Chapter 13

22 7 0
                                    

Bau obat mulai menyerang indra penciuman Fatimah. Perlahan matanya membuka dan melihat sekelilingnya dengan wajah bingung. Kepalanya masih terasa begitu pusing, dia mengendarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

“Ini dimana?” gumam Fatimah masih merasa sakit di bagian dadanya.

Varo yang merasakan ada pergerakan dari tubuh Fatimah lansung terbangun. Dia terkejut sekaligus senang saat melihat Fatimah sudah sadar.

“Fatimah, kamu sudah sadar! Masih ada yang sakit?” tanya Varo menatapnya khawatir.

Fatimah mengeryitkan kening bingung, apa yang telah terjadi padanya? Namun saat ia ingin bertaya hal itu, tiba-tiba kedua perempuan datang dan mengejutkan dirinya. Yah itu umi dan istri kakaknya itu.

“Sayang! Kamu nggak papa kan? Ada yang sakit tidak? Kamu mau apa biar umi belikan ya.” ucap Khadijah dengan gelisah. Patut digaris bawahi, jika anak sakit maka orang tua akan merasakan sakit yang berdua kali lipat dari sakit yang sebenarnya.

“Umi, umi kenapa sih? Fatim nggak papa kok, tapi kenapa Fatimah harus berada di rumah sakit? tanyanya menatap wajah umi dengan kebingungan.

Khadijah diam, dia tampak bingung harus menceritakannya darimana. Varo yang peka akan hal itu, dia lansung mengalihkan pembicaraannya.

“Oh iya, kata dokter kamu boleh pulang saat sadar. Fatim sudah merasa enakan kan?” tanya Varo mendapat anggukan kepala dari Fatimah.

Lantas Varo tersenyum, dia mengisyaratkan Diana untuk membereskan barang-barang yang tadi dibawa ketika Fatimah berada di rumah sakit.

Fatimah lansung dibantu berdiri oleh Khadijah dan perlahan berjalan keluar dari ruang rawat pergi menuju mobil milik Varo.

***

( Rumah Ali )

Mobil kini sudah terparkir di pekarangan rumah. Ali turun dan berjalan gontai menuju rumahnya. Aliza yang baru keluar rumah dan tidak sengaja melihat Ali yang sepertinya ada masalah.

“Abang! Kenapa tuh muka kusut banget deh, kayak nggak pernah mandi aja.” ucapnya dengan mengemil popcorn yang sedang dipegangnya.

Melihat Ali yang tak kunjung menjawabnya terpaksa Aliza melakukan rencana 2 nya yakni mengancam abangnya.

“Abang kalo nggak jawab, Aliza kasih tau ke abi ya soal game itu.” ucap Aliza. Namun tetap saja Ali tidak menjawabnya. Malah Aliza ditinggal pergi oleh Ali, untuk saat ini Ali malas untuk berdebat dengan adik perempuannya ini.

Aliza hanya mangut-mangut menatap punggung abangnya yang perlahan menghilang dari penglihatannya. Dia merasa aneh dengan sikap abangnya itu.

“Ah sudahlah, terserah dia mau apa.” ucap Aliza pada dirinya sendiri, lalu pergi ke toko untuk membeli sesuatu. Itulah alasan mengapa Aliza keluar dari rumahnya tadi.

***

Sesampainya di kamar, Ali lansung merebahkan tubuhnya. Dia tidak menghiraukan betape lelah tubuhnya itu, dia hanya memikirkan sakit di hatinya. Dan obat yang paling ampuh adalah orang yang membuat dia sakit hati, yah dia itu adalah Fatimah.

Dia melirik kearah jendela yang mulai memancarkan sinar sunset, impiannya untuk menuntaskan rasa rindunya malah berujung sebuah pertikaian. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan putri dari orang yang ia tabrak 6 tahun yang lalu. Karena berujung dia masih dibawah umur, jadi dia hanya membayar dendanya saja.

Pantas saja Khadijah sangat membenci Ali. Meskipun dirinya tergolong anak dibawah umur pada saat itu, tetapi dia sudah merenggut nyawa seorang suami dan sekaligus ayah dari orang yang dia cintai.

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang