninggalkan Khadijah yang tengah menahan air matanya.

Setelah melihat kepergian laki-laki itu, Khadijah lansung tertuduk di lantai pekarangan rumahnya dengan tangis yang semakin menjadi.

Sungguh dia merasa bersalah karena mengatakan hal yang tidak pernah ia katakan. Sedangkan Fatimah yang tadi melihat kepergian Ali hanya menangis. Entah kenapa sikap uminya berubah kala melihat wajah laki-laki itu.

“Maafin tante Al, tante tidak bermaksud begitu. Mengingat kejadian 6 tahun yang lalu ketika melihat wajahmu, emosi tante lepas kendali.” ucap Khadijah lirih.

Namun tiba-tiba Varo beserta istri dan anaknya datang. Mereka terkejut saat melihat Khadijah tertuduk di lantai dengan menangis.

Varo segera menghampiri uminya.

“Umi! Umi kenapa nangis? Apa yang terjadi?” tanya Varo dengan memberikan ketenangan pada uminya. Sungguh kelemahan seorang anak laki-laki itu berada pada ibunya.

Diana ikut menghampiri keduanya, dia memegang pundak suaminya itu.

“Bawa ke dalam dulu mas, kasih ketenangan dulu buat ibu. Ayo aku bantuin. Keysa masuk ke kamar duluan ya.” ucap Diana kepada putrinya yang sejak tadi memperhatikan mereka.

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang