Chapter 17

22 7 0
                                    

Malam ini Fatimah sudah siap dengan gamis yang baru dipakainya itu. Berhubung malam ini akan ada makan malam bersama sekaligus malam pertunangannya dengannya dan Ali, dia harus make up walaupun terbilang begitu tipis baginya.

Dia menatap dirinya di pantulan kaca besar lemarinya, senyuman yang sejak tadi tidak pernah luntur di wajahnya itu. Tetapi semakin melihat jam dinding, jantungnya semakin berpacu dengan cepat. Dia begitu gugup, karena baru kali ini perasaan yang ia timbulkan menjadi sebuah hubungan yang serius.

“Tolong lancarkanlah acara ini ya allah.” pinta Fatimah dalam hatinya. Semoga saja apa yang dia inginkan itu terwujud, setidaknya untul hari ini saja.

Saat asyik memainkan handponenya, tiba-tiba dari balik pintu bundanya memanggil namanya seraya mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.

Sontak Fatimah bangun dari tempat duduknya dan lansung membuka pintu kamaenya. Khadijah kaget saat melihat putrinya yang sedang berdiri di hadapannya, masyaallah dirinya begitu takjub dengan kecantikan putrinya.

“Bunda kok bengong sih? Ada apa, mereka udah dateng ya?” tanya Fatimah membuyarkan lamunan bundanya yang diam menatap dirinya.

Khadijah tersenyum, lalu memegang tangan putri satu-satunya itu.

“Iya ayo turun, tunangan kamu udah dateng.” balas Khadijah mengeratkan pegangannya dengan Fatimah.

“Belum juga selesai acaranya bunda, tapi wajah aku nggak belepotan kan make up nya?” tanya Fatimah sedikit ragu dengan penampilannya. Padahal daritadi udah berulang kali bercermin seraya memuji-muji dirinya sendiri.

“Kamu cantik kok Fatimah, malah cantik banget. Bunda sampe nggak bisa kasih kritik apapun saking cantiknya anak bunda ini.” ucap Khadijah membuat Fatimah menunduk malu. Siapa sih yang baper karena dipuji secara ikhlas dari hati, apalagi orang itu adalah ibu kita sendiri.

Mereka berduapun segera turun, dan perlahan menghampiri keluarga Ali serta para kerabatnya. Memang tidak semua mereka undang, tapi ini cukup ramai bagi Fatimah.

Ali yang tadinya sibuk berbincang-bincang dengan Varo, kini pandangannya teralihkan pada perempuan yang sedang berjalan menghampirinya dengan wajah menunduk. Perlahan senyuman di wajahnya mulai terukir, wajahnya merona dan jantung berdegup dengan kencang. Fatimah saja masih dalam keadaan menunduk, apalagi sampai mendongak menatap dirinya.

Varo yang melihat itu lantas menyenggol lengan Ali.

“He'emm calon istri tuh dateng!” ucap Varo menggoda-goda Ali. Saat itu juga Ali semakin dibuat salah tingkah, apalagi pipinya semakin merona menahan malu. Dan pasti senyumannya semakin manis saat melihat Fatimah yang sudah duduk di hadapannya.

“Baik karena sudah berkumpul, mari kita memulai acaranya terlebih dahulu dengan bacaan basmalah.” ucap Abraham, yang merupakan abi dari Ali.

Semuanya lantas menunduk dan bergumam membaca bacaan basmalah. Lalu kembali mendongak dan memusatkan kedua tunangan itu.

“Baiklah tidak perlu berlama-lama, mungkin lansung ke proses pemasangan cincin kepada kedua calon tunangan.” ucapnya lansung didatangi oleh istrinya sendiri seraya membawa kotak kecil yang berisi cincin tersebut.

Semua orang tampak tersenyum melihat keduanya, ada yang merasa iri karena hubungan mereka begitu cocok. Apalagi Ali yang merupakan laki-laki idaman di desanya, kini malah bertunangan dengan Fatimah yang juga merupakan perempuan idaman di desanya juga.

Arsya memberikan salah satu cincin itu kepada Ali dan satunya ke Fatimah untuk saling memasangkan antar satu sama lain. Kini Ali dan Fatimah sudah berdiri saling berhadapan dan memegang cincin itu.

“Baiklah, pertama kepada Ali untuk memasangkan cincin pertunangannya kepada Fatimah.” ucap Abraham yang sejak tadi memperhatikan kedua pasangan muda di depannya itu.

Mendengar itu jantung Ali berpacu dengan cepat, begitupun dengan Fatimah. Dia yang sejak tadi menunduk, kini mendongak menatap wajah Ali. Melihat wajah Fatimah yang sudah jelas terpampang di depannya itu membuat dirinya terkesima dengan kecantikan yang dimiliki oleh Fatimah sendiri.

“Masyaallah!” pekik Ali di dalam hatinya.

Perlahan Ali mendekatkan dirinya dan mulai memasangkan cincin tersebut tepat di jari manis Fatimah. Setelah selesai barulah terdengar tepukan tangan hebat dari kedua keluarga besar itu.

Kini giliran Fatimah yang akan memasangkan cincin pertunangannya kepada Ali. Dia melakukan hal yang sama persis dengan apa yang Ali lakukan, meskipun dirinya terlalu gugup untuk memegang tangan Ali untuk pertama kalinya.

Semuanya sudah selesai, cincin pertunangan kini sudah melekat di jari mereka berdua. Dan acara selanjutnya hanya makan bersama dan mengobrol-ngobrol santai.

Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Fatimah yang sejak tadi berdiri di samping Ali memutuskan untuk pergi ke kamarnya sebentar, ya... Untuk menghilangkan rasa lelahnya saja.

“Al, aku istirahat dulu ya. Nanti kalo bunda nyari aku, bilang aku ada di kamar.” ucap Fatimah menatap Ali yang berada di sampingnya. Mendengar itu Ali tersenyum dan mengangguk, dia juga tidak akan kuat berdiri terus sambil menerima kata ucapan selamat dari keluarganya. Dia akan duduk di samping bundanya dulu.

“Iya nanti aku bilangin ke bunda, emm tapi kamu nggak papa kan?” tanya Ali yang sepertinya melihat wajah Fatimah aneh. Maksudnya aneh dalam arti Fatimah sedang tidak baik-baik saja.

Fatimah lantas menggeleng, lalu memegang lengan Ali.

“Aku nggak papa Al, Yaidah aku ke kamae dulu.” ucap Fatimah lansung berlalu di hadapan Ali dan pergi ke kamarnya.

Ali hanya memerhatikan tubuh Fatimah yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya. Tiba-tiba seorang laki-laki seumuran dengannya sedang menghampiri dirinya.

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang