Chapter 19

21 7 0
                                    

Semuanya lantas terheran-heran dengan pertanyaan yang disodorkan oleh Fatimah.

“Kamu nggak ingat apa-apa?” tanya Ali yang  tersadar dari lamunanya.

Fatimah menggeleng dan membuat semua orang tampak kebingungan.

Sedang asyik dengan kebingungan mereka, tiba-tiba dokter tadi datang karena mendengar bahwa Fatimah sudah sadar. Dokter itu lantas mengeluarkan alat pendeteksi detak jantung dan menaruhnya di dada Fatimah sebentar lalu mengecek suhu tubuhnya. Lantas dokter itu melepas alatnya itu dan kembali menatap semua keluarga itu.

“Fatimah sudah sembuh, hanya saja setiap dia mengalami hal yang sama seperti tadi itu akan berefek pada saraf otak. Jadi maklum saja Fatiamah tidak ingat apapun tentang apa sebelumnya terjadi kepadanya.” jelas Dokter itu tampak seperti tahu isi pikiran dari mereka semua.

Semuanya tampak terkejut mendengarnya sedangkan Fatimah hanya memasang wajah kebingungan, bagaimana tidak? Dia sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi padanya sebelumnya.

“Baik karena itu, Fatimah sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini. Sebelum itu jangan lupa untuk membeli obat yang sudah tercatat di situ.” ucap Dokter dengan menyerahkan selembar kertas tersebut.

Ali menerima lembaran itu dan menatapnya sebentar sebelum mengucapkan terimakasih kepada dokter tersebut.

***

Suasana rumah Fatimah terlihat ramai, keluarga besar tunangannya juga berkumpul di rumahnya. Melihat umi dan kakak iparnya yang sibuk bergulat di dapur memasak makanannya membuat Fatimah mau tidak mau harus membantu meskipun kepalanya agak pusing sedikit.

Dia berjalan perlahan ketika keluar kamarnya, dan tidak sengaja melihat Ali yang berjalan menghampiri dirinya.

“Kok keluar? Kamu kan masih sakit Fatim.” ucap Ali setelah berada di hadapan Fatimah. Dia membantu memegang tangan Fatimah, namun hanya terhalang gamisnya saja dan tidak menyentuh kulitnya lansung.

Fatimah lansung tersenyum dan menggeleng perlahan.

“Aku nggak papa Al, ini udah mendingan kok. Aku harus bantu umi dulu buat masakan yang nanti mau disajikan ke keluarga kamu.” ucap Fatimah berusaha menampakkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Ali diam, dia memerhatikan Fatimah dengan wajah masih ragu akan ucapan tunangannya itu. Dia hanya tidak mau Fatimah kehilangan kesadaran lagi.

“Aku baik-baik aja abi!” ucap Fatimah membuat wajah Ali yang mula serius lansung dibuat merona. Bagaimana tidak? Panggilan abi baginya itu adalah panggilan paling romantis baginya.

Fatimah yang melihat itu terkekeh dan lansung senyam-senyum.

“Cie-cie salting ya? Yaudah ya aku ke dapur dulu.” ucap Fatimah lantas pergi dari hadapan Ali, tunangannya sendiri.

Sedangkan Ali hanya diam, dia memegangi pipinya yang terasa panas dingin di tempat.

“Ini kali pertama aku merasakannya Fatim.” batin Ali tersenyum malu dengan dirinya sendiri.

***

“Umi, ada yang bisa Fatimah bantu tidak?” tanyanya ketika sudah sampai di dapur. Khadijah lansung terkejut dan menoleh kearah Fatimah.

“Loh kok kamu keluar sih sayang, umi kan suruh kamu istirahat. Nggak usa, umi sama Diana aja yang nyelesain ini. Kamu kembali gih ke kamar aja.” jelas Khadijah sembari melanjutkan kegiatannya yang sedang memotong-motong sayuran.

Bukannya menurut Fatimah malah mendekat kearah uminya dan merebut pisau itu dari tangan uminya.

“Fatimah bosan umi di kamar terus, biar Fatimah aja yang buat ini. Umi lanjut temenin tamu sana, biar mereka nggak merasa bosan.” ucap Fatimah dengan wajah berseri. Dia hanya ingin menyakinkan kepada uminya bahwa dirinya baik-baik saja.

Khadijah lantas tersenyum lalu segera mencuci tangannya dan beranjak pergi ke ruang tamu. Kini tinggal dirinya dengan kakak iparnya itu.

Di tengah keheningan diantara keduanya, Diana membuka suara.

“Kamu beneran nggak ingat Fatim?” tanya Diana yang masih fokus mengaduk kuah soto ayam.

Fatimah yang sedang memotong sayuran lantas berhenti dan menoleh kearah Diana.

“Ingat apa mbak?” tanya Fatimah dengan kebingungan. Diana dapat melihat jelas bahwa Fatimah tidak berbohong, tetapi apakah penyakit yang dialami Fatimah begitu parah sehingga membuatnya lupa ingatan?

Diana yang hanya diam lansung menggeleng begitu Fatimah mempertanyakan itu.

“Nggak kok cuma nanya aja. Yang penting sekarang, kamu harus jaga kesehatan ya, jangan lupa minum obat yang udah dikasih sama dokter.” ucap Diana menatap wajah Fatimah dengan tersenyum menyalurkan rasa semangat.

Fatimah mengangguk lalu kembali melanjutkan kegitannya.

***

Semuanya sudah berkumpul di meja besar itu. Makanan dan minuman juga sudah tersaji rapi diatas meja tersebut. Fatimah yang baru saja keluar dari dapur lansung mendapat sapaan dari calon mertuanya.

“Eh nak Fatimah, sini duduk!” ucap Arsya menunjuk tempat duduk yang kosong itu. Dengan cepat Fatimah menghampiri calon mertuanya itu, dan duduk di sampingnya.

“Makasih tante.” ucap Fatimah membuat Arsya terkejut.

“Panggil aja bunda ya, kalo tante mah kayak udah tua banget.” balas Arsya yang mengundak gelak tawa semua orang.

Aliza yang berada di samping Fatimah lansung mencolek lengannya.

“Umi itu nggak mau nyadar aja kak kalo dianya udah tua.” bisik Aliza yang jelas-jelas masih dapat didengar oleh orang di sekitarnya.

Mendengar itu Arsya memolotinya dan tentu saja itu membuat Aliza lansung mingkem. Bukan karena takut dimarahi ataupun itu, melainkan dia tidak ingin uang saku akan dikurangi akibat perbuatannya itu.

Kjadijah dan Diana akhirnya datang dengan membawa makanan penutupnya itu. Akhirnya semua lansung mengambik makanannya masing-masing.

Fatimah yang daritadi hanya diam lansung tersadar ketika Asrya menjulurkan sebuah piring lengkap dengan nasi dan lauk pauknya.

“Eh nggak usah bunda, Fatimah bisa ambik sendiri kok.” ucap Fatimah merasa tidak enak.

“Nggak papa kok, sekali-kali manjain calon menantu ya kan. Siapa tahu cucunya nanti makin ganteng dan cantik ya kan?!” ucap Arsya membuat orang lantas tertuju pada Fatimah termasuk Ali. Dia sungguh malu jika harus membahas itu sekarang.

“Hehe, i.. iya nda.” jawab Fatimah begitu lirih saking gugupnya di depan banyak orang.

Tanpa disadari Ali diam-diam mencuri pandang kearah Fatimah. Senyumannya sama sekali tidak pudar apalagi melihat Fatimah salah tingkah ketika uminya membicarakan masalah cucu.

Merasa dirinya diperhatikan, Fatimah mendongak dan menatap sepasang mata yang tengah menatapnya juga. Dia tertegun, dia ingin sekali memutuskan kontak mata itu namun nihil. Matanya seolah-olah terkunci oleh tatapan Ali kepadanya.

Ali mengedipkan sebelah matanya dan membuat Fatimah lansung salah tingkah. Aliza yang merasa aneh dengan sikap calon kakak iparnya lansung bertanya.

“Kenapa kak? Kok aneh?” tanya Aliza membuat Fatimah seketika kikuk untuk menjawabnya.

“Ah... Emm... Nggak papa kok.” jawab Fatimah, matanya kembali tertuju pada Ali. Ternyata Ali sama sekali tidak mengalihkan perhatian terhadap Fatimah.

“Kamu istimewa!” ucap Ali tanpa suara. Namun Fatimah dapat jelas mengerti itu. Senyumannya semakin mengembang serasa ada yang berterbangan di dalam perutnya.

“I LOVE YOU!” sambung Ali namun di dalam hatinya. Dia berharap cintanya itu akan dipermudah oleh Allah SWT.

BERSAMA MENUJU CINTANYA
••••

#Next Chapter?
#Jangan lupa voment-nya

Bersama Menuju Cintanya ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang